Bag. 46

4.4K 164 4
                                    

Kehadiran Bi Inam di rumah membuat rumah tidaklah sesepi tadi, aku bisa berinteraksi tanpa beban dengan Bi In dan mendengarkan banyak cerita tentang masa kecil Kak Julian dari sisi Bi In. Tanpa terasa sore pun menjelang dan kami baru saja selesai bercerita tentang kejailan Kak Julian dengan adiknya ketika Kak Julian tiba di rumah.

"Assalamualaikum.." ucap Kak Julian sambil berjalan memasuki rumah.

"Waalaikumsalam kakk.." sahutku tanpa beranjak dari posisiku saat ini. Saat ini aku sedang bercanda dengan Bi In di ruang tengah sambil menikmati secangkir teh Jawa yang di bawa oleh Bi In.

"Waduhh, lagi pada ngomongin apa nihh.. kok kayaknya seru banget yaaa.." ledek Kak Julian sambil mencium pipiku singkat dan memberikan pelukan singkat ke Bi In.

"Lagi ngomongin kakak.. lebih tepatnya gosipin kakak.." jawabku disertai dengan kekehan ringan

"Kamu ini yaa.. kalau mau gosipin orang tuhh didepannyaa.. lagian kalau kamu kepo kan bisa langsung tanya ke kakak.." ucapnya sambil memelukku

"Ihss.. gak seru dong.. yang namanya gossip itu harus di belakang orangnyaa.. lagian kalau nanya ke kakak itu gak seru.. terlalu bias.. mending nanya Bi In aja sebagai orang ketiga yang tahu segalanyaaa.." balasku berusaha melepaskan pelukannya, bagaimana pun aku malu kalau pelukan di depan orang lain.

"Aduhh... Nak Julian bahagia sekali yaa.. punya istri seperti Nak Arin.. bibi jadi senang.. semoga bibi masih diberi waktu untuk melihat anak kalian yaaa.." ucapan Bi In tersebut membuatku kaku seketika

"Tenang aja bi.. secepatnya kok.." balas Kak Julian dengan nada menggodanya yang mulai kukenali

"Kakakkk.." gerutuku dengan wajah yang terasa panas, kuyakini sekarang wajahku sudah semerah kepiting rebus.

"Aduhh bibi jadi gak enak ganggu waktu kalian.. kalau begitu bibi pamit dulu yaa..besok bibi datang lagii.. " ucap Bi In dan sepulangnya Bi In Kak Julian masih tidak mau melepaskan pelukannya

"Kak lepas gihhh.. sholat magrib duluu.. udah mau adzan ituu.." gerutuku makin tidak karuan

"Yuk sholat dulu.." ucapnya sesaat adzan berkumandang.

Selesai sholat magrib, kami melanjutkan ke makan malam yang di sponsori oleh Kak Julian. Selama makan malam aku menceritakan keseharianku di rumah. Apa yang kulakukan sebelum Bi In datang, apa yang ku obrolkan dengan Bi In, bagaimana perasaanku dengan keberadaan Bi In dirumah, dan semua lelucon yang dilontarkan oleh Bi In. Tidak pernah aku merasakan kebutuhan untuk bercerita seperti ini, selama ini aku hanya berbicara seperlunya bahkan dengan Arini. Walaupun terkadang ketika aku sudah tidak kuat lagi aku akan menumpahkannya kepada Arini. Tapi keinginan untuk bercerita dan merasakan kerinduan pada seseorang padahal hanya berpisah beberapa jam saja merupakan hal baru bagiku.

Selesai makan, kami melanjutkan ke sholat isya dan selesainya Kak Julian mengajakku kekamar. Begitu sampai kamar, Kak Julian permisi untuk mandi karena sudah seharian di luar dan aku memutuskan untuk bermain hp selagi menunggu Kak Julian. Aku tidak tahu apa yang kutunggu, hanya saja aku merasa tidak baik untuk tidur terlebih dahulu. Aku benar-benar fokus bermain game yang sejak tadi tidak bisa kuselesaikan levelnya, ketika aku merasakan pergerakan di sisi lain tempat tidur. Sebelum aku sempat menyadari apa itu, hp tersebut sudah hilang dari tanganku digantikan oleh kecupan ringan di bibirku.

"Kakakk.." ucapku kaget dan reflek menjauhkan kepalaku, namun sial kepalaku malah terantuk kepala tempat tidur.

"Auchh.."gumamku reflek memegang kepalaku yang terantuk.

"Kamu gak apa-apa Rin??" tanya Kak Julian setengah panik

"I'm fine.." gumamku berusaha mengalihkan perhatian Kak Julian. Sakit sih tidak hanya saja malunya itu lohhhhh..

Kak Julian mengelus kepalaku lembut dan tanpa sadar kini aku sudah berbaring dengan Kak Julian berada diatasku. Aku tidak bisa bergerak atau memikirkan apapun ketika mataku bertemu langsung dengan mata Kak Julian. Perlahan wajahnya mendekati wajahku dan reflek aku menutup mataku. Pertama-tama Kak Julian mencium keningku, lalu beralih ke kelopak mataku, hingga akhirnya bibirku. Dia berhenti ketika dirasanya aku tidak bisa bernapas.

"Rileks Rin.. nikmati aja.." bisiknya yang membuatku semakin kehilangan akal.

Ciuman itu semakin lama semakin membuatku meleleh dan tidak bisa berpikir jernih. Sentuhan-sentuhan ringannya pada tubuhku membuatku terbuai sekaligus takut. Aku tidak tahu apa yang kutakutkan yang jelas aku merasakan itu.

"Rin.. tenang aja.. semua akan baik-baik aja.." bisikan manisnya itu membuatku melupakan ketakutanku dan aku kembali terbuai oleh kenikmatan yang ditawarkannya.

つずく

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now