Ini, kisahnya!?

35 10 2
                                    


.........

Ini adalah salah satu bagian yang paling spesial.

Jadi, diharapkan jangan berisik pun berbisik.
Oke,

mari kita mulai.

.........

Seorang anak yang
sukanya sendiri.
Atap rumah pun menjadi
bahan imajinasi.
Ya itu saya!
Anak aneh, dikata mereka.

Tak apa.
Mereka hanya bisanya berbicara.
Memberikan ucapan tak enak di dengar yang hanya sebatas ilusi semata.

Dan suatu ketika.
Telingaku tak mendengar lagi mereka berbicara.
Terlalu merusak gendang telinga.

Bukannya aku tak bisa mendengar.
Hanya saja ucapan sinis itu yang

menjalar, dari akar.
Menular, sampai keluar.
Menyebar.

Kata tak benar. Selalu tersebar.
Semakin luas, semakin pedas.
Bagai petir yang memakan habis
Ladang sampai tak berbekas.

"Tapi nggak gini juga caranya." Katanya.


-

- Alasan tak berujung
menjadi suatu kesatuan.

- Hanya menapak menjadi
satu pembuktian.

- Yang menuntut sebuah kepastian.

/=/  Namun disalah artikan.

-


"Masuk kamar!" Amarahnya tak bisa bungkam.

Oke. Banyak sekali pilihan. Pikirku menuai jalan. Segera bertindak, memberikan bukti tak acak.

"Mari dimulai." tepuk tanganku kini bersorak.

Berlari, menuju persimpangan jalan yang ramai sekali. Berkali-kali ditatap sinis, seperti maling yang sedang ditangkap oleh pihak polisi.

Aku heran, mengapa semua orang menatapku sinis, sedikit pun tak manis. Salahku apa pada kalian? Apakah aku melakukan hal-hal yang menjijikan? Atau hal yang kau pikir menjengkelkan?

Bingung bercampur aduk layaknya es tawuran yang kala itu sedang menjadi perbincangan publik.

"Woy, makanya kalau mau bertindak tuh mikir-mikir dulu. Rasain deh lu sekarang. Ahaha." Ia mulai berkata-kata, tanpa adanya makna.

Dasar kalian, beraninya berbicara tanpa tau alasan yang sebenarnya.

"Apa kalian pernah berfikir, bahwa dunia ini sempit? Dunia ini sementara, fana, dan kalian akan berhamburan kemana-kemana? Ah aku yakin anda hanya memikirkan bagaimana caranya anda bisa makan hari ini, bagaimana caranya anda bisa beli ini itu dengan cara yang instan. Halah. Kalian hanya bisanya berbicara pun tak disaring terlebih dahulu. Turut berduka pada sebagian dari semuanya."

Mereka hanya bisa menghina, berkata pun tak memberi bukti nyata, ada pula mencaci tanpa memberi solusi.

Mulutku tak bisa di ajak bungkam lagi. Ia kelewatan. Beraninya hanya kepada yang sedang tertindas. Sama sekali tak pantas.

Semuanya habis, sisa-sisa kepercayaan menuai jalan baru telah berlalu. Berganti menjadi angin lalu.

Semua tak peduli.

Bukti-bukti itu tak membuatnya jera. Ia mulai melakukannya-lagi. Hasil semua rekapan itu tak berguna. Mereka hanya percaya kepada yang mempunyai kuasa.

Lagi-lagi kuasa.

"Kuasa terus sampai mampus." Ujar seseorang itu dibelakangku.

Sepertinya ia marah. Mengujar kebencian, lewat perkataan.


.
Kebencian, sepertinya.
.


"Tentu." Ujarku kala berpikir.

"Semuanya memiliki pendapatnya masing-masing." tak diduga seseorang berkata tanpa diminta.

-

"Jadi, begitu ya." Pikirku.

-


Hanya bisa berpaling , menemukan jalan pulang, dari alasan yang menuntut terjadinya peluang untuk kembali pulang.


O.k.e.


Ego, ya memang ego,
Ego yang belum usai.
.
.
Egoistik (2#).
.
.

.BELUM USAI.

Ada beberapa part lagi.
Tapi nanti acak, letaknya.
Tunggu saja, oke.


-Ini, kisahnya!?-


.
.
Tertanda,
kura-kura 🐢.


-Nzahrr

*Semoga suka ya,
Jangan lupa di vote ya kawan.

🐢 Terimakasih 🐢


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EgoistikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang