~Happy reading~
.
.
.
.
Min Hwangi itu anak pendeta juga kan?
Karena Yoongi membawa Jimin ke sebuah komplek perumahan lumayan tua di belakang gereja kuno di daerah Daegu.
Rumah yang mereka datangi merupakan rumah paling bersahaja dari rumah-rumah lain di sekitarnya. Memang benar-benar rumah orang paling penting dan terkemuka di situ meskipun rumahnya bergaya kuno.
Jimin mengintip melalui gerbang kayu. Rumahnya besar, temboknya berwarna abu-abu tua dengan jalan masuk berkerikil dan ada dua mobil diparkir di samping.
Kebunnya penuh dengan pepohonan dan terletak di sisi rumah. Dari sini Jimin dapat melihat gudang tua di kejauhan dan bertanya-tanya apakah itu dulu studio tempat Hwangi mengerjakan lukisannya. Jimin mendadak membayangkan Saehyun jalan mengendap-endap di sepanjang jalan kerikil di sana, sepatunya ditenteng di satu tangan, matanya berkilat jenaka di bawah sinar bulan. Tempat ini masih kuat akan nuansa sejarahnya. Kental atmosfirnya. Kalau memang Saehyun tidak ada di sini, Jimin menyerah untuk mencarinya lagi-
Tidak. Dia tidak mungkin ada di sini. Tidak mungkin. Dia punya martabat yang terlalu tinggi. Dia sendiri yang bilang. Dia tidak sudi mengikuti cowok yang pernah mencampakkanya. Tidak mungkin dia nongkrong di rumah bekas pacar. Terutama pacar lama yang menghancurkan hatinya dan bahkan tidak pernah membalas surat-suratnya.
Tangan Yoongi menggeser gerbang besi hingga terbuka, bunyi derit besi tua membuat telinga Jimin agak berdenging. "Yuk masuk."
Pokoknya ini... tempat terakhir yang Jimin datangi. Setelah itu dia mau pulang. Sudah larut malam, Seokjin yang mulai panik mengiriminya sekitar 5 pesan.
"Darimana kau dapat alamat rumah ini?" tanya Jimin sementara mereka jalan menyusuri kerikil.
Yoongi senyum tipis. "Aku menggunakan bakat terpendamku untuk mencari informasi."
Kalau dulu Jimin pasti akan terkesan setengah mati, sekarang dia santai saja mendengarnya. Semua itu sudah tak ada artinya lagi. Tidak menimbulkan reaksi apapun.
"Ohh." Jimin cuma mengangguk singkat.
"Jimin." Yoongi berhenti jalan. "Kau dan Jungkook..."
Jimin langsung waspada.
"Kau dan Jungkook sudah sejauh apa?" tanyanya terdengar santai.
Sejauh apa? Pertanyaan semacam ini akan dia jawab dengan sangat elegan dan rendah hati.
"Yang jelas lebih dari kita dulu."
Yoongi termangu di tempat, sementara Jimin melangkah terus.
"Aku sudah putus dengan Luna!" ucap Yoongi tanpa sadar.
"Terus?" Jimin bahkan tidak menoleh. Tidak perlu. Yang barusan informasi belaka, sama seperti gempa bumi yang terjadi di daerah lain, tidak ada sangkut-pautnya dengan Jimin. Tidak menimbulkan getaran besar yang membuat perutnya tergelitik.
Pundak Yoongi merosot. "Mmm... tidak apa-apa, aku cuma mau bilang.."
"Putus karena apa? Kau butuh tempat curhat?" Jimin menoleh melalui bahu kiri. "Cuma itu yang bisa kutawarkan." Jimin berbalik. "Itung-itung balasan karena kau temanku, terima kasih sudah mengantarku jauh-jauh kemari.
Raut muka Yoongi tetap datar, namun ada aura-aura lesu di matanya. "Oke... sama-sama."
Jimin mendekati pintu masuk dan membunyikan bel beberapa kali, baru sadar pintunya tidak terkunci. Dengan hati-hati Jimin mendorong pintu hingga terbuka dan menemukan aula dengan dinding berpanel. Ada seorang wanita paruh baya dengan potongan rambut bob berdiri di belakang meja yang ditutupi buku-buku dan selebaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isn't He Handsome? [KookMin]
FanficPasti nyebelin banget rasanya. Dari yang tadinya gak bisa lihat hantu jadi bisa lihat hantu. Dan hantu pertama yang dilihat Jimin adalah hantu mendiang neneknya waktu muda, Kim Saehyun. Permintaannya: 1. Temukan kalungku 2. Temukan pembunuhku 3. Tem...