20 | Pergi untuk Pulang

9.2K 1.7K 368
                                    

Assalamualaikum, Rumahku. Maafkan aku yang telah lama mengabaikanmu. *Eeaaa*

Hallo, apa kabar kalian? Semoga selalu bahagia dan sehat ya? Amin.

Berhubung saya sudah lama sekali nggak nongol di sini, cerita dikit banyak boleh? 😄😄

Oke. pertama-tama, maafkan diriku yang menghilang lamaaaaa sekali. Ngegantung cerita, nggak ngasih kejelasan pula, di PM juga nggak dijawab. Semoga kalian nggak ngerasa kuPHPin yes? Wkwk

Sekali lagi, maafkan. Akhir bulan agustus kemarin, tubuhku down banget. Check laborat lalu ngapel ke dokter beberapa kali, cuma buat tahu kalau aku lagi sakit. Jadilah, selain tenaga yang hilang, mood dan semangat juga melayang. Jangankan mikirin Bima, mikirin nasibku sendiripun, aku bisa galau maksimal. Hahaha.

Tapi alhamdulillah, sekarang sudah membaik. Tenaga mulai pulih. Mood dan semangat kembali ada. Maka, kembalilah aku ke sini. Terima come back ku ya guys. 😆😆😆

Tapi, maafkan lagi. Mungkin aku nggak akan bisa update sesering dulu. 'Dilarang capek' bikin aku nggak bisa nulis di depan laptop sampai dini hari. 'Dilarang stress' bikin aku nggak boleh setiap menit mikirin nasib si Bima dong, aku juga mesti mikirin kuliah yang sempat kubiarkan mangkrak dua bulanan ini. Hihi.

Asal masih ada umur dan masih ada badan sehat, Perlahan-lahan pasti kurampungkan kok cerita penuh drama ini. Tapi ya itu, mesti banyak-banyak sabar sama aku. Selain sabar ya harus mau doain kesembuhanku ya? Hahaha. Maksa.

Sudahi curhatan tersebulung ini, lalu baca, sedikit yang bisa saya ciptakan. Semoga masih bisa dinikmati. Dan Semoga masih pada ingat jalan ceritanya. *karenadirikusendiripunlupa-lupaingat*😆😆😆😆

Typo dan kalimat rancu harap ditandai ya. Thx.

****

Arimbi tak pernah menginginkan berada pada posisi serba sulit ini. Arimbi juga yakin, ia tak pernah meminta pada Tuhan untuk menghapus sebagian ingatannya. Tak pernah memohon, untuk menukar semua hal yang ia sayang dengan hal-hal anyar. Bukan mau Arimbi, jika kini ia hidup sebagai gadis baru dengan hati utuh yang kemudian dibuat jatuh pada pria lain.

Tapi, segalanya sudah seperti dosa bagi Arimbi. Mengetahui ada pria yang lebih dulu memenuhi harinya berdiri amat dekat dengan dia, tentu saja membuat posisi Arimbi tak ubahnya seperti peselingkuh yang tak ingin dipersalahkan. Arimbi bingung. Arimbi hendak memaki diri sendiri. Arimbi, entah harus melakukan apa dengan bibir dan dua kakinya.

"Kopi bikinanmu tidak berubah. Aku selalu suka."

Mungkin itu bagian dari naluri. Mungkin senyum Orlan yang kini sukses membuat dinding hati Arimbi bergetar itu juga bagian dari kebiasaan yang tertanam dalam alam bawah sadarnya.

Ah Tuhan. Ini bencana.

"Mau ke mana, Dai?"

Pergi, tentu saja.

"Kembaliin nampan."

"Itu bisa nanti. Ayo ngobrol lagi, aku masih punya jutaan cerita tentang kamu."

Tuhan, jangan membuat Arimbi penasaran. Jangan membuat Arimbi semudah ini ditarik oleh suara Orlan. Tiga perca kenyataan saja sudah seperti tiupan sangkakala baginya, entah bagaimana jika ia tahu sejuta hal lagi.

Tekad Arimbi nyatanya sudah bulat. Entah ia takut atau memang sedang mencoba dengan keras untuk menghindari Orlan, yang pasti Arimbi bisa meninggalkan pria itu tanpa sepatah kata. Sementara ini, biarkan pria dari masa silam itu berdiam di sana dengan secangkir kopi pekat yang katanya tak berubah rasa. Arimbi, butuh dekapan suasana tenang.

Kotak MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang