Caca saat ini sedang makan di kantin sendirian. Awalnya dia bersama Nadilla, tapi tiba-tiba Nadilla sakit perut dan ijin ke UKS. Dia juga tidak memperbolehkan Caca untuk menemaninya, entah kenapa.
"Caca bosen deh, nggak ada Nadilla." Caca mengaduk bakso yang ada dihadapannya.
"Hai." Sebuah suara mengagetkan Caca, hampir saja baksonya tumpah.
Caca menatap orang itu. Berniat ingin memarahinya. "Loh? Rian?" Caca terlihat kaget.
Rian hanya tersenyum. "Gue kira lo udah lupa sama gue, Ca." Rian mendudukkan dirinya dihadapan Caca.
"Nggak kok, Caca nggak mungkin lupa sama Rian." Caca tersenyum. "Tapi, maaf ya Rian? Caca nggak bisa pulang bareng waktu itu sama Rian." Wajahnya jadi memelas.
"Nggak apa-apa kok, Ca. Nggak usah diungkit lagi, santai aja." Rian terlihat sangat gemas dengan Caca saat ini, andai saja gadis yang di hadapan nya ini kekeasihnya, sudah ia cubit kedua pipi gadis itu.
"Rian?" Caca melambaikan tangannya didepan wajah Rian. Setelahnya, Rian sadar dari lamunannya itu. "Maaf, Ca." Ucap Rian.
Caca hanya tersenyum. "Rian kelas berapa emang? Kok Caca baru tau kalo Rian sekolah di sini?"
Pertanyaan Caca membuat Rian tak percaya kalau gadis ini adalah murid di SMA ini. Pasalnya, mana mungkin satu sekolahan tidak tau Rian? Tapi kali ini, Caca benar-benar membuat Rian gemas sekali.
"Lo seriusan nggak tau gue, Ca?"
Caca menggeleng. "Caca aja baru tau sama Rian waktu Rian mau ngajak Caca pulang."
Rian menarik napasnya. "Oke, gue Rian Baskara kelas XII IPS 1." Rian tersenyum.
Caca membulatkan kedua matanya. "Jadi? Rian ini kakak kelas? Aduh, maaf ya Kak Rian? Caca nggak tau, maaf banget. Soalnya Caca udah manggil nama sama Kak Rian." Caca menunduk.
Rian tersenyum, kemudian mengelus rambut Caca. "Nggak apa-apa kok, Ca."
Caca mendongakkan kepalanya, terkejut atas tindakan Rian barusan. Rian yang sadar pun segera menyudahi aktivitasnya. "Maaf, Ca." Rian terlihat canggung.
Caca menggeleng, tentunya dengan senyum manisnya. "Nggak masalah, kak. Caca nggak marah."
Keduanya saling menatap sambil tersenyum satu sama lain. Tanpa mereka tau, ada sepasang mata yang melihat mereka dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
Kring
Waktu istirahat telah berakhir. Kini saatnya memulai pelajaran lagi, "Gue anterin ke kelas, mau?" Tawar Rian.
"Nggak usah, kak. Caca bisa sendiri." Caca tersenyum.
"Ya udah, gue ke kelas dulu." Rian pergi dari tempat ini.
Caca menghela napas panjang. "Lebih baik, Caca nyusul Nadilla aja. Nggak apa-apa kalau Nadilla marah, hehe..."
Caca akhirnya juga ikut pergi meninggalkan kantin.
*****
Pintu UKS terkunci.
Caca bingung, mengapa pintu UKS terkunci? Apa Nadilla sudah pergi ke kelas? Kenapa tak bilang sama Caca?
"Kok Nadilla nggak ngabarin Caca, sih?"
"Hei, kenapa masih di sini?"
Caca menoleh,
Itu Darkan, lebih lengkapnya Kelvino Darkan. Ketua osis di SMA ini. "Eh, ini Caca bingung kenapa pintunya di kunci? Padahal kan tadi temen Caca ada dalem. Katanya sakit perut." Jelas Caca.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB
Teen Fiction"Aku hanya minta satu. Tolong hargai perasaanku, apa itu terlalu sulit?" Cantika Lavina. Dia menyukai seorang laki-laki di sekolahnya yang terkenal dingin, cuek dan tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Apa Cantika mampu mempertahankan perasaann...