Siang ini setelah jam pelajaran usai, Alena pergi ke toko buku untuk mencari buku yang direferensikan oleh dosennya. Alena sengaja pergi sendiri karena dia Amanda dan Abigail tak ingin menemaninya, bisa ditebak jika keduanya sangat benci dengan tumpukan buku yang akan membuat perut mereka mual.
Alena mengayunkan langkahnya terburu-buru ke halte bus. Ia merogoh Oyster card dari dalam tasnya yang berantakan. Oyster card adalah sebuah kartu pintar berwarna biru berbahan plastik yang sangat popular di London untuk melakukan pembayaran elektronik dalam sistem transportasi.
*Lebih mirip e-money gitu sih.
Oh, tentu saja sulit menemukan benda tipis itu ditengah himpitan benda lain. Dahinya berkerut saat berusaha meraih kartu yang tak kunjung ia dapatkan.
Sreettt!
Akhirnya kartu itu berada didalam genggamannya.
20 menit kemudian, Alena telah sampai di toko buku. Alena bertanya pada salah satu karyawan toko yang berujung pada tempatnya berdiri saat ini. Ia dihadapkan pada setumpuk buku tebal yang berjejer rapi pada rak berwarna coklat itu.
Terlihat telunjuknya menyapu buku itu satu persatu sambil merapalkan nama buku yang ia cari. "Alhamdulillah ketemu" ucapnya ketika menemukan buku yang ia cari.
Saat ia sedang berjalan, tiba-tiba langkahnya terhenti oleh sebuah desiran dari miss V nya. Ada sebuah perasaan khawatir sehingga ia menghentikan langkahnya. Ia berusaha menyangkal jika yang keluar barusan adalah keputihan saja lalu melanjutkan kembali langkahnya.
Sssrrrrrr.
Ia kembali menghentikan langkahnya dan bersandar pada ujung rak buku. Kali ini ia yakin jika yang keluar barusan adalah darah haid-nya.
"Oh My God!!! Mana aku lupa bawa softex lagi" kata Alena sambil memejamkan mata.
Alena segera mempercepat langkahnya menuju kasir namun semakin cepat ia berjalan semakin deras darah yang keluar dari miss V nya.
"Maaf nona, nampaknya anda sedang tidak baik-baik saja" tanya Maliq.
Alena hanya melemparkan senyum basa basi lalu mencoba kembali berjalan melewati Maliq.
"Nona bisakah kau berhenti" kata Maliq dengan nada memaksa.
Beberapa detik kemudian, Maliq terlihat melepas jas hitamnya lalu memberikannya pada Alena.
Alena memicingkan matanya pada lelaki asing yang ada dihadapannya. Mengapa lelaki itu memberikan jasnya?? Alena hanya bungkam sambil menahan desiran darah yang mungkin kini telah menembus celana dan baju yang menutupi pinggulnya.
"Mungkin kau harus menutupi bagian belakangmu dengan ini" kata Maliq sambil menyodorkan jasnya lagi lalu dia sedikit berbisik di telinga Alena.
"Aku bisa melihat warna merah itu dengan jelas" imbuhnya.
Wajah Alena langsung merah madam di depan lelaki yang baru ditemuinya itu, dengan terpaksa Alena mengambil jas itu lalu mengikatkannya di pinggang untuk menutupi darah tercetak dicelananya.
"Bisa berikan alamatmu mr. aku akan mengembalikannya setelah aku cuci" kata Alena dengan malu-malu
"Kau bisa membuangnya jika sudah tak kau perlukan" ucapnya sombong.
"Apakah kau jijik mr. .... ???" tanya Alena sambil mendongakkan wajahnya.
"Call me Maliq " kata Maliq sambil membungkukkan badannya.
"Aku akan membelikan yang baru untukmu walaupun harganya tak semahal jas yang ini" kata Alena memberikan penawaran.
Maliq mengernyitkan matanya, nampaknya dia sedang memutar otak untuk mencari kompensasi dari jas mahalnya.
"Bisakah aku meminta yang lain untuk menggantinya??" tanya Maliq mendelik.
" In Syaa Allah " kata Alena.
Setelah perundingan itu Alena memberikan nomor teleponnya. Alena tak ingin berhutang budi karena telah menyelamatkan wajahnya dari kemaluan. Alena berjanji akan menuruti permintaan Maliq asalkan masih dalam batas kewajaran.
Saat didalam mobil Maliq tersenyum sambil memikirkan cara untuk bertemu lagi dengannya. Ia akan memberikan cara yang biasa ia pakai untuk menaklukkan para wanita wanita yang selama ini mengejarnya. Maliq sangat menyukai mata Alena, mata berwarna coklat itu terasa menyejukkan hati. Dia pun tak mengerti dengan yang ia rasakan saat ini, nampaknya ia terobsesi untuk menaklukkan wanita berhijab itu.
Maliq's POV
"Jeremy, wanita itu sangat lucu. Aku rasa aku mulai menyukainya" kata Maliq sembari tersenyum.
Jeremy melihat majikannya tersenyum walaupun senyum itu terlihat tipis, namun ia tetap merasa bahagia. Sudah sejak lama ia menjadi pelayan Maliq, belum pernah ia meliat senyum tulus itu. Dan semua itu karena Alena.
.
.
.
Malem ini cukup segini dulu ya, besok dilanjut lagi.
Makasih uda meluangkan waktu buat baca.
Post - 23 Desember 2018.
Revisi - 13 Juni 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum My Beloved (Revisi)
Romantizm"Don't touch me! we're not muhrim!" bentak Alena. "Oke, I'll get you my muhrim!" kata Maliq dengan tegas. Awalnya Maliq menyukai Alena karena karakternya yang berbeda namun seiring dengan penolakan yang Alena tunjukkan membuat Maliq terobsesi untu...