"Hey..."
Eryl tersentak, hampir terjungkal. Sebaris gigi manis menyambutnya, ada yang aneh dengan tingkah Tia hari ini, tak biasanya gadis itu merangkul tanpa ragu pundak Eryl.
Meski sedikit kikuk, eryl mencoba bersikap biasa meski tak mudah untuk menutupi mukanya yang mulai memerah malu.
Tersenyum lebar, lagi lagi ia dikagetkan tangan Tia yang mencubit gemas pipinya yang mengembang.
"Tumben lu ceria banget hari ini, pagi pagi udah bikin gue senam jantung, ada apa?".
Dahi Tia mengeryit, mendelik kalimat yang keluar dari mulut Eryl.
Tak mendapat jawaban tangan Eryl malah diseret.
Sakit juga, tak menyangka tenaga gadisimut berjilbab biru itu kuat juga, membuat Eryl sempat meringis menahan sakit.
Eryl tak menanyakan lagi kemana ia akan dibawa.
Eryl mematung, tepat di depan taman, Tia sudah melepaskan genggaman eratnya.
"Aduuh...".
Meringis memijat mijat kepalanya yang teratuk pola, di tengah taman Tia terkekeh.
"Woyy, cacing kremi, bengong aja lu, kesini donk ..."
Eryl mengambil bola sepak yang terguling di belakangnya, melempar dan berlari menghampiri Tia yang sudah siap.
"Dasar mahluk lelembut, kaya bocah aja ngajak main bola ...."
"Udah ah, bawel lu, temenin gue sekali- sekali, ini kan kese ....".
Kalimatnya tak diteruskan, malah sekali lagi melempar bola kearah wajah Eryl, tapi kali ini cowok jangkung itu sudah bersiap dan dengan sigap menangkap bola.
Tak digubrisnya lagi pikiran- pikiran tentang Tia akhir akhir ini, yang semakin erat dan manja. Dan rahasia rasaini tetap bersemayam di hati Eryl, tak pernah dikeluarkan, entah menunggu apa.
Tak terkontrol, bola lemparan Eryl melambung tinggi ke udara, cowok jangkung itu mencoba menangkap kembali bola yang ia lempar.
Sial, tali sepatunya kendor membuat langkah Eryl tak imbang.
Keduanya bertubrukan, terjerembab jatuh, Eryl tanpa sengaja menindih tubuh Tia.
Dan sesaat waktu seakan berhenti, mendadak sunyi, hingga nafas keduanya terdengar jelas.
Sial, sungguh ini adalah posisi yang tak ia inginkan.
Seperti ada hipnotis, tubuh Eryl kaku, menatap wajah Tia begitu dekat.
"Cacing Kremi, bisa bangkit dari tubuh gue ga, ternyata badan kutilang lu berat juga"
Eryl tersadar,
"Ma ... ma ... maaf".
Gugup, bingung, kaku, dan masih terasa canggung.
Buru buru ia bangkit dan membersihkan badannya dari tanah dan reruputan kering yang menempel di bajunya.
Bermain- main di taman cukup melelahkan juga, dan duduk di pojok Kaffetaria sembari menikmati segelas Orage Juice dingin jadi obat pelembur dahaga.
Sedari tadi Eryl masih termenung saja, sial kejadian tadi tak bisa ia lupakan begitu saja. Tapi anehnya Tia malah cuek seakan tak terjadi apa apa.
Sekarang anak itu malah ngloyor kemana sudah setengah jam lebih ia belum kembali.
"Dasar cewek kalau udah ketemu Mall seperti masuk istana, betahnya ampuun.."
Gerutu Eryl, mengaduk aduk minumannya dengan pipet.
"Hey ..., sorry ya klamaan nunggu, nih ada bonus spesial buat lu"
Hampir saja ia tersedak Orange Juice dari pipet.
Tia si Mahluk Halus m uncul menyodorkan tas belanjaan pada Eryl.
"Eh siapa yang lagi Ultah nih".
"Halah masih kaku aja lu kaya jemuran baru diangkat, udah ambil aja, anggep aja bonus buat nemenin gue hari ini."
"Eits tapi dibukanya entar aja klo udah nyampe rumah. Oke Cing?"
Buru buru tangannya menutup kembali tas belanjaan saat Eryl hendak mengintip isi bonus tersebut.
"Udah jangan cemberut gitu, pulang yuuk udah sore nih, takut mama nyariin.."
Tangannya kembali mencubit gemas kedua pipi Eryl.
Malam ini langit cukup cerah, meski tak banyak bintang, tapi langit malam ini cukup indah.
Di teras Eryl membolak balik bungkusan dari Tia, belum ia buka. Malah ia sibuk mengamati bintang bintang yang tak beberapa jumlahnya.
Sesekali ia mengalihkan pandangannya pada benda yag ia penggang ingin dibukanya tapi urung.
Menyerah, akhirnya ia buka juga bonus spesial itu. Sebuah Arloji, ada note berwarna biru muda.
"Dear Eryl Mahesa.
Gue ga ngerti harus ngapain lagi, lelah juga harus nunggu selama ini, tapi pada akhirnya penantian ini harus berakhir sampai disini.
Mungkin gue yang salah telah mengharapkan jawaban perasaan dari mu.
Tapi ya sudahlah, biar gue pendam rasa ini sendiri, besok pagi gue harus terbang ke Jepang, maaf sebelumnya jika tak berkata jujur.
Jangan kejar kejar, jangan merasa bersalah, gue ga mau ada air mata di depan mimpi besar gue. Terima kasih kado terindah minggu ini karena sudah menemani gue, itu sudah cukup.
Eryl gue pasti kembali dengan perasaan yang sama, jadi gue mohon jangan susul gue walau itu hanya untuk minta maaf. Lu ga salah, gue yang terlalu berharap lebih ke elu ....,
Thank you Eryl you are my best friend Ever.
Mahluk lelembut.
Tiara Resta."
Bergegas Eryl meraih Ponsel di sakunya menghunbungi Tia.
Saat tersambung, Eryl memutar sebuah lagu dari band favoritnya.
"Tak pernah ku sangka ini terjadi
Kisah cinta yang suci ini
Kau tinggalkan begitu saja
Sekian lama kita berdua
Tak ku sangka cepat berlalu
Tuk mencari kesombongan diri
Lepas segala yang pernah kau ucapkanKau tinggalkan daku
Pergilah kasih kejarlah keinginanmu
Selagi masih ada waktu
Jangan hiraukan diriku
Aku rela berpisah demi untuk dirimu
Semoga tercapai segala keinginanmu"