DCKD 16

6.6K 331 4
                                    

Teriring doa untukmu. Berupa kotak cantik pemberian calon mertuamu. Aku tau ini tidaklah wajar. Rasa takut menyergap begitu saja, dan kau ... sepupu kecilku. Kelak, jangan lupakan aku.

Rio menarik napas dalam-dalam, dihembuskan. Aku siap! gumamnya.

Pintu kamar terbuka.

Fifah terkejut saat mendapati Rio yang berdiri di depan pintu. Ya, karena tidak seperti biasanya laki-laki itu berkunjung ke kamarnya dengan ketukan pintu. Kadang kala cowok itu langsung main dobrak atau paling tidak main serobot. Dan untungnya Fifah selalu mengenakan kerudung jadi auratnya tidak terlihat oleh Rio.

Rio terpaku seraya meneguk ludah getir. Tangannya gemetar dengan tatapan lurus menusuk kontak mata Fifah yang masih mengenakan mukena. Demikian pula Fifah. Kontak matanya menembus perasaan Rio, seolah-olah ia tau apa yang sedang dipikirkan cowok itu.

"Ooh Ayolah Rio ... Katakan sesuatu untuk apa dini hari begini kau datang kemari?" Riuh rendah hati Fifah berkata.

Semula matanya menangkap Rio yang masih lengkap mengenakan sarung dan peci meski hanya mengenakan kaos untuk menutupi tubuhnya. Tampan! Pantas saja banyak cewek yang naksir! Lagi-lagi Fifah bergumam demikian.

Seketika itu juga kelebatan bayang-bayang masa kecil berlalu lalang. Ketika mereka berlarian di antara ilalang, terbahak-bahak seraya berlarian membawa kincir angin yang berputar, hingga ada suatu kejadian yang selalu membekas di ingatan Fifah sampai detik ini juga.

Waktu itu, hujan deras, di sekolah.
Rio ini tipikal badboy yang jarang masuk sekolah. Dan sekali masuk, ia langsung berurusan dengan guru BK. Pasti ia dihukum gara-gara adu jotos dengan kawannya sendiri. Jadi tidak mungkin Rio masuk BK gara-gara hal selain berkelahi.

"Kalo ada yang sok jago mau jadi preman trus macem-macem sama kamu, lapor ke aku! Oke?" Kata Rio. Fifah masih ingat betul kejadian itu. Napas Rio yang memburu, begitu juga dengan gemetar di tubuh Fifah yang menahan takut. Tampak jelas keringat Rio masih menetes di antara ujung rambutnya yang hampir menutupi jidat, sebelum pada akhirnya guru BK datang menjemput Rio dengan garangnya.

Toh, sampai hal itu kejadian pun, ia tidak pernah lapor pada Rio. Alasannya? Sederhana. Fifah tidak mau Rio dihukum. Lainnya? Fifah tidak suka Rio berkelahi. Lanjutnya? Kena cubitan saja sakit jangankan sampai babak belur seperti Rio. Cowok itu memang tidak ada kapoknya!

Kini, degup jantung Fifah semakin kuat dan ia tidak mampu mengontrolnya. Jadilah ia salah tingkah ketika bicara bahkan nyaris belepotan.

"Ehm! Udah sholat?" Ia bicara mendahului sepupunya.

Rio mengangguk sekali namun pasti. Kemudian ia sedikit menunduk tuk menatap benda yang dipegangnya. Fifah pun turut melihat kotak yang dipegang Rio. Cowok itu menyodorkannya pada Fifah.

Deg!

Jantung Fifah terasa lumer. Pertama kalinya, semenjak mereka beranjak baligh, baru kali ini Rio memberikan sesuatu. Dulu pernah. Tapi waktu mereka kecil. Itupun sangat jarang.

"B-buat aku?" tanya Fifah, ragu.

Rio mengedikkan bahunya. "Buat siapa lagi?"

Rasanya ... bunga-bunga di hati Fifah tengah bermekaran. Tentu saja! Ia bahagia bukan main diberi sesuatu. Apa lagi kado! Ya, Fifah menyebut benda itu kado dari Rio. Dengan senang hati ia menerimanya. Kemudian ditatapnya lekat-lekat kotak yang kini ada digenggamannya.

"Cantik!" kata Fifah dalam hati. Dari tadi bibirnya belum berhenti senyum juga.

Lalu tanpa perlu waktu lama Rio pergi meninggalkan sepupunya. Masuk kamar, terdengar suara pintu dikunci.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang