Bag. 47

4.5K 170 11
                                    

Beberapa bulan telah berlalu sejak kejadian yang sanggup membuatku mati karena serangan jantung mendadak. Pagi itu aku terbangun di dalam pelukan Kak Julian tanpa sehelai benang pun dan mengingat kembali pagi itu sanggup membuatku membeku dan memerah. Sejak kejadian itu sikap Kak Julian semakin dekat dan intim, aku tidak bisa menolaknya karena sejujurnya aku juga menginginkan hal yang sama.

Pagi ini aku terbangun akibat deringan alarm yang memekakkan telinga. Biasanya aku langsung mematikan alarm tersebut sebelum Kak Julian terganggu tidurnya, hanya saja kali ini aku merasakan sesuatu yang sangat berbeda dari biasanya. Ketika hendak bangun aku dilanda serangan pusing yang luar biasa.

"Rin.. kamu baik-baik aja?" tanya Kak Julian ketika aku tidak kunjung bangun dari posisiku

"Gak tahu nih kakk.. pusing banget.." keluhku sambil memegang kepala yang memang cukup pusing. Rasa pusing itu membuatku tidak bisa bangkit dan merasa lemas

"Kita ke dokter aja yaa.." ucap Kak Julian sedikit panik

"Kenapa panik banget sih kakkk.... Kan udah biasa juga Rin pusingg.." ucapku berusaha menenangkan Kak Julian yang mendadak panik. Aku pun bingung dengan sikapnya itu

"Tapi kan gak biasanya kamu pusing pas bangun tidur kayak gini.. atau gara-gara kamu gak makan tadi malam??"

"Rin makan kok kak.. makanya itu Rin juga bingung kenapa pusing banget.."

"Makanya itu.. kita ke dokter yaa.. kakak khawatir ada apa-apa.."

"Tapi kan kakak kerja hari ini.. ada rapat penting juga kann... gak enak juga kalau harus ambil cuti hanya karena Rin.." tolakku dan berusaha untuk bangkit. Namun sekali lagi serangan itu kembali menghantamku dan membuatku kembali tertidur

"Rin.. gak ada kata lain kita harus ke dokter dan kamu libur kerja hari ini.." titahnya yang mau tidak mau kuturuti karena aku merasa ada yang berbeda dengan diriku pagi ini.

Kak Julian membantuku untuk duduk dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit pagi ini. Untuk bangun saja aku tidak bisa, apalagi untuk turun ke bawah. Kak Julian benar-benar membantuku pagi ini. Kelemasan ini melebihi yang biasanya kurasakan. Walaupun kuakui beberapa hari terakhir ini aku merasa sedikit pusing dan mual serta lemas, namun masih bisa ku atasi sendiri. Tetapi pagi ini benar-benar diluar batas kesanggupanku.

Kak Julian mendudukkanku di kursi depan lalu memasangkan sabuk pengaman baru dia berjalan menuju kursinya. Tak butuh waktu lama untuk melajukan mobil menuju rumah sakit terdekat dari rumah. Selama perjalanan aku hanya bisa memejamkan mata untuk menghilangkan rasa pusing dari kepalaku yang semakin mengganggu, Kak Julian pun tidak banyak berbicara, dia hanya mengendarai mobil sambil menggenggam tanganku dalam diam.

Sesampainya di rumah sakit Kak Julian membawaku ke UGD dan menaikkanku ke atas kursi roda lalu menuju dokter yang berjaga disana. Didalam ruang UGD aku di tempatkan disalah satu tempat tidur yang kosong dan dokter serta perawat mulai memeriksaku. Diawali dengan memeriksa tekanan darah dan detak jantung lalu temperatur tubuh.

"Wahh.. tekanan darahnya rendah sekali yaa pak.. wajar saja kalau pusing begini.." ucap sang dokter ketika melihat angka di mesin tensi.

"Hmmm.. detak jantungnya agak anehh yaa.." gumam dokter tersebut ketika mendengar detak jantungku melalui stetoskopnya.

"Wahh.. bisa jadi siihh.. gimana kalau bapak membawa ibu ke bagian obstetri dan ginekologi, nanti saya buatkan rujukannyaa.." ucap dokter itu dan meminta surat rujukan pada perawat di sampingnya. Tak lama kemudian kami di oper ke lantai 2 dimana dokter spesialis tersebut berada.

Berhubung kami datang cukup pagi, jadilah kami tidak perlu menunggu terlalu lama untuk dipanggil. Awal aku mendengar nama bagian ini aku sudah cukup curiga akan kondisi tubuhku ini, namun aku tidak ingin berharap banyak dulu sebelum mendapatkan kepastian dari ahlinya.

"Pagi Pak Julian.." sapa dokter itu dengan senyuman manis di wajahnya.

"Pagi dok.." jawab Kak Julian sambil mendudukkanku di kursi sebelahnya.

"Wahh ibunya cantik yaa.. selamat pagi bu Arin.. perkenalkan saya Dokter Firdaini, panggil saja dokter Firda, boleh saya tanya keluhan ibu?" ucap dokter tersebut masih dengan senyuman itu. ahhh dokter ini pun sangat cantik.

"Ahh bu dokter bisa aja.. bu dokter juga cantik kok.. begini dok, tadi pagi saya merasa lemas sekaligus pusing sekali.. dan suami saya menyarankan untuk periksa saja.." ucapku berusaha untuk duduk tegak

"Apa sekarang masih lemas bu?"

"Masih dok.. tapi pusing nya sedikit berkurang.."

"Hmm.. kalau begitu kita periksa dulu ya bu... kalau melihat catatan yang diberikan oleh dokter UGD ini saya curiga ibu hamil..."

"Hamil dok?" tanya Kak Julian tiba-tiba

"Sepertinya iya pak.. tapi untuk lebih jelasnya lagi kita usg dulu yaa.. ayo ibu naik ke tempat tidur dulu.." ucap dokter Firda

"Kakk bantuin Rin.." pintaku ketika aku tidak merasakan kekuatan pada kakiku untuk berdiri.

Kak Julian dengan mudahnya menggendongku dan menaruhku diatas tempat tidur. Dokter Firda langsung melakukan tugasnya dan memeriksa layar di depannya. Tak lama kemudian dokter Firda tersenyum dan memandangku serta Kak Julian yang tidak meninggalkan sisiku.

"Selamat ya pak, buk.. ibu Arin hamil 6 minggu.." ucap dokter tersebut membuat aku tidak bisa berpikir jernih.

Hamil? Aku tidak menyangka akan diberi secepat ini. Memang sejak kejadian itu kami rutin melakukannya apalagi Kak Julian yang memang ingin mendapatkan keturunan secepatnya. Sejenak ku lihat raut wajah Kak Julian yang sangat cerah. Semua kepanikannya tadi pagi sirna digantikan oleh senyuman paling cerah yang pernah kulihat. Melihat hal itu aku pun ikut senang, mengingat kebaikan Kak Julian selama ini aku yakin dia mampu membantuku selama masa kehamilan ini. Hingga semua ketakutanku hilang tak berbekas.

"Makasih ya Rin.." bisik Kak Julian sebelum kami mendengar penjelasan dokter lebih jauh

"Sekali lagi selamat yaa.. saya sarankan untuk melakukan kontrol setiap minggunya ya bu.. soalnya melihat hasil tensi ibu yang rendah saya khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh kita semua.. lebih baik mencegah dari pada mengobati kan.." ucap dokter Firda

"Istri saya memang punya sejarah darah rendah dari keluarganya dok.. apa itu mempengaruhi?" tanya Kak Julian sambil memeluk tubuhku yang masih lemas

"Ohh ternyata itu masalahnya.. kalau begitu bu Arin tidak boleh capek sama sekali yaa.. tekanan darah mampu mempengaruhi kekuatan ibu dalam masa kehamilan ini.. apalagi ini masih di trimester rawan.."

"Saya mengerti dok... saya juga sedikit banyak belajar tentang kesehatan.." ucapku sambil menyenderkan kepalaku ke bahu Kak Julian, mencari kenyamanan

"Oh iyaa.. kalau boleh tahu ibu kerja apa ya?"

"Saya kerja di kantor yang bergerak di bidang kontruksi dok.. di bagian safety.."

"Wahh.. kalau bisa kurangi stress dan perbanyak istirahat ya bu.. kalau memang ibu belajar tentang kesehatan seharusnya ibu tahu apa yang terbaik bagi diri sendiri.."

"Baik dok.. terima kasih sarannya.."

"Sama-sama.. mari kita berjuang bersama untuk janin yang sedang tumbuh itu ya..." tutup dokter Firda dan mempersilahkan kami pulang setelah meresepkan vitamin yang kubutuhkan.

"Rin.. tunggu di lobi yaa.. kakak ambil mobil dulu.." ucap Kak Julian setelah mendudukkan ku di kursi lobi.

Tak lama kemudian mobil Kak Julian sudah berada di depan lobi. Kuusahakan kaki ini untuk berdiri dan berhasil walaupun sedikit gemetar. Perlahan aku berjalan menuju pintu lobi dan mendekati mobil. Belum setengah jalan kaki ku sudah menyerah untuk bergerak dan hampir saja aku jatuh kalau Kak Julian tidak sigap menangkapku. Sekali lagi Kak Julian menggendongku dan membawaku ke dalam mobil. Selama perjalanan pulang Kak Julian tidak berhenti menggenggam tanganku dan mengelusnya perlahan. Perhatian kecilnya itu sanggup membuatku melupakan rasa lemas dan pusing yang kuhadapi.

つずく

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now