"Kuharap apa yang kamu berikan ke aku selama ini bukanlah sebagai friendzone. Karena sekalipun aku mengharapkan hal lebih darimu, jujur aku tak bisa menghianati orang lain seperti apa yang kau lakukan terhadapku."
****
Lily termenung, pikirannya melayang jauh hingga ke awang-awang. Seolah hampir menyentuh langit mendung di atas sana yang tak kunjung hujan.
Buku diary digenggamannya tak kunjung dibuka, ia bingung harus berbuat apa tatkala ia teringat dengan hubungan antara Toby dan Aster. Ia merasa dirinya bagaikan batu sandungan untuk Aster, dan bodohnya Aster selalu menuntut sesuatu kepada Lily agar bisa leluasa bersama Toby, sedangkan dirinya tak pernah meminta sesuatu agar bisa terus dekat dengan Toby. Mengalah, hanya itu yang bisa Lily lakukan.
Tak terasa saat-saat menegangkan ketika UNBK datang. Seluruh siswa-siswi di tempat Lily dan ketiga sahabatnya itu mengenyam pendidikan kini mulai mengikuti Ujian Berbasis Komputer tersebut dengan seksama.
Setelah dua jam berlalu, waktu sudah memasuki jam istirahat. Keempat gadis remaja yang berjalan beriringan tersebut kini menuju ke kantin bersama-sama.
"Sumpah soalnya susah-susah gue rasa. Apa yang gue pelajari selama ini sama sekali nggak ada yang keluar." Vara berseru sambil memijit-mijit pelipisnya.
"Kita semua juga ngerasain penderitaan yang lo rasa, Var. Santai aja," seru Dita sambil mendaratkan bokongnya di atas kursi berbarengan dengan yang lain.
Setelahnya keempat remaja tersebut memesan menu yang ingin masing-masing dari mereka santap. Agak lama, sekitar dua puluh menit berlalu dan akhirnya pesanan yang ditunggu pun datang.
"Btw, Ly. Lo belakangan ini kenapa jadi lebih sering murung sih? Cemas gue lihatnya. Gue takut ada apa-apa," ucap Dita. Sebagai orang yang lebih peka terhadap perasaan Lily ia tentu saja mencemaskan suatu hal.
Mendengar hal tersebut Lily jadi kembali muram, kejamnya, tuntutan-tuntutan yang diminta Aster terhadap dirinya kembali terngiang dikepalanya bagaikan putara film pendek.
"Lo boleh berbagi masalah yang lo hadapi ke kita bertiga, Ly. Nggak baik juga kalau lo terus-terusan diem kayak gini." Elly menimpali, mencoba untuk memberi peluang bagi Lily berbicara.
Lily kembali terdiam, pandangannya kosong menatap piring berisikan makanan di depannya. "Sebenernya ...." Yang lain tampak menunggu-nunggu lanjutan kalimat dari Lily, dan di detik ke sekian tetesan air mata melesak jatuh membasahi pipi gadis tersebut.
Isakkannya yang terdengar tersedu-sedu membat dada ketiga sahabatnya jadi terenyuh. Seolah bisa merasakan kepiluan yang selama ini gadis tersebut pendam.
"Gue capek, gak gak kuat kalau harus hidup dalam banyaknya cobaan dan pilihan kayak gini." Dengan air mata yang kian deras Lily mulai mengeluarkan isi hatinya. Dita turut merubah posisi untuk menenangkan sahabatnya itu dengan memberi pelukan.
"Dulu, hubungan gue dengan Toby baik-baik aja, selayaknya temen masa kecil yang bertumuh kembang sama-sama sampai sekarang. Tapi semenjak Aster jadi kekasih Toby, gue ngerasa jarak di antara kita kian merenggang sekalipun sebenernya kita selalu barengan. Ditambah tuntutan dari Aster yang meminta gue untuk ngejauhin Toby bikin gue jadi bingung harus bersikap kayak gimana."
"Bantuin gue, gue harus pergi jauh-jauh dari kehidupan mereka. Kalian, semua orang yang pernah aku kenal di tempat ini. Dan akhirnya gue harus membangun kehidupan baru di tempat yang baru, perlahan-lahan," ucap Lily, menata kehidupan barunya.
Dita, Elly, dan Vara langsung memeluk tubuh mungil Lily sambil ikut menanggis bersama-sama. Mereka ikut merasakan kepedihan yang selama ini terpendam dalam-dalam di hatinya.
"Sabar, Ly. Sabar, lo nggak boleh kayak gini. Lo harus survive," ujar Vara sambil mengusap air mata di pipi Lily. "Seandainya lo bener-bener meninggalkan segala kebahagiaan lo demi memulai kehidupan yang baru seengaknya lo jangan lupain kebersamaan kita. Gue kasihan sama lo, sayang." Vara kian terisak, Dita dan Elly jadi tambah khawatir akan keputusan Lily.
"Nggak seharusnya lo berpikir terlalu jauh kayak gini, Ly. Kita akan selalu ada buat lo, buat ngedengerin cerita lo," sahut Elly.
"Kita bisa labrak si Aster sekarang juga buat lo. Kita bikin perhitungan ke dia." Dita membuat perencanaan yang diluar nalar.
"Jangan, Dit. Gue mohon jangan, biarkan waktu yang menyelesaikan semuanya suatu saat nanti." Sekarang, Lily jadi berkabung dalam kesedihannya.
Sementara ketiga sahabatnya hanya bisa menurut, bersedih, dan ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Lily.
,*****
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Heart, Why Him? [END]
Подростковая литература[Chapter Completed] {Melodrama x Teenlit} Tidak ada yang pernah tahu cinta itu dapat berlabuh pada siapa. Nyatanya, itu yang dirasakan oleh Lily. Ia jatuh cinta pada seseorang yang menurutnya tidak tepat, yang tak pasti untuk dimiliki. Ia jatuh hati...