/6/

850 92 6
                                    

Hal pertama yang Ghana liat ketika membuka matanya adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih serta wajah kedua temannya yang samar-samar. Setelah beberapa kali mengedipkan matanya, Ghana baru dapat melihat wajah Refo dan Edo secara jelas serta mendengar mereka berkata 'woi' beberapa kali, karena tadi suara mereka berdua masih terdengar sayup-sayup di telinganya.

"Eh manusia, gue sama Edo tadi dateng ke rumah lo bukannya disambut malah ditinggal tidur, ya," celetuk Refo ketika mata Ghana sudah terbuka sempurna.

"Di lantai lagi," tambah Edo.

"Ma-maksudnya gue pingsan?" tanya Ghana dengan suara yang serak.

"Iya!" jawab Refo dan Edo berbarengan. "Lo udah berapa hari nggak makan sih? Nggak niat hidup ya lo?" tanya Refo.

Ghana menghela napasnya berat. Hidungnya sudah ditempeli plester dan luka lebamnya setelah tawuran juga sudah diobati. Cowok itu membuang wajahnya ke arah tembok, lalu menjawab, "Iya."

Refo dan Edo terdiam sebentar menatap Ghana. Baru setelah beberapa detik berlalu, Refo bertanya, "Lo kenapa?"

"Gue udah nggak pantes hidup, Ref," jawab Ghana langsung tanpa basa-basi lagi. "Dan seharusnya lo nggak perlu bawa gue ke sini, karena bentar lagi juga gue mau mat—"

"Jaga omongan lo ya!" bentak Edo sembari menarik kerah kaus oblong yang sedang Ghana pakai, sehingga kini posisi Ghana menghadap langsung ke arah Edo. "Lo harusnya hargain usaha gue sama Refo yang udah cape-cape bawa lo ke sini biar lo tetep hidup!"

"Tapi gue nggak pernah minta lo buat ngelakuin hal itu!" balas Ghana yang kini sudah terduduk di atas bangkar sambil menarik kerah Edo. Pundaknya naik-turun dan napasnya putus-putus, menandakan bahwa kini ada amarah yang sedang bergejolak di dadanya. Dengan kasar, Ghana melepaskan kerah Edo yang sedang dicengkramnya, lalu menarik selang infus yang menancap di tangannya dan bergegas turun dari bangkar.

Tiba-tiba saja, seorang dokter muda bersama beberapa perawat datang ke bangsal Ghana setelah mendengar keributan yang terjadi di sana. "Ada apa ini?" tanya sang dokter muda.

"Minggir," ketus Ghana sembari berusaha keluar dari bangsalnya.

"Kak, mohon kembali ke bangkar Kakak, ya," ujar salah seorang perawat sambil berusaha menenangkan Ghana.

"Nggak denger gue bilang apa? Minggir," tegas Ghana.

"Kak, Kak, mohon tenang Kak," ujar perawat yang lainnya sembari berusaha menahan Ghana untuk tidak keluar.

Namun, tenaga Ghana yang lebih besar membuat cowok itu dapat menyingkirkan para perawat tersebut dengan mudah. Setelah menyibak tirai yang menutupi bangsalnya, Ghana langsung saja melangkahkan kakinya keluar, namun panggilan Refo membuat langkah kakinya itu terhenti.

"Lo boleh nggak peduli sama kita, lo boleh nggak peduli sama hidup lo, tapi lo harus tau kalo cewek lo dari kemaren mati-matian nyariin lo!" Di saat itu juga, tubuh Ghana langsung membeku di tempat dengan kedua tangan yang terkepal erat. Jantung Ghana terasa berhenti berdetak ketika ia mendengar Refo menyebut diri Gina. "Lo hilang selama dua hari, lo kira nggak ada orang yang khawatir, hah?! Cewek lo udah nyariin lo kemana-mana dan ternyata lo sedang berusaha untuk mengakhiri hidup lo?! Lo gila?!" Refo hampir berteriak dan membuat para perawat yang berada di sana langsung menahan tubuh Refo karena takut cowok itu akan memulai perkelahian di rumah sakit.

Susah payah Ghana berusaha untuk tidak mengeluarkan air matanya. Tenggorokannya sakit. Dadanya sesak. Ia sangat ingin menoleh ke belakang dan bertanya pada Refo apa yang sudah Gina katakan selama ini dan bagaimana keadaan gadis itu, tetapi semuanya itu tertahan di lidahnya. Satu-satunya hal yang bisa Ghana lakukan adalah terus berjalan ke depan, hingga akhirnya ia keluar dari UGD dan mendapati ayahnya sedang berdiri di hadapannya, lengkap dengan seragam kerjanya.

G : GONE (Sekuel G & G)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang