Chapter Fourteen

13 2 2
                                    

Rindy!

Aku membukanya perlahan. dan yang kudapat dari dalam kotak kecil itu ada sebuah kalung yang berliontinkan daun. Cantik. Tapi tunggu! Ini mirip,,, mirip??

Akhh aku lupa!

Ku coba mengingat-ingat kembali beberapa memori di kepalaku. Tapi buntu. Aku benar-benar lupa. Sial! Aku yakin ini bukan sebuah liontin yang asing. Ini pernah aku lihat walau hanya sekali. Tapi aku lupa tempat dan orang si empunya liontin.

Ah sudahlah. Percuma mengingat hal yang sia-sia. Sekarang sudah malam. Aku harus sekolah besoknya. Ku pejamkan mata ku perlahan. Membujuknya untuk cepat-cepat terlelap dalam mimpi.

Hari sudah pagi. Memaksa mataku tuk terbuka kembali. Menjalani aktivitas sehari-hari. Usai mandi aku menghadap cermin. Cermin ini lumayan besar sehingga aku dapat melihat pantulan diriku yang sudah lengkap memakai seragam. Dasi, name tag, uang saku, dan kurasa aku perlu kalung itu. Yap! Aku meraihnya. Kotak itu. Aku membukanya lalu memasang kalung berliontinkan daun dileherku. Tidak sulit. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik hingga kalung itu terpasang sempurna. Tidak seperti hari-hari sebelumnya. Aku membiarkan rambutku tergerai karna aku malas mengikatnya. Tapi hari ini kukuncir rambutku. Aku pergi mengambil sepatu ketika kurasa sudah rapih. Buku-buku pelajaran juga sudah kusiapkan sebelum mandi. Jadi aku bisa berangkat lebih pagi.

Hari ini aku tidak membantu bibi didapur, karna kata bibi sekarang ia ingin masak lebih siang. Mungkin bibi perlu banyak waktu untuk istirahat. Lagi pula aku terbiasa tidak sarapan. Karna kalau aku sarapan pagi aku selalu tidur dikelas nantinya. Entah mengapa selalu saja begitu.

Aku membuka pagar. Mataku terbelalak saat melihat keynan tepat berada didepan wajahku. Ingin sekali aku pukul wajah isengnya itu. Dia nyengir. Aku manyun.

"Gak lucu kali" ucapanku datar yang langsung diresponnya.

"Yeeeh biasa aja dong mbak!"

"Diky nya mana?" kataku ketika sadar ada yang kurang dari keynan.

"Gak ada lah. Ngapain dia ikut-ikutan jemput lo. Emangnya dia mau!" cerocosnya yang aku langsung tinggalkan. Pengang rasanya telinga ini ketika berada di dekatnya. Padahal cowok. Tapi bacotnya minta ampun. Suaranya ngebas lagi.

"Ayok naik" ia menepuk-nepuk jok belakang motornya. Tanda aku harus berada di sana.

"Pegangan dong...." rayuan itu! Bikin aku jijik dan malah menjauhkan jarak antara kami.

"Idih ogah" ketusku. Namun ia malah mengerang membuatku geram ingin menonjoknya.

"Keynaaan" aku pukul-pukul bahunya biar tau rasa dia.

"Ampun ampun" akhirnya dia melajukan motornya. Mungkin takut amukanku lebih menjadi-jadi nantinya.

Motor yang di kendarai keynan sudah sampai memasuki gerbang sekolah. Letnan mengerem. Motornya berhenti di parkiran. Aku pun turun. Belum sampai kuinjak aspal dia malah memiringkan motornya kearah kanan. Membuatku refleks berpegangan padanya.

"Bego" amarahku sudah memuncak sehingga kata-kata yang keluar dari mulut ini tak lagi terkontrol.

"Hehe dari tadi dong pegangan kayak gini. Pas udah nyampe baru pegangan" ia malah cengengesan setelah mengatakan kalimat itu. Ku cubit perutnya lalu lari meninggalkan dia begitu saja. Emangnya aku bodoh. Yang ia suruh pegangan ke dia itu maksudnya memeluknya. Kan ogah! Emang aku cewek apaan yang asal memelukin cowok.

Suasana kelas sepi hanya beberapa murid yang sudah datang. Termasuk diky. Terkadang aku heran kepadanya karna selalu datang pagi-pagi buta. Aku menaruh tas di bangku. Lalu ku tolehkan wajah ke arahnya. Kulihat dia sedang membaca buku. Pasti itu kerjaannya setiap hari. Gak lain dan gak bukan.

"Emang ada pr ya dik" aku membuka suara. Dia hanya melirikku sekilas lalu pandangannya kembali lurus ke buku yang tadi ia pegang. Dia hanya menggeleng dan berdeham tidak jelas sebagai jawaban dari pertanyaan yang ku lontarkan. Ya ya ya. Aku mengerti. Mungkin memang begitu sifatnya. Aku berbalik badan dan kini dia yang bersuara.

"Lu di jemput sama Keynan?" dia bertanya dengan ekspresi wajah yang sulit di baca. Aku mengangguk. Lalu kembali berbalik menuju ke luar kelas.

Aku mengedarkan mata ku ke arah lapangan. Ku lihat sekelompok manusia berkerumun di sana. Entah apa yang terjadi. Aku tidak begitu mempedulikannya dan lebih memilih masuk ke dalam kelas mengecek sesuatu yang mengganjal di pikiranku sejak tadi. Namun sekilas aku melihat Diky yang langsung lari ke arah lapangan. Urusan anak cowok palingan.

Yap! benar saja. Aku belum mengerjakan PR. Ya tuhan aku harus apa? Fisika?  Rumus-rumus?  Membayangkannya saja sudah bikin enek. Mau tak mau tetap saja hal ini membuatku harus membuka buku. Tertera dua puluh lima soal pilihan ganda di sini. Dan aku harus mengerjakannya sekarang juga. Untung saja ini pelajaran terakhir jadi masih ada sedikit waktu luang untukku mengerjakannya.

Okey! Nomor satu. Emmm... Apa ya? Aku lupa rumusnya. Mungkin ini bisa di loncat dulu.

Nomor dua. Nggg... Kalau yang ini... Yang aku tau soal ini belum pernah di bahas. Coba yang lain.

Nomor tiga. Rumus yang ini. Aha! Aku tau. Ku buka buku tulis ku. Berusaha menemukan rumus yang cocok untuk nomor ini. Baiklah. Mungkin nomor yang satu ini bisa aku jawab.

Aku menemukan jawabannya setelah mencorat-coret sebagian halaman di buku tulisku. Aku hendak menyilang salah satu dari lima jawaban di buku paket. Tapi tunggu. Tidak ada jawaban yang sesuai dengan hasil yang tadi aku kerjakan. Kesabaranku mulai menipis. Ku pandangi hasil coretanku tadi. Ku cermati. Namun tetap saja kekeliruanku ini tak berpenghujung.

Huft!  Hembusan nafasku ini menandakan bahwa sebentar lagi buku ini tak akan berumur panjang. Lebih baik aku menutup buku ini dari pada kusobek nantinya.

Aku mencari Diky memintanya agar memberi contekan kepadaku. Semoga dia berbaik hati.

Bel masuk menghentikan niatku untuk mencari Diky. Orang yang kucari masuk kedalam kelas tepatnya duduk disampingku.

"Ky entar minjem buku fisika ya?!" dia memutar bola matanya malas.

"Mau liat" sambungku.






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hanya Untukku #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang