22 • Sebuah Pernyataan

153 19 0
                                    

Banyak orang yang terkesan cuek sebenarnya untuk melindungi diri dari trauma.

Banyak orang yang terkesan cuek sebenarnya untuk melindungi diri dari trauma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayah, stop!"

Pekikan itu terdengar dari mulut seorang laki-laki bertubuh mungil. Meskipun umurnya baru tujuh tahun, namun keberaniannya tak bisa diremehkan. Ia memimpin satu langkah di antara kakak-kakaknya guna melindungi mereka dari pukulan maut ayahnya.

"Ayah, stop!"

Ia boleh saja yang paling termuda di keluarga itu, tapi ia yang paling siap untuk melindungi ketiga saudari perempuannya dan ibunya. Ia memang satu-satunya anak laki-laki di rumah itu, tapi bukan berarti ia harus jadi lemah dan menerima tamparan membabi buta dari Ayah.

"Mundur kamu! Jangan sok jadi pahlawan!" Sosok laki-laki yang Bryan panggil Ayah tadi mendorong tubuh mungilnya. Bryan terjatuh dan kepalanya terbentur dengan dinding. Sakit. Itu yang Bryan rasakan. Namun, ia tak bisa membiarkan rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhnya karena itu dapat membuatnya lengah.

Bryan beranjak berdiri, berniat untuk melepaskan cengkeraman tangan Ayah dari pergelangan tangan ibundanya. Sayangnya, ketika ia baru saja meletakkan telapak tangannya di lantai, tamparan keras mendarat di pipi ibunya.

"Ibu!" Bryan tak peduli sekencang apa teriakannya tadi. Yang terpenting adalah keselamatan ibu dan ketiga saudarinya serta membawa keempat anggota keluarganya itu menjauh dari Ayah.

Rasa sakit akibat terbentur dinding tadi masih membekas. Pusing mulai menerjang Bryan. Perlahan cairan bening mulai turun membasahi sudut matanya. Perih. Bryan bangkit berdiri dan mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Menatap nyalang pada ayahnya.

Iyan nggak boleh lemah! Bryan kecil membatin.

Dengan kesadaran yang terhitung setengah, Bryan menerjang ayahnya dan mulai beraksi. Ia melakukan segala hal agar ibunya bisa terlepas. Mulai dari memukul-mukul lengan ayahnya hingga mengigiti jari ayahnya.

Benedict tertawa. Tawanya itu tampak menyeramkan. "Lihat! Kamu lihat sendiri ulah anakmu itu!" Benedict mengguncang-guncangkan tubuh istrinya.

"Apa yang ingin kamu tunjukkan, hah? Ketiga anak kita nggak ada yang senakal dia!" Benedict menjambak rambutnya sendiri. "Memang benar. Seharusnya aku sudah mengusirmu dari rumah ini."

Air mata sudah membanjiri pipi Reyna. Tak kuasa mendengar tuduhan-tuduhan itu lagi. Bagaimana tidak, hanya karena Bryan adalah seorang anak laki-laki suka memberontak, Benedict menganggap bahwa Reyna telah berselingkuh.

Bryan termangu. Mungkin dia baru berusia tujuh tahun yang tidak mengerti apa yang dibicarakan Benedict barusan, namun ia mengerti seberapa sakit luka yang diterima oleh Reyna.

Benedict menghempas tubuh Reyna yang jenjang itu ke atas kasur. Lalu beranjak pergi. Dan setelah itu, semuanya menghitam.

Meskipun semua kenangan itu sudah terkubur, ada satu hal yang pasti yakni sosok yang selama ini ia kagumi dan ia patuhi itu sudah tak pantas dipanggil ayah.

Get Away From You [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang