24 Desember.
Dear diary, karena kemarin aku merengek dan menarik-narik ujung alas meja makan hingga kue kering yang Ibu buat berjatuhan untuk ikut main hujan-hujanan bareng Hoseokie, sekarang aku sakit. Mungkin ini balasan sebab aku durhaka pada Ibu. Tapi tidak apa-apa. Soalnya aku tidak perlu mentraktir Yoongie, Namjoonie sama Hoseokie sosis bakar hari ini.
Jam 10 pagi, mereka datang ke kamarku dengan wajah ditekuk. Apalagi Hoseokie, mukanya mirip seperti orang yang mengajak adu pukul. Yoongie bilang mereka sudah menunggu selama hampir sejam di kedai makanan, karena aku tidak datang-datang, mereka memutuskan untuk mengunjungi rumahku. Yang punya ekspresi wajah sedikit normal itu Namjoonie, dia satu-satunya yang tanya kenapa aku bisa sakit. Yah, walau ujung-ujungnya mengeluh soal tidak jadi makan sosis gratis.
Dilihat dari cara Yoongie melepas 3 lapis baju hangatnya dan melemparkannya begitu saja ke lantai, Ibu Yoongie pasti memaksa Yoongie memakai baju berlapis-lapis karena Yoongie sudah sering bersin-bersin. Dia langsung meloncat ke kasur sekaligus mendorongku hingga menabrak tembok. Serius. Dia taruh dimana, sih, tenaganya yang seperti kuda itu? Padahal badan Yoongie kurus kerempeng mengalahkan tusuk gigi.
"Kalau sudah sembuh, jangan lupa traktir kami sosis bakar. Hutang adalah hutang. Bisnis adalah bisnis. Teman bukanlah teman jika urusan makanan," kata Yoongie sambil menyilangkan tangan di dada bagaikan bos besar.
Bisnis.
Apa kalah main ular tangga dan dipaksa membelikan jajanan untuk mereka adalah sebuah bisnis? Aku bahkan tidak mendapatkan keuntungan apa pun.
Namjoonie menepuk-nepuk topi rajutnya untuk menghilangkan butiran salju sebelum turut serta bergabung di kasur. Telapak tangannya menyentuh keningku. Namjoonie mengerutkan dahi, kemudian menyipitkan mata, tidak lama setelahnya memiringkan kepala, lalu saat aku bertanya kenapa, dia menggelengkan kepala beberapa kali seraya memasang wajah khawatir. "Chungie harus dirawat di rumah sakit."
Seandainya Namjoonie bukan temanku dan aku tidak terlalu pusing untuk menjawab perkataannya, aku mungkin sudah melempar wajah Namjoonie dengan bantal.
Sementara Namjoonie tersenyum-senyum merasa berhasil membuatku setengah kesal juga Yoongie yang sedang sibuk menggigit kuku--Yoongie punya cara ekstrem untuk memotong kukunya--Hoseokie masih betah berdiri di depan pintu kamar.
Ya ampun. Tahun depan kami sudah naik ke kelas 5 sekolah dasar, tapi, coba tengok Hoseokie. Wajahnya masam, dahinya berkerut, hidungnya sibuk menahan ingus agar tidak keluar, bibirnya sedikit mengerucut. Hoseokie masih tidak mau bergerak walau Namjoonie sudah membujuknya masuk.
Bibir Hoseokie semakin mengerucut saat mata kami saling tatap. Aku menahan tawa sebab syal yang Hoseokie gunakan sesekali menyentuh bibirnya dan membuat Hoseokie kesusahan membenarkan syal karena dia memakai baju sama banyaknya dengan Yoongie.
"Jangan marah, dong, Hoseokie. Nanti Chungie beliin sosisnya tiga, deh."
"Empat," balasnya.
"Sepuluh juga nggak apa-apa kalau buat Hoseokie." Aku merayu. Tapi, tidak. Aku tidak akan benar-benar membelikan Hoseokie 10 sosis bakar. Aku sayang uang jajanku.
Agaknya ucapanku berhasil, Hoseokie berjalan pelan-pelan menuju kami.
"Kalian sudah beli kado, kan?" tanyaku begitu Hoseokie duduk menggeser Yoongie yang kemudian melepas syal dan memakaikannya padaku.
Hoseokie berhenti merapikan syal, Namjoonie buru-buru melempar pandangan ke arah jendela, sedangkan Yoongie membiarkan jari-jarinya melayang di udara beberapa saat. Buruk. Itu pertanda buruk.
"Su-sudah, kok," jawab Namjoonie terbata-bata.
Aku menyipitkan mata.
"Iya, sudah, kok," timpal Yoongie.
"Sendiri-sendiri?" tanyaku lagi.
"Ng ... itu...." Hoseokie menatap Namjoonie dan Yoongie bergantian.
Aku mengembuskan napas panjang. Yah. Tidak masalah sebenarnya. Namjoonie, Hoseokie dan Yoongie memang selalu memberikan satu hadiah yang mereka pilih bersama untukku. Hanya saja, itu di hari ulang tahunku. Tetapi untuk merayakan Natal, aku ingin bertukar kado dengan mereka. Masing-masing mendapatkan satu.
Yoongie mendesah. "Chungie, ini hanya Natal," ucapnya. Yoongie menggantikan Hoseokie merapikan syal pada leherku. "Lagi pula, ini bukan acara perkemahan sekolah yang mengharuskan bertukar kado. Kalau di hari Natal kita membeli kado sendiri, Santa kehilangan tugasnya, dong."
Ingin marah, tapi ucapan Yoongie benar. Ingin membenarkan, tapi aku terlalu gengsi dan aku juga tetap ingin bertukar kado masing-masing satu. Ingin membantah, takut dimarahi Yoongie. Dia bisa berubah menjadi sangat galak kalau ada yang melawan perkataannya.
Namjoonie menyentuh pipiku yang menggelembung dengan telunjuk. "Yasudah. Sekarang Chungie mau apa? Biar Namjoonie belikan."
Aku diam saja.
Hoseokie mengambil tanganku yang menggenggam tisu. Melempar tisu itu ke tepi kasur, kemudian meletakkan telapak tanganku ke hidungnya. Hoseokie menunduk, mengeluarkan napas sekuat tenaga sampai aku merasa sesuatu yang hangat berkumpul di telapak tanganku.
"Ew." Yoongie menampilkan raut jijik. Dia menjauh dariku dan Hoseokie.
"Itu hadiah dari Hoseokie."
Bibirku bergetar dan pandanganku memburam. Sebelum aku mengeluarkan air mata yang sejak dengusan pertama Hoseokie terdengar sudah berkumpul di kelopak mata, Namjoonie memukul kepala Hoseokie lantas membersihkan kumpulan bakteri yang ada di tanganku menggunakan lengan mantelnya. Setelahnya Namjoonie bersusah payah mencegahku menangis.
"Chungie mau apa, nanti Namjoonie belikan sekarang juga. Jangan menangis. Aduh. Ya, Jung Hoseok!" Namjoonie kerepotan antara mengusap tanganku dan menarik Hoseokie agar tidak kabur. Yoongie tidak banyak membantu, dia duduk diam dan sudah kembali sibuk menggigit kuku di atas karpet.
Namjoonie berteriak sebab Hoseokie berhasil lepas darinya, menyuruhnya meminta maaf padaku namun yang diteriaki berjalan cepat ke arah Yoongie. Hoseokie kini sudah berlindung di balik punggung Yoongie. Mereka berdua sama-sama ceking, mudah saja bagi Hoseokie memeluk Yoongie dan menyembunyikan kepalanya. Namjoonie berteriak lagi, Hoseokie kali ini membalas. Mungkin beberapa menit mereka habiskan untuk saling berteriak menyalahkan dan tidak mau disalahkan. Aku tidak jadi menangis secara alami karena diam-diam Hoseokie mengelap hidung di kaus Yoongie tanpa Yoongie sadari.
"Aku keluar dulu." Yoongie bangkit. Menyingkirkan tangan Hoseokie dan menggosok jari-jarinya ke celana.
"Mau kemana?!" Kompak Namjoonie dan Hoseokie.
"Keluar. Sebentar." Tanpa menunggu balasan kami, Yoongie berlalu melewati pintu.
Tidak begitu lama, Yoongie kembali dengan sebuah gelas di tangan. Lantas memberikan gelas itu kepadaku dengan senyuman manis.
"Apa itu?" tanya Hoseokie yang sekarang sudah mau mendekatiku dan Namjoonie.
"Teh manis dingin," jawab Yoongie.
Aku bingung, tapi aku tetap menerimanya dan mengucapkan terimakasih. Meminum teh dingin sebanyak dua teguk kemudian menawarkannya pada Namjoonie. Rasanya manis. Yoongie pasti sering membuat es teh manis di rumahnya.
Namjoonie mengambil gelasnya, namun tidak dia minum. "Sudah. Nggak usah banyak-banyak." Dia menaruh es teh di meja belajarku.
"Ngomong-ngomong, Yoongie. Chungie baru ingat kalau kulkas lagi rusak. Yoongie dapat es dari mana?"
Dengan senyum yang masih terpatri dan memberikan acungan jempol, Yoongie berkata penuh percaya diri, "Dapat dari sisa salju di atas pot bunga."
.
.
.Teruntuk Yoongie dan Hoseokie, tunggu pembalasanku nanti.
.
.
.Salam cantik.
Chungie, yang tadi pagi minum teh dicampur salju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Teh Manis Hangat » BTS Rap Line ft. Chungha
Fanfiction[COMPLETED] Dear diary, untuk hari ini, andaikan Yoongie, Hoseokie dan Namjoonie bukan sahabatku.