12-12-18 (10.50)Jari-jariku tidak berhenti mengetuk meja coklat berhias lukisan abstrak, dan Bu Lanita terus saja mengoceh tentang bagaimana terciptanya manusia.
"Ssh, David mau bolos kaga? Bentar lagi juga selesai elah." Bisikkan Reno menambah kejengkelan dalam hati ini.
"Lu aja dah sana, sadar napah anjir lu tuh udah gede." Lagi-lagi mataku menangkap punggung kecilnya. "Yaelah, ga seru lu kambing."
"Bacot."
Bayangan akan wajahnya tiba-tiba saja memenuhi pikiranku, ini salah. Sangat salah. Membuang muka, melanjutkan catatan yang sempat tertunda tadi.
"Jangan sampai lupa, tugas kalian untuk masing-masing kelompok dan nama-nama disesuaikan dengan kelompok sebelumnya." Bu Lanita mengakhiri pelajaran dengan mengedipkan matanya ke Dimas -salah satu temanku-.
"Goblok, kenapa sih Bu Lanita selalu aja kaya gitu?! Gua aduin ke ibu gua anjir." Cacian Dimas terlontar setelah Bu Lanita meninggalkan kelas.
Reno tertawa melihat Dimas yang sedang merasa jijik dengan gurunya sendiri. "Aduin aja bego!"
"David, ikut gak? Biasa lah."
"Kemana? Gua mau ke perpus dulu balikkin buku. Nyusul dah," Reno dan Dimas mengiyakan dan berlalu menuju basecamp favorit kami.
...
Lorong lantai tiga memang terlalu sepi sampai-sampai telinga ini bisa mendengar suara hentakan kecil sepatu pemiliknya.
"Aduh Pak, maaf nih saya ga sengaja kok sampe robek-robek gitu tadi temen saya yang minjem Pak," Suara perempuan ini terlalu familiar di telingaku.
"Ga bisa gitu dong neng cantik, ini udah peraturannya. Kalau cacat ringan kaya gini cuma bayar sepuluh persen dari harga asli kok neng."
"Ta..pi, duit saya baru aja ilang pak. Besok aja deh." Olivia, perempuan itu menyatukan tangannya layaknya memohon kepada raja.
Jelas, tidak suka. Ya, aku tidak suka dia berlagak seperti itu.
Tetapi langkah ini malah melewatinya dan tiba-tiba terhenti ketika ia menahan lengan kananku dengan jari jemari mungilnya.
"David, minta tolong ya? Tolongin gue atuhlah," Olivia tidak melepaskan tangannya dari lenganku, Kenapa perut ini merasa ingin muntah?
"Apaan? Gece dah."
"Ih, jangan jutek kek."
"Cepet ah! Lepasin tangan lu juga kalau bisa." Dia menghempaskan lenganku dengan cukup kasar, "Gajadi anjir, jahat lu mah."
Mataku tanpa sengaja bertemu dengan mata bulat coklatnya sekilas. Sialan, ini adalah getaran yang sangat menjijikkan.
"Be..Bego, ngabisin waktu gua aja lu."
"Apa sih! Gue gak bego, rangking gue aja lebih tinggi sih daripada lu."
Mengalihkan pembicaraan, mendahulukan tanganku untuk memberi buku ke bapak penjaga perpus dan langsung meninggalkan perpustakaan.
Setelahnya perempuan itu membelalakkan mata bulatnya. "David! Jahat bener ih, gue mau minjem duit lu tadi, tau!!!"
Bangsat, dia terlalu imut.
KAMU SEDANG MEMBACA
i don't f care
Teen FictionAn one shoot story between David Hendrawan and Olivia Jensen. © like-home Cover by WHi Inspired by blackbear's song