Musim Dingin 1872,
Keesokan harinya suara derap kaki kuda di halaman depan mansion terdengar bising memecah kesunyian dinginnya musim salju. Arabella bergegas bangkit dari duduknya kemudian mengintip dari balik gorden beludru tebal yang menghalangi pemandangan ke luar mansion. Setelah memastikan bahwa paardenkoets milik Lord Carlos telah berhenti di halaman, Arabella segera menyambut kedatangan suaminya di pintu depan mansion.
"My lord! Bagaimana kabar Anda?" Tanya Arabella setelah mereka semua telah masuk ke ruang tamu. Pelayan setia Lord Carlos, Zovich segera melepaskan mantel luar sang Duke lalu menyampirkannya di gantungan dekat pintu.
Senyum Lord Carlos semakin melebar melihat Arabella. Sembari menghampiri kursi di dekat perapian, Lord Carlos menggosok-gosokkan tangannya yang telah memerah karena kedinginan. "Sangat baik. Apalagi setelah bertemu denganmu," ujarnya dengan nada menggoda.
"Syukurlah kalau begitu," balas Arabella sembari menunduk berusaha menyembunyikan wajahnya yang telah merona. Mengapa dia sangat mudah digoda akhir-akhir ini? "Musim dingin kali ini benar-benar dahsyat. Beruntung my lord tidak terjebak badai salju ketika kembali ke rumah."
Lord Carlos mengangguk setuju setelah mengucapkan terimakasih kepada Madam Loo yang menuangkan teh hangat untuknya. "Sebenarnya urusanku di Volksraad telah selesai sejak kemarin sore, namun karena badai salju yang terus mengamuk sepanjang hari, oudere broer-mu, Marius, menyuruhku menginap saja di penginapan sebelah volksraad. Walaupun jaraknya kesini tidak terlalu jauh, tetapi aku tidak ingin mengambil resiko tersesat di tengah badai salju. Beruntunglah siang ini badai salju-nya berhenti sehingga aku bisa segera pulang."
"Sepertinya urusan Anda begitu penting di pemerintahan, my lord. Tidak ada masalah yang berarti yang menimpa Anda bukan?" Tanya Arabella cemas. "Aku juga baru tahu jika Marius sedang berada di Nederland. Biasanya ia menemani vader di Nederlandsch-Indie mengurus estat-estatnya disana terlebih ia tidak ingin meninggalkan Lady Dael setelah Lady Dael melahirkan. Jika oudere broer-ku kesini, berarti telah terjadi sesuatu yang besar, bukankah begitu, my lord?" Arabella mengakhiri hipotesisnya sambil menatap suaminya yang sedang menghirup teh barley-nya.
"Tidak. Tentu saja tidak. Namun terimakasih karena telah mengkhawatirkanku. Sebenarnya alasan Marius datang kesini adalah untuk membahas sidang terakhir tentang hukuman mati yang diusulkan oleh vadermu selaku Gubernur Jenderal Nederlandsch-Indie, my lady. Perkara ini dibekukan begitu saja karena terpotong oleh kasus penggelapan dana estat Pooters Makelaardij yang dilakukan oleh Marquess of Sala. Oleh karena itu, setelah kasus itu selesai, Marius datang kembali kesini untuk membuka kembali kasus hukuman mati bagi para inlander pemberontak itu. Selain itu aku juga harus membahas pencalonan diriku sebagai pengganti vadermu di Nederlandsch-Indie saat musim gugur tahun depan."
"Lalu Anda mengiyakannya, my lord?"
"Mengiyakkan apa, my love?" Balas Lord Carlos heran.
"Hukuman mati para inlander itu, Anda setuju?"
"Aku tidak peduli dengan hukuman mati itu, my lady. Bisa dibilang aku cenderung netral. Namun vadermu sepertinya bersikukuh untuk melakukan hukuman mati itu. Mengapa my lady? Apakah hal ini menarik minatmu?"
"Apakah Anda tidak kasihan dengan para inlander yang akan dihukum mati itu, my lord? Mereka juga manusia. Mereka berhak untuk hidup."
"Tetapi tetap saja mereka itu inlander, Arabella. Mereka adalah orang-orang jajahan dan sudah sepantasnya mereka menerima perlakuan itu. Lagipula jika mereka tidak memberontak, pastilah Earl of Lansberg tidak akan meminta persetujuan kepada para petinggi dewan untuk melaksanakan hukuman mati tersebut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chase The Bliss [Completed]
Fiksi Sejarah#1 from The Overseas Tetralogy Kejarlah kebahagiaanmu! Karena kaulah yang menentukan takdirmu sendiri.... Arabella Gualthérie Van Weezel, seorang Lady muda dari wangsa Weezel. Seorang noni muda Belanda. Trauma masa lalu menghantuinya ketika ia jatuh...