14. Kakak kelas yang baik

155 18 0
                                    

Mulmed 👆 Eliza👆

"Kak,mulai hari ini gak usah lagi ya"

Genza mengerenyit. "Apa?"

"Bunga, surat, coklat, dan teman temannya"

Genza terdiam sesaat,kemudian mengangguk. Aku tersenyum melihatnya.

Ternyata Genza paham maksudku. Karena aku ingin mencoba dekat dengannya seperti biasa tanpa harus terlihat seperti mengemis.

Aku terlalu sadar diri untuk paham bahwa memberi seseorang barang atau sesuatu yang bertujuan untuk membuatnya melirik keberadaan kita adalah hal yang sia sia jika mereka tidak mempunyai rasa sedikitpun.

Lain halnya apabila seseorang tersebut mulai memberi tanda tanda lampu hijau maka afdolnya tidak perlu melakukan itu.

Karena jika dia sudah mulai menyukai, jika memang dia menyukai apa adanya, tinggal hanya perlu menunggu waktu dan takdir bukan?

Menurut pengamatanku, orang ganteng itu sadar kalau dirinya ganteng. Jadi mungkin gak sih mereka merasa bosan atau ilfeel dengan tingkah kita yang terus memberinya sesuatu dan terlalu agresif?

Sedangkan perempuan?

Perempuan akan suka suka aja dikasih barang secara berketerusan. Karena emang bikin bahagia,ya kan?

Emang takdir apa gimana ya?

"Udah mikirnya?" suaranya mengejutkanku.

Aku menyengir lebar. "Hehehe"

"Nanti gue aja yang kasih"

"Apa?" tanyaku heran.

"Apa aja yang lo minta" jawabnya datar.

Aku memejamkan mata. Dia pasang ekspresi seperti itu aja aku udah baper. Lah, apa kabar kalo sambil senyum?

"Apa aja?"

Genza mengangguk. "Asal jangan pacaran"

Aku mematung. Suka banget kan nge phpin? "Gue kekelas" ucapnya.

Aku menancapkan kuat kuat kakiku ditanah. Aku berpijak sambil menatapnya. Aku mengangguk dan tersenyum. Aku harus kekantin, butuh air mineral.

Saat tiba dipintu kantin pergelangan tanganku ditarik seseorang menuju toilet. Dan aku menoleh ternyata mantan Genzalah yang melakukan ini.

Aku menahan nafas saat Syifa-teman Caca mengunci pintu toilet.Tak lama aku merasa rambutku ditarik hingga wajahku terlihat jelas bertatapan dengannya.

"Kenapa lo ngelunjak? Hah!" aku hanya diam. "Jawab!!" perintahnya.

"Saa.. Sakit kak" ucapku. Caca hanya tersenyum. "Sakit?" aku mengangguk.

Caca melirik Syifa, Syifa pun mengangguk dan keluar, seolah paham memberi ruang untuk bicara.

Caca melepaskan jambakannya. Tak lama kulihat air matanya yang menetes.

"Ke..kenapa kak?" tanyaku terkesiap.

Terlihat dia yang menggeleng dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Caca menangis, tak salah lagi ia menangis.

Caca mencekam lenganku. "Kenapa?! Kenapa gue gak bisa lupain kesalahan gue sama Genza? Kenapa gue gak bisa luapain dia? Kenapa!"

Aku hanya diam, seolah olah mengerti perasaannya. "Kenapa dia mudah banget lupain gue? Kenapa!"

UnUsuallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang