Haloha, gimana chapter sebelumnya?
Semoga suka. Di chapter kali ini semoga kalian makin suka.
Happy reading ❤️"Permisi saya mau mencari Nakula" Sahadewa mengetuk pelan pintu kelas Nakula sembari melirik mencari keberadaan kakaknya.
"Naku, Lo dicariin!" Panggil teman Nakula, "siapa yang nyari?" Sahut Nakula dari belakang. "Sahadewa Adek Lo!"
Nakula berjalan menemui adiknya, kelasnya sedang freeclass jadi sedikit riuh. "Kenapa De?" Tanya Nakula saat sudah dihadapan adiknya. "La, gue denger Lo sempet nyembur Jian Hanalu. Ngapain Lo bikin ulah lagi!" Sahadewa marah dengan kembarannya satu ini, sangat bebal.
"Hehehe, dianya yang duluan Jian banyak bacot sih. Makanya gue sembur" kekeh Nakula. "Lo ini, gak sayang mama sama papa ya. Lo udah hampir penuh point dibuku saku, dan bentar lagi pemanggilan orang tua. Lo gimana sih!" Bentak Sahadewa marah.
"Iya janji gue gak gitu lagi!" Ucap Nakula sambil membuang muka "Lo janji terus, setidaknya Lo bisa meningkatkan prestasi Lo. Bukannya makin bebal, bisa gak sih Lo jadi contoh yang baik buat gue!"
Nakula memandang kosong wajah adiknya, ucapan adiknya cukup menyakiti perasaannya.
"Bukannya gue yang jadi contoh buat Lo, bisa gak kalo ada masalah di BK jangan nama gue dipanggil. Harusnya Lo bisa selesaikan masalah Lo sendiri!" Sahadewa kembali membentak sang kakak. Sesaat setelah itu ia berbalik badan dan pergi.
"Sakit De" guam Nakula dan kembali ke kelas.
"Nakula giliran Lo yang mukul Radit!" Pekik Nica. "Oh ya, Radit sini ya!" Ucap Nakula senang dan kembali ke kegiatannya seolah-olah tak terjadi apa-apa.
•••
"Nakula, yangbeb Lo" pekik Belta saat melihat sosok laki-laki datang ke arah Nakula yang sedang berdiri diluar kelas.
"Naku" panggil lelaki itu pelan, "iya kenapa Satya?" Gurau Nakula dan yang Satya mencebikkan bibirnya.
"Naku, gue ke kelas ya. Serasa jadi nyamuk" Belta masuk ke kelas dan masih sempat mencolek pinggang Nakula.
"Nanti ke toko buku, mau?" Tanya Satya "beli apa?" Nakula berbalik bertanya. "Mau beli novel, sekalian untuk jurnalis, buat resensi novel"
"Yaudah, Naku ikut. Berarti sama Sade juga?" Nakula menebak jika ada keperluan tentang jurnalis Sahadewa pasti ikut. "Iya dia ikut kan dia wakilku di jurnalis" Dan Nakula hanya mengangguk paham.
"Bertiga aja?" Nakula menatap lekat kekasihnya itu. "Kasihan kalo bertiga aja, si Sade nanti jadi nyamuk" kekeh Nakula. "Nggak nanti ngajak Denis sama Puspa kok" Satya mengacak pelan rambut Nakula dan Nakula menggerutu.
"Jangan diacakain rambutku!"
"Itu aja ya aku tinggal ke kelas" pamit Satya dan Nakula melambaikan tangannya kearah Satya. "Eh nantinya itu jam berapa?" Guam Nakula sasaat setelah Satya masuk kelas. "Cari Satya dulu!" Dan Nakula berjalan cepat menuju kelas XI IPS 2.
Dan untungnya Satya masih berdiri di depan papan tulis, segera saja Nakula memanggilnya. "Satya, nanti jam berapa?" Tanya Nakula dengan cepat, melihat Nakula yang datang Satya berjalan kembali ke arah Nakula.
"Pulang sekolah, sana balik kelas. Nanti ada guru" titah Satya dan diikuti senyuman manis dari Nakula. Dan Nakula beranjak dari kelas Satya.
•••
"Lo mau beli apaan Sat?" Tanya Denis. "Gue mau beli novel, kalian cari buku yang bakal di resensi" Satya menunjuk rak rak buku yang berjejer rapi di sebelah Denis dan Puspa.
"Terus Nakula ngapain diajak?" Pertanyaan dari Sahadewa membuat Puspa menautkan kedua alisnya. "Iya siapa tau dia mau beli sesuatu, kan dia suka komik sama novel" jawab Satya.
"Ooohh" dan Sahadewa kembali memilih novel.
"Wah ni novel bagus ya, judulnya Next Door. Covernya kurang meriah sih. Tapi coba gue baca sinopsisnya. Sama gue baca salah satu contoh, kalau bagus gue beli!" Nakula asik bercakap-cakap sendirinya dan tak sadar saat Puspa mendekati dirinya.
"Woi!"
"Aduh!" Kedatangan Puspa membuat Nakula terkejut dan setelahnya tersenyum ramah. Puspa menatap teliti Nakula dari rambut sampai kaki, satu kata di benak Puspa. Berantakan.
"Kenapa ya?" Tanya Nakula canggung. "Lo berantakan" jawab Puspa santai dan Nakula memasang wajah kesalnya.
"Iya tahu yang rapi!" Ketus Nakula. "Lo cari novel apa?" Puspa membuka obrolan "maunya baca yang ini, tapi baca sinopsisnya dulu deh" Nakula menunjukkan novel di tangannya.
"Coba kasih gue baca dulu" Puspa merampas novel itu dari Nakula dan serius membaca sinopsis novel itu.
"Em, bagus. Sinopsisnya belum menggambarkan jelas tentang ceritanya, coba gue baca chapter terakhir" Puspa sibuk membaca novel itu dan Nakula? Ia hanya memasang wajah bodohnya di samping Puspa.
"Lo beli ini deh, alurnya gak kayak novel lainnya. Lebih ke aksi" saran Puspa sesaat setelah membaca novel itu.
"Okey!" Nakula berucap senang dan mengambil novel yang sama namun yang masih terbungkus rapi.
"Kalian semua udah dapet buku?" Tanya Satya dan dijawab anggukkan oleh semuanya termasuk Nakula yang tak paham apa.
"Rencananya kita mau resensi buku novel ini bareng-bareng, biar lebih tau jika ada kekurangan dan lanjut juga ke proyek jurnalis bulan mendatang. Jadi gimana setuju?" Satya menyapukan pandangannya ke semua teman-teman.
"Gimana?" Tanyanya sekali lagi.
"Okey gue setuju" ucap Sahadewa, "gue setuju juga" balas Denis "gue ngikut" jawab Puspa cuek.
"Iya kita bakal resensi novel bareng dan sekarang, lanjut beli bahan proyek. Sade, Lo udah bawa kan catatannya?" Satya melirik Sahadewa.
"Udah, nih di tas" jawab Sahadewa.
"Ya udah yuk, lanjut keliling nyari bahan. Kalau sudah nanti kita sekalian bayar bareng novelnya di kasir" usul Denis dan disetujui oleh Satya.
"Yok lah" Puspa melangkah lebih awal.
"Tapi dimana mau ngerjain dan kapan?" Tanya Nakula dengan logis dan membuat Puspa berbalik badan.
"Di rumah gue ya!" Sahadewa langsung memegang pergelangan tangan Satya dan membuat Nakula kaget.
"Ya sudah di rumah Lo, besok pulang sekolah" ucap Satya dan setelahnya berjalan mencari bahan dan diikuti Denis, Sahadewa dan Puspa.
Nakula masih mematung di tempatnya, sampai pada akhirnya dia sadar saat sudah tertinggal jauh.
Okey, itu untuk chapter 2. Terimakasih sudah membaca jangan lupa vote dan komentar. Sarannya juga.
Sekali lagi terimakasih.
Bubbyee Lil bye❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakula
Teen FictionHiatus sebentar ya💌 Nakula, hidupnya bisa dibilang sedikit lebih berantakan dari pada saudaranya Sahadewa. Ia berbanding terbalik dengan adiknya, dia merasa bosan jika dibandingkan dengan adiknya. Segala hal selalu ada pada adiknya, keberuntungan...