5

179 28 0
                                    

Urata sudah putuskan, dia akan bertanya langsung pada Soraru, secara empat mata.

Jadi, di sinilah dia sekarang, berdua dengan Soraru di halaman belakang sekolah.

"Untuk apa kau memanggilku kesini, Urata?"

"Sudah jelas bukan," Urata mengeluarkan selembar halaman koran dari dalam tasnya, "aku ingin menanyakanmu tentang koran ini."

"Hmm? Aku tidak mengerti maksudnya."

Muka yang tampak datar itu, benar-benar membuat Urata naik pitam.

"Aku mohon Soraru-san, jangan berpura-pura bodoh."

Masih dengan suara malasnya, Soraru menjawab, "Kalau kau memaksa pun aku tak akan memberitahumu-"

"JANGAN BERCANDA, AKU TIDAK INGIN SAKATA-"

Satu cengkraman pada kerahnya.

'Ah, diriku yang sudah besar lepas kendali.'

Dilepasnya cengkraman itu, meninggalkan Soraru yang terbatuk-batuk.

"Kau, uhuk, benar-benar tidak tahu caranya berterimakasih, ya," ditariknya sudut bibir, menyeringai, "ya, walaupun aku sudah tahu siapa dirimu. Jadi kau tidak usah takut identitasmu tersebar luas."

"Kenapa kau memberiku koran ini jika tidak ingin membantuku?" ujar Urata sembari mencoba menahan getaran suaranya terdengar jelas.

"Dengar, biar kuperjelas. Aku hanya ingin menyelamatkan orang yang kusayangi, yang jelas itu bukan kau. Tapi..." sambil mengangkat kepalanya, menatap penuh harap pada lawan bicaranya, "hanya kau yang bisa, dan aku tidak bisa melanggar aturan yang mengikatku."

***

Tidak ada gunanya.

Itu keputusan yang diambil Urata setelah percakapan singkatnya dengan Soraru.

Tapi, apa-apaan mata penuh harap itu?

"Urata!"

"Sakata, kau sudah selesai piket?"

Sakata mengangguk kecil, "tadi itu Soraru-san 'kan?"

"Eh, iya." 'Sial, apa tadi dia mendengarnya.'

Urata merasakan genggaman erat.

"Sakata baik-baik saja, kok. Urata tidak usah cemas. Soraru-san juga orang yang baik."

Cengiran bodoh itu, senyum yang bodohnya baru ia sadari, sangat dirindukan olehnya.

"Baiklah, kalau Sakata bilang begitu."

Dipaksakannya sebuah senyuman. Padahal ia tahu benar apa yang akan terjadi.

"Sampai ketemu besok, Urata!"

Sambil menatap punggung Sakata yang menjauh, Urata menghela napas.

"Aku pulang!"

'Mafu nii-chan belum pulang, ya.'

'Sebenarnya walau aku sudah mengingat beberapa hal kecil. Aku masih belum bisa melakukan apa-apa. Soraru benar, aku memang tidak bisa diharapkan.'

Dilihatnya jam dinding, masih terlampau jauh sebelum waktu tidur. Tapi entah kenapa, rasanya dia benar-benar lelah, mengantuk sekali.

"Hoaam..."

*Bruk*

"Eh?"

"Urata!"

Urata mengerjapkan matanya beberapa kali, "...Senra?"

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang