🦅
Ada beberapa hal yang Elang benci di dunia. Dan semalam ada satu hal yang baru saja masuk ke dalam daftarnya. Yang pertama adalah orang tua, Elang membenci orang tuanya. Sejak lulus smp, Elang meminta untuk tinggal sendirian di apartemen karena setiap dia pulang ke rumah pasti akan hanya ditemani oleh beberapa asisten rumah tangga. Dan Elang tidak suka itu. Dari pada demikian Elang lebih suka kalau punya rumah sendiri.
Di mana dia bisa menyimpan privasinya tanpa harus dipedulikan oleh asisten rumah tangganya yang berjumlah belasan.
Selain orang tuanya, Elang juga membenci seorang gadis matre. Contohnya Kalina, mantan pacarnya. Parasnya oke, body-nya juga oke, tetapi sifatnya yang mata duitan itu yang enggak oke menurut Elang. Wajar kalau perempuan suka uang, namun kalau berlebihan juga tidak pantas dilihat. Seperti seorang gadis remaja yang rela menikahi laki-laki yang jauh lebih tua darinya hanya demi mendapatkan hartanya.
Lalu yang ketiga, Elang membenci gadis semalam. Gadis yang merusak rencananya karena tidak mau memberitahu di mana gadis cantik yang dia incar berada. Padahal Elang sudah memohon agar diberitahu, tetapi dengan gaya angkuhnya gadis itu menolak. Tidak ingin berkelit lebih lama, akhirnya Elang keluar dari tempat itu dan kembali ke apartemen. Sebenarnya ada sebuah pilihan yang memberikan Elang keuntungan, tapi sepertinya pilihan itu tidak terpikirkan oleh Elang, yaitu dengan memberikan sejumlah uang untuk membuat gadis itu bicara.
"Bego banget, kalo pake uang kan semua urusan beres," caci laki-laki itu saat sedang menatap pantulan dirinya dari cermin di kamar mandi.
Setelah puas, Elang melanjutkan rutinitasnya lalu bersiap untuk berangkat sekolah.
Tidak separah biasanya yang bisa datang saat bel pelajaran kedua berbunyi, hari ini Elang datang semenit sebelum gerbang sekolahnya ditutup. Akhirnya untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak terlambat datang sekolah.
"Woy, bro!" Bara memukul punggung temannya itu bersemangat. "Ada anak baru di kelas kita!"
Elang hanya menyahut datar. "Oh," lalu duduk di bangkunya dengan lusuh.
"Cewek, bro. Lo nggak tertarik?" Masih dengan semangat berkobar Bara berucap.
"Nope, thanks."
"Ya udah, awas aja ya lo. Pokoknya kalo cantik punya gue."
Elang mengangguk tidak peduli. Laki-laki itu hanya fokus untuk terus menge-scroll layar ponselnya yang menampilkan timeline Kalina, mantan pacarnya. Bukannya gagal move on, Elang hanya kepo dengan apa yang belakangan ini dilakukan oleh gadis seperti itu. Gadis yang hobinya meminta uang untuk belanja kebutuhan sehari-harinya dengan rakus dan tanpa tahu malu. Meski begitu masih saja ada banyak laki-laki buaya yang menggodanya.
Tidak lama setelah menutup aplikasi di ponselnya, wali kelasnya, Bu Andini, masuk bersama dengan seorang gadis berwajah asing di belakangnya.
"Assalamu'alaikum, anak-anak," sapa guru itu.
Dan semua siswa menjawabnya serempak. "Wa'alaikumsalam, bu..."
"Nah, hari ini langsung saja ya, ayo, perkenalkan nama kamu." Bu Andini menyuruh gadis di sebelahnya.
"Gue-" ucapan gadis itu terhenti.
Tepat saat salah seorang siswa dengan rambut berantakan menunjuk dirinya dari bangku belakang.
Wajahnya benar-benar familiar, sepertinya gadis itu tahu siapa laki-laki yang menunjuknya.
"Ada apa?" tanya Bu Andini belum mengerti.
Gadis itu menggeleng, "Oh, e-enggak, bu."
"Gue Excel, pindahan dari SMA 02 Bhakti, tepatnya di sebelah sekolahan ini," lanjut gadis itu berusaha untuk tidak melihat laki-laki di belakang yang masih menatapnya heran.
"Gue harap kita bisa berteman baik."
"Baiklah Excel, kamu boleh duduk di sana," ucap Bu Andini sambil menunjuk bangku di sebelah Elang.
Excel mendengus panjang. "Baik, bu."
Banyak anak yang memandangi Excel menuju bangkunya. Bangku yang sudah hampir dua tahun tidak ada yang menempati karena dianggap angker oleh sebagian besar anak. Meski hanya mitos, tetapi banyak dari mereka percaya bahwa bangku itu akan memberikan nasib buruk pada siapapun yang duduk di sana.
Setelah duduk, tatapan tajam Elang langsung membuat Excel geram.
"Apa, sih!" ucap gadis itu marah.
"Elo yang apa, sih! Kenapa pindah? Duduk sebelah gue lagi!" protes Elang sambil berbisik, tidak ingin suaranya terdengar oleh Bu Andini yang hobi melempar penghapus papan.
"Kalo bukan Bu An yang nyuruh mana gue mau!" balas Excel ikut-ikutan berbisik.
Elang memasang wajah datarnya, tidak menjawab ucapan gadis di sebelahnya dan berusaha fokus pada rumus-rumus kimia di papan. Walau sebenarnya pikiran laki-laki itu mengambang ke mana-mana. Diam-diam Bara menatap Elang dari bangku depan.
Saat kedua manik mereka bertemu, Bara menunjuk kedua matanya dengan dua jari, lalu membalikkannya ke arah Elang. Yang memiliki arti bahwa dirinya sedang mengawasi laki-laki itu. Elang mengendikkan bahu tak peduli. Kedua bola matanya juga memutar malas tidak tertarik.
🦅🦅
Saat jam istirahat Bara segera menghampiri Elang di bangkunya.
"Lo kenal sama Excel?" tanyanya saat gadis yang dimaksud sedang ada urusan di Ruang Guru.
Elang menggeleng, "Gue nggak kenal, gue cuma nggak sengaja ketemu sama dia."
"Oh ya? Kok lo nggak cerita kalo pernah ketemu cewek cantik kayak dia?"
"Hadeh," keluh Elang. "Cantik your eyes! Cewek kucel kayak dia lo bilang cantik? Mana dari SMA sebelah lagi!"
"Don't mind where she comes from. She is still that gorgeous for me." Bara mengakhiri percakapannya dengan Elang secara sepihak lalu kembali ke bangkunya untuk mencatat sesuatu.
"Minus lo nambah kali, Bar!"
Mendengarnya Bara langsung mengacungkan jari tengahnya ke Elang tanpa menoleh.
Ting!
Elang bergegas membuka pesan yang barusan masuk.
Darren : pulsek bisa kumpul?
Sebuah senyuman menyeringai mengembang di bibir Elang. Kalau Darren menghubunginya pasti berkaitan dengan tawuran melawan SMA sebelah, SMA 02 Bhakti.
Padahal SMA mereka itu bisa dibilang satu kepala sekolah. SMA 01 Bhakti dan SMA 02 Bhakti, tetapi banyak alasan mereka untuk membenci satu sama lain. Di mana SMA 01 selalu menjadi primadona dalam bidang akademis dan SMA 02 primadona dalam bidang non-akademis. Selain itu, kedua murid dari sekolah itu tak jarang unjuk kekuatan dengan melakukan tawuran rutin yang diselenggarakan setiap setahun sekali. Atau mungkin ada tawuran dadakan yang dilakukan karena ada salah satu dari mereka menyulut emosi yang lain.
Sudah tiga kali Elang mengikuti acara tawuran tersebut dan selalu berhasil lolos karena menyogok aparat polisi. Berbeda halnya dengan kasus alkohol karena dirinya jatuh pingsan dan tak bisa menyogok aparat sebelum memberitahu pihak sekolah. Meski baru duduk di bangku kelas dua SMA, setidaknya Elang sudah membuat lima belas orang lawannya babak belur. Dan nama laki-laki itu juga mulai dikenal di sekolah sebelah.
Tanpa berlama-lama Elang langsung membalas pesan Darren.
Angel : siap, gue langsung ke tkp.
🦅🦅🦅
Bagian kali ini lebih dikit dari bagian biasanya, tapi semoga kalian tetap suka ya ^^
Enjoyyyyy!
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank you, Ex
Teen FictionNama gue Elang Adiwijaya. Lo bisa panggil El, atau Lang, intinya bukan Adi ataupun Wijaya. Yang jelas gue bukan cowok baik-baik. Bukan juga Bad Boy. Karena menurut gue julukan Bad Boy itu cuma buat bocah. Dan gue bukan bocah. Gue remaja 16 tahun. Hi...