184 - 191 + bonus wiro sableng

19.1K 64 9
                                    

1 Bidadari Dua Musim Episode ke 184

Ebook by : Dewi Tiraikasih Scan Kitab by : Syaugy_ar mailto:22111122@yahoo.com

Dewi Dua Musim berjongkok di samping kepala pemuda yang dipantek di atas papan. "Cabut lebih dulu paku kayu yang ada di dalam mulutnya...." Ucapan itu terngiang lagi di telinganya. Si gadis ulurkan tangan kiri kanan. Gerakan dua tangan membuat mulut si pemuda terbuka. Begitu dia melihat ke dalam mulut Dewi Dua Musim tercekat. Ternyata di dalam mulut pemuda itu memang ada satu paku kayu, menancap ke bagian dalam tenggorokan yang digenangi darah. Dewi Dua Musim geleng-geleng kepala. "Jahat sekali!" Katanya dalam hati. Lalu dengan cepat tangan kanan dimasukkan ke dalam mulut. Begitu paku kayu ditarik, darah menyembur.SETELAH didera musim kemarau lebih dari setengah tahun, ketika akhirnya hujan turun cukup lebat pagi itu penduduk di kawasan kering tanah Jawa terutama di bagian tengah dan timur merasa lega dan gembira. Banyak diantara mereka, yang umumnya para petani pemilik ladang dan sawah memanjatkan puji syukur kepada Sang Pencipta Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dengan berbagai cara baik dalam upacara adat maupun bentuk keagamaan. Di laut utara dan selatan para nelayan tidak kalah rasa syukur dan gembira mereka. Karena pada akhir musim kemarau yang memasuki musim penghujan. ikan di laut muncul dalam jumlah lebih banyak dari biasanya dan tentu saja ini merupakan rahmat serta rezeki berlimpah dari Yang Maha Kuasa. Hari ke lima setelah hujan pertama kali turun, para petani mulai ramai ke sawah untuk menanam bibit padi. Pemilik ladang mulai mencangkul tanah guna persiapan menanam berbagai macam tanaman yang dapat dipanen dalam waktu singkat anak- anak terlihat riuh di kali dan sungai, berenang dan bermAih-mAih sambil memandikan kerbau. Pagi itu, di lereng Bukit Menoreh sebelah timur, tak jauh dari kaki Gunung Gajah, seorang gadis belia duduk di bawah sebatang pohon, asyik menatap pemandangan indah yang terhampar di hadapannya. Di kejauhan Gunung Gajah menjulang biru kehijauan. Di kaki gunung petak-petak sawah yang sebelumnya merupakan tanah gersang kini basah berlumpur, ramai oleh petani. Mereka bekerja penuh semangat sambil sesekali tertawa berseloroh. Ada yang memperbaiki pematang sawah, ada yang membongkar saluran air yang tersumbat. Kerbau-kerbau pembajak tanah terlihat mundar-mandir hampir di setiap petak sawah. Beberapa petani yang mampu bekerja cepat malah sudah mulai menyemai menebar bibit padi. Di kejauhan d, arah timur Kali Progo membelintang biru seolah seekor ular panjang membelah bumi. Sesekali alunan arusnya tampak berkilau oleh pantulan sinar matahari yang tidak terlalu terik. Hanya beberapa tombak dari lereng bukit di mana gadis berpakaian biru duduk menikmati pemandangan indah, ada satu jalan tanah yang cukup lebar, sejajar dengan Bukit Menoreh. Akibat hujan, tanah yang tadinya keras gersang ini, sekarang

2 Bidadari Dua Musimberubah menjadi gembur becek. Jalan tanah ini merupakan salah satu dari jalan utama yang menghubungi Kotaraja dengan kawasan di sebelah barat. Mulai dari Godeyan dan Gamping sampai ke Renteng, terus ke Sibolong dan Girimulyo, terus lagi ke Borobudur. Di sebelah selatan slmpangan jalan tanah menuju ke Sedayu, Argosari dan berakhir di Wates. Siapakah gerangan gadis yang duduk sendirian di lereng Bukit Menoreh itu? Dari pakaian birunya yang sederhana serta kasut kulit kasar yang menyarungi dua kaki, sulit untuk menduga apakah dia seorang yang berasal dari desa atau penduduk Kotaraja! Wajahnya sama sekali tidak dipalut dandanan namun kecantikan alami yang dimilikinya mengagumkan untuk dipandang. Sepasang mata bulat jernih. Bagian putih tampak bening, bola mata hitam pekat membuat mata Ku seolah berkilat. Ini menambah pesona pada kecantikan raut wajahnya. Lalu mengapa dia berada seorang diri di lereng bukit itu? Apa benar hanya untuk menyaksikan keindahan alam yang terpampang di hadapannya? Terlalu berbahaya bagi seorang gadis sebelia dia berada seorang diri di tempat sunyi seperti itu. Karena sejak beberapa waktu belakangan im daerah itu merupakan salah satu tempat orang jahat seperti begal dan rampok berkeliaran. Sesekali si gadis memandang ke arah ujung jalan di sebelah selatan, sambit telinga dipasang. Agaknya ada yang tengah ditunggunya. Sayup-sayup di kejauhan tiba-tiba terdengar suara derap kaki-kaki kuda, sekali-sekali ditingkah suara binatang itu meringkik. Kalau saja tanah jalanan tidak berubah becek derap kaki kuda niscaya akan terdengar lebih keras. Diantara suara derap kaki kuda terdengar suara aneh berkepanjangan. Suara ini seperti sebuah benda yang bergerak menggeser tanah jalanan. Sepasang mata gadis berpakaian biru membesar tak berkesip. Dua alis hitam lengkung bergerak naik lalu mata itu menatap ke arah kiri lereng bukit. Pandangan ditukik ke bawah, ke arah jalanan tanah. Dari balik kerapatan pepohonan dia bisa melihat ada dua ekor kuda dipacu ke jurusan utara Gunung Gajah. "Aku bisa melihat dua ekor kuda dan penunggangnya. Tapi aku tidak bisa melihat benda yang mengeluarkan suara berkepanjangan. Apakah orang yang kutunggu sudah datang? Seharusnya ada penunggang kuda ke tiga." Gadis berpakaian biru membatin dalam hati. Lalu dia berdiri. Gerakannya anggun dan penuh kelembutan. Dari balik pakaiannya dia mengeluarkan satu kotak kayu kecil. Ketika dibuka isi kotak itu ternyata adalah berbagai alat untuk

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2010 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

184 - 191 + bonus wiro sablengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang