Fahri kembali mengatupkan mulutnya rapat-rapat setelah sempat tercengang melihat tulisan dalam sobekan kertas yang diberikan Maria padanya.
Humaira 💖 Fahri?
Gila! Ia tidak tahu anak angkatnya akan berbuat senekat itu.
Demi Tuhan, Fahri baru tahu ada kertas semacam ini terpendam dalam terarrium yang bertengger manis di atas meja kerjanya selama ini. Kalau tahu, sudah pasti ia akan membuang kertas itu sejak awal. Namun takdir berkata lain, Maria terlanjur tahu perihal Oedipus yang diderita Humaira melalui secarik kertas ini.
Beberapa detik Fahri diam memandangi kertas itu dalam genggamannya. Ia bingung harus bereaksi seperti apa. Pura-pura terkejut? Atau pasrah menjadi ajang omelan istrinya? Pilihan pertama terlalu dramatis, dan Fahri bukan tipe munafik seperti itu. Meskipun berat, ia memutuskan pilihan kedua.
"Maaf, kamu harus tahu masalah Humaira mengidap Oedipus complex lewat kertas ini," Fahri berusaha mengatur suaranya agar terdengar tenang, meskipun sejujurnya ia sedang gugup setengah mati, jantungnya seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Peristiwa Maria marah karena liburan mereka diusik kasus Fatimah Lena, masih membayangi ingatannya. Baru juga berbaikan, masa mereka sudah harus bertengkar lagi?
"Oedipus complex? Jadi selama ini kamu tahu kalau Humaira suka sama kamu?" Maria tidak dapat menahan rasa terkejutnya. "Kamu tahu tapi justru bersikap ..." Ucapannya menggantung. Maria memalingkan wajah, enggan menatap Fahri.
Sebenarnya Ia sangat ingin meluapkan kemarahan, akan tetapi mengingat pertengkaran kemarin saat Fahri membalas dengan ucapan pedas dan perlakuan dingin, bahkan sempat tidak pulang ke rumah, Maria lebih memilih bungkam.
"Aku bisa jelaskan kenapa Humaira mengidap Oedipus complex." Fahri berusaha untuk tetap tenang menghadapi istrinya.
Maria menggeleng lemah, "Terserah kamu." Lalu ia bangkit dari pinggiran kasur dan berjalan menuju meja rias.
Dengan perasaan marah yang ditekan kuat, Maria duduk lalu merapikan botol-botol kosmetik di meja rias.
Dia ingat sebuah hadis yang intinya, jika kita marah sebaiknya mengganti posisi tubuh dari duduk menjadi berdiri, atau dari berdiri menjadi berbaring, sampai lupa pada rasa amarah sambil mengucap kalimat istighfar. Sejak tadi, hatinya tak henti-henti merapalkan kalimat tersebut agar kembali tenang.
Melihat reaksi Maria, Fahri justru merasa semakin bersalah sudah membuat hati sang isteri kecewa untuk kesekian kalinya. Sejak pulang dari Eropa, bukan kebahagiaan yang Maria dapatkan, melainkan sikap arogan dan tak mau tahu yang selalu ia berikan. Seolah wanita itu harus mengerti kerumitan masalah yang harus ia hadapi. Padalah selama ini, Maria tidak pernah ia pahamkan perihal keberadaan Humaira dalam rumah ini. Wajar saja jika anak angkatnya itu dianggap Maria sebagai beban.
"Mar ..." Fahri bangkit menyusul isterinya. "Dengarkan dulu. Humaira kena Oedipus Complex karena selama ini dia dipingit, hanya aku yang peduli dan sayang padanya. Dia salah mengartikan perasaan sayangnya padaku dengan rasa cinta. Ditambah lagi, dia cemburu padamu karena merasa kamu sudah merebutku darinya."
Pria itu merasa ada yang salah pada ucapannya. Seharusnya, tidak begitu. Penjelasannya terkesan menyudutkan Maria. Padahal, dia sama sekali tidak bermaksud menyalahkan istrinya. Fahri menyesali kelemahannya merangkai kata.
"Oh, jadi aku yang salah sudah merebutmu dari Humaira? " Benar saja. Maria tidak terima.
Fahri mendesah, serba salah. Namun demikian, dia tetap berusaha menjelaskan. "Bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin kamu melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda."
Maria diam, menunggu penjelasan lengkap suaminya. Namun, tak dapat dielak, otaknya mulai teracuni insecurity. Ucapan ibu mertua, sosok Humaira yang begitu muda dan cantik membuat deretan botol-botol kosmetik super mahal di hadapannya menjadi tidak berguna. Tidak lama lagi, wajahnya pasti akan menua. Tidak peduli semahal apa merek anti-aging yang dipakai, Maria tetap jauh lebih tua dari Humaira. Usia mereka terpaut 23 tahun. Sekeras apa pun merawat diri, tetap saja dia akan kalah dari Humaira. Apalagi, anak itu penghafal Al-Qur'an, sempurna sekali untuk menjadi istri salihah Fahri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira, A Girl With The Blue Eyes
RomanceAnak perempuan yatim bermata biru yang ingin menemukan cinta sejati. *** Humaira diadopsi oleh keluarga Fahri. Sejak kecil ia merasa bahwa Papa angkatnya adalah seorang pahlawan yang siap melindunginya dari segala ancaman bahaya. Lambat laun perasaa...