BAB 19

7K 381 1
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

________________________________

"Jangan angkat itu, Anan!" teriak Nadya saat matanya tak sengaja melihat Anan sedikit mengangkat kursi di ruang makan.

Anan menghela napasnya. Ini sudah kesekian kali ibunya berteriak, melarangnya melakukan ini itu. "Aku hanya menggesernya, ibu." balasnya.

"Kau tadi mengangkatnya." balas Nadya seraya menghampiri Anan. "Apa sangat sulit untukmu diam tidak melakukan apapun?"

"Aku bosan ibu. Aku juga ingin membantu, masa daritadi hanya ibu dan mom yang sibuk memasak?" protes Anan.

"Kau sedang hamil, jadi turuti saja perkataan ibu." timpal Cathy yang datang dari arah dapur dengan membawa piring di tangannya.

Anan cemberut, "Tapi aku bosan." rajuknya.

"Turuti saja." balas Cathy dan Nadya bersamaan. Lalu mereka tertawa lepas.

Anan semakin cemberut. Apa semua ibu hamil seperti ini? Tidak boleh melakukan ini, itu, segala hal dilarang untuk dilakukan. Bahkan menggeser kursi pun tidak boleh.Lalu apa yang harus dilakukannya? Dia sangat bosan saat ini. Andai saja Rayyan berada di rumah, pasti dia yang akan menghilangkan rasa bosannya.

Hari ini adalah hari pertama Rayyan bekerja setelah satu minggu meliburkan diri. Sehingga dia meminta Cathy dan Nadya untuk menjaga Anan agar tidak bosan karena kesepian. Dan sekarang, Anan malah merasa bosan karena tidak ada kegiatan. Dia berharap Rayyan cepat pulang, tiba-tiba saja dia sangat merindukan Rayyan berada di sampingnya. Dia ingin memeluk suaminya itu dan bermanja-manja pada dirinya.

Mereka baru saja seminggu pulang ke Indonesia setelah memperpanjang tinggalnya di Paris selama sebulan. Dokter melarangnya untuk kembali ke Indonesia karena kondisi kandungannya yang lemah saat itu. Luka tusukan yang pernah dialaminya ternyata memberi efek samping pada kandungannya, sehingga dia dan Rayyan harus menunggu satu bulan untuk kembali ke Indonesia.

Anan melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul tujuh malam. Hatinya langsung bersorak gembira karena berarti Rayyan akan pulang sebentar lagi. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan suaminya. Baru dia memikirkan Rayyan, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Pasti itu suara mobil Rayyan.

Anan segera bangkit berdiri, berjalan cepat menuju pintu utama. "Anan, hati-hati jalannya." teriak Nadya untuk kesekian kalinya.

Anan tak menghiraukan teriakan ibunya, dia terus berjalan cepat menuju pintu berniat membukanya. Ketika sampai di depan pintu, tiba-tiba pintu tersebut terbuka lebih dulu. Sehingga tanpa sengaja tubuh Anan terdorong ke belakang tanpa kendali.

"Assal-astagfirullah." Rayyan segera menangkap tubuh Anan yang hampir terjatuh ke belakang. Telat sedikit saja dia menangkap tubuh Anan, Anan pasti akan jatuh ke lantai dengan keras. Dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Kenapa kau diam disitu?" Rayyan menatap Anan terkejut, hingga tidak sadar dia meninggikan suaranya. "Kau tahu tadi itu bahaya?"

Muncul Edward dan Nasri dari balik pintu, "Astagfirullah, ada apa ini?" tanya Nasri terkejut.

Anan melepaskan dirinya dari pelukan Rayyan. "Aku hanya ingin membukakan pintu." katanya membela diri.

"Disini banyak pelayan, Anan. Jika tadi kau terjatuh bagaimana?" bentak Rayyan, tidak tahu jika perkataannya membuat Anan sakit hati.

"Kenapa kau membentakku?" tanya Anan lirih. Kenapa Rayyan harus membentaknya disini? Di depan kedua ayahnya. "Aku membencimu." ucap Anan seraya pergi menuju kamarnya.

Light in The Darkness - #1  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang