6. Belum rampung

63 5 0
                                    

Sekiranya aku sudah beberapa hari di New York, mencari dirimu, mendengar kabar tentangmu. Deya mengunjukan banyak tentangmu, mencari nomor mu yang masih aktif namun tak kamu angkat, aku putuskan esok aku akan menjalani seperti biasanya di Jakarta, dan tanpa henti menunggumu, benua.

 🌯

"kenapa kemaren gamasuk? chat gue kenapa ga lo bales?" tanya adin saat aku datang, meletakan tas ku langsung dimeja. Aku tanya menoleh ke arah adin, sedikit tertawa dan pastinya adin tau mengapa, kenapa harus bertanya?
"gue gak lagi mau
qil, ini bukan lo yang dulu" lanjutnya, aku menatap adin heran
"nilai ekonomi lo, yang selalu dibanggain sama bu fia, absen lo yang gapernah gakelewat, lo yang selalu kerjain pr lo"
"din"
"please qil lo berubah"
"lo mau nyalahin ical kan?"
"terserah lo lah, gue males debat"

Sejak saat itu, adin pindah duduk bersama elen, teman sekelasku. Sangat disayangkan, saat itu aku tak ada rasa menyesal sedikitpun, adin yang ku kenal lebih dari 5 tahun dan baru pertama kali terjadi aku hanya biasa saja. Ical, kamu racun

Semua aku lakukan sendiri, saat aku lihat adin menghampiri ska terlebih dahulu di balkon depan kelas ska, dan mungkin adin sudah menceritakan semua pada ska. Untungnya ada ical yang menemaniku lewat sosial media, aku merasa aku punya dunia ku sendiri tak perlu bersama manusia menyebalkan.

"ska" panggilku, ska membeli minuman kesukaannya, ska menoleh dengan membenarkan kacamatanya
"bisa bantuin gue ga?" lanjutku
"ngapain?"
"kerjain pr ekonomi sama sejarah wajib gue ska, tolong dong bu fia udah marah marah gara gara gue telat belom ngasih" aku sedikit memelas
"iya" kata ska, aku langsung tergirang saat itu.

Tak ada yang ingin, terkecuali dialah orang yang terpenting di dunia kita, tak ingin melihatnya bersedih hati lalu terpuruk, itu ska. Aku yang masih saja mementingkan ego ku karena aku tau saat itu kamu baik baik saja, memang aku tak punya perasaan ska.

"nih" aku menuju kelas ska membawa semua buku pr ku, bel pulang
"aqila" panggil seorang cowo dari arah pintu kelas
"sorri ya ska, gue harus pergi. dah ya makasih" aku langsung meninggalkan ska lalu menghampiri ical
"qil, lo berubah" ucap ska pelan

Aku tak tau, kalau ska pulang larut untuk mengerjakan pekerjaan rumahku dikelas, ia tak ingin nanti karena kalau sudah dirumah ia akan bersama dengan gamenya. Entahlah aku anggap dia apa pada saat itu, masih seorang teman, hanya teman, tak lebih dari kata teman, bahkan untuk sahabat aku tak memikirkan hal itu. Bagaimana adin, hatiku mati rasa untuk berteman, yang aku tau hanyalah cinta yang diberi pria tampan nan bad yang aku pun sangat tergila hingga rapuh.

Berbulan, ical masih baik padaku, aku tak tau kabar tentang ska, setiap ska mengunjungi rumah ku aku selalu mengabaikan dan asik berbincang melalui telfon dengan ical. Adin, pertemananku tak kunjung membaik, adin yang sekarang memilih bersama elen, dan mengumbar kedekatan bersama elen.

Pada saat itu, aku menemukan hal yang aku banggakan, habis dikeroyoki siswa sekolah menengah yang lain, ical babak belur pada tengah malam, dan yesa, teman ical menghubungku

"hallo ska, bisa anterin gue gak?" aku menelfon ska tepat jam 1 malam, aku tak izin mami untuk keluar menemui ical
"ska, makasih ya" kataku dan ska terdiam
"kenapa? ko gapulang?" kataku melihatnya hening
"gue gamungkin tinggalin lo, tengah malem, diluar, sama orang asing" ucap ska, aku langsung mendekati ska
"sampe kapan sih ska lo setuju sama ical? temen temennya orang baik, gue masih hargain pendapat lo tapi lama lama gue gabisa kayak gini" jawabku dengan nada agak tinggi
"hari hari gue kelabu qil, baru pertama kalinya lo keluar malem banget gak izin sama mami, jarang masuk sekolah" ucap ska dengan rasa ingin kesal
"karna gue sayang sama ical, ska"

Saat itu, mataku dibutakan. Aku tak melihat bahwa air dari matamu yang indah itu mengeluarkan sedikit air kepedihan dari mulutku yang pantas untuk dihajar. Aku berlari meninggalkan ska. Namun aku salah, ical bersama yang lain rupanya, aku tak ingin terdiam langsung aku menghampiri ical saat itu juga.

"makasih ya qil" 3 kata itu, dengan balutan kain kasa dikepala ical, memegang lembut tangan perempuan disampingnya
"maksud kamu apa cal?"
"ini tiara, aku udah jelasin semua sama tiara, maaf ya qil"

Ical menjelaskan suatu hal yang sulit aku pahami bahkan aku terima. Aku hanya pemeran pembantu disaat sang pangeran menunggu kedatangan pemeran utamanya dari singgahsana, aku dihujani sakit hati yang amat rusak, hidupku hanya sekedar hitam putih tak ada warna lain didalamnya, meminta sedikit waktu untuk menyesal namun rasanya menyesal untuk selamanya.

"terus kamu minta maaf sama adin?" tanya deya
"berjuta kali, namun kayaknya adin punya alasan kenapa gamau maafin gue"
"ya mungkin udah biasa, tapi ga sedeket dulu dey" lanjutku
"kalau benua?"

Dan aku tersenyum

  🌯

"ska" aku yang menangis tersedak dipelukan ska, malam itu seperti semua benda tajam dalam diriku
"ical mutusin gue" lanjutku, ska melepas pelukanku dari ska dan yang aku jumpai hanya senyuman
"gitu dong" jawabnya dengan membenarkan kacamatanya
"jadi aqila yang gue kenal lagi dong"
"emang gue seberubah itu ya?" tanyaku
"sini" ska mencoba meraih pundakku
"gue kangen lo yang dulu"
"gue kangen nungguin lo kalo lo lama"
"gue kangen hp gue diambil pas gue lagi nge game"
"gue kangen lo yang selalu laper"
"gue kangen makan kebab sama coklat panas" ucap ska
"skaaaa" aku merintis perlahan memeluk ska dengan erat, senyaman ini hal yang merindukanku

Aku dan ska kembali seperti biasa, seolah wajah ical perlahan menghilang. Untung saja Tuhan menghadirkan dia beda sekolah denganku, aku masih tetap membujuk adin untuk memaafkanku dan bertingkah tak asing seperti dulu, namun rupanya itu hal yang menjadi tantangan untukku setiap harinya.

"gimana yaa ska bujuk adin" ska meniup coklat panasnya dan aku hanya memandangi kebab ditanganku dan ska hanya tersenyum merasa punya ide yang cemerlang.
"adin suka sama kan ska, ayolah biar dia bisa baikan sama gue" kataku, ska memandangku sinis
"lo masih ganyadar juga qil?" ucapnya
"hah? ganyadar apa?"
"gak gak gapapa"
"gue gamau nantinya nyakitin temen lo" katanya yang tak pernah menyebut nama satu cewe pun selain namaku, gosipnya

"kenapasih ska? lo udah lama kesepian gitu tanpa hadirnya sang pelangi, kenapa gak? adin cantik dan lo kenal baik sama dia" jelasku mengambil hati ska perlahan
"gue udah nemu pelangi gue ko" katanya
"aah cie siapa?! ko lo gakasih tau gue sih?" aku mendekati ska kepo
"tapi keindahannya bukan buat gue doang, gue salah satu penikmatnya doang" kata ska sembari tertawa
"kejar terus ska" aku memegang tangan ska seperti mengepal tangannya, ska menatapku.

sekiranya, hampir.  [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang