Untitled Part 1

85 0 0
                                    

Lamunanku terbuyarkan oleh percikan minyak goreng didepan, segera kubergegas dengan sigap mengingat bahwa ikan tak berdaya didepanku sudah mulai tak menarik lagi karna warnanya sudah kehitaman bertanda GOSONG. Assshhyyiiit.....perasaan dan fikiran tak menyatu. Berlahan aku mundur dengan pelan karna pekerjaanku sudah selsai, namun langkahku terhenti oleh suara bijak perempuan yang sangat ku ta'dimi...

Bnda Nyai : "ndog....mareh lakoh jiah nyarap pas yeh" suara lembut dengan nada khas seorang ibunda masih sangat melekat.

Saya : "nggeh...." nadaku pelan seraya mengangguk kemudian beranjak keluar dapur.

Bukan hal yang asing lagi jika para pengurus lainnya mendengarkanku menggunakan bahasa indonesia ketika berhadapan dengan pemangu maupun pengasuh. Bukannya tidak menguasai bahasa setempat, melainkan tingin menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan ketika menggunakan bahasa halus bhasa daerah Madura tersebut, jikalau ada kekliruan secara otomatis akan menimbulkan malu tersendiri bagiku. Dan alhamdulillah sang mukarrom tidak mempermasalahkan hal tersebut. Mengapa tidak..... seakan aku sudah menjadi bagian dari kota santri ini, bertahun-tahun sudah lamanya merantau ke kota orang untuk mencari ilmu dan menetap disuatu ligkungan yang ketat akan peraturan dan kaya akan agama bernama ponpes "salafiyah". Pondok yang baru berdiri 5 tahun silam, bukan waktu yang lama. Akan tetapi jiwa pondok ini telah berdiri sejak berabad-abad lamanya, oleh karena suatu konfliklah yang membuatnya berdiri sendiri namun tak terkalahkan oleh segala masalah yang timbul. Namanya tetap harum dan aku adalah salah satu yang sedang berjuang mempertahankan keharuman namanya.

Jam menunjukan pukul 12 siang, kubuka kunci layar hp tanpa pikir panjang kubuka grup IPS diBBM,satu jam lagi dosen akan mengisi pelajaran pertama "sangat menyebalkan,kapan juga jadwal bisa sesuai dengan yang tertera"(gumamku dalam hati). Beranjak dari tempat tidur kakiku langsung menuju ke kamar mandi yang letaknya hanya 5 langkah dr tempat persemayamanku barusan.setelah segala keperluan kampus sudah siap, aku langsung menuju ke parkiran,tempat maticku mangkal kemudian kupanggil adik semata wayangku untuk segera bersiap-siap.setelah selesai pamit kepada pngasuh dan bunda nyai aku dan adikku langsung meluncur ke kampus yang jaraknya tdak begitu jauh,sekitar memakan waktu 10 menit saja. Dan seperti hari-hari sebelumnya saat membosankan tetap tanpa jadwal yg konsisten.

Saya : "hey.....udah lama blom" sapaku kepada salah satu teman yang memang terkenal lugu-lugu.

Tika : "tidak juga....."jawabnya santun.

Saya : "aku terburu-buru loh dari pondok,kukira dosennya udah masuk kelas,soalnya ini udah lewat 5 menit dari yang sudah dijanjikan kan"

Tika : "iya mbg....."tetap dengan nada polos.

Saya : "anak-anak yang lain mana..??kok Cuma kalian berdua"

Nisa : "blom pada datang kayaknya mbg"

Saya : "hemz....sudah yakin dah kalu kyak gini, apa hanya aku mahasiswa teladan??yang datangnya sebelum jam 1 tapi dosennya datang hampir jam 2..??ancriiitt......patut dicontoh tuh dosen" omelku tak karuan seperti biasanya.

Setelah menunggu beberapa lama akhirnya dosen idaman yg ditunggu para mahasiswa teladan datang jua, dengan sekilas senyum tanpa dosa ia mulai melangkah menuju ruang kosong blong bak rumah angker. Hanya selang beberaopa menit saja dosen idaman ittu pamit undur diri. Perlahan ruangan semakin sepi, mahasiswa keluar dengan raut muka gembira dengan fikiran yang berbeda-beda dan tujuan yang berbeda pula, dan mungkin kesempatan ppulang pagi di siang ini melancarkan rencana mereka segera, aku sendiri masih tertegun ditempat dengan membayangkan pembodohan apalagi ini, entah apa yang ada di fikiran para dosen2 yang hadirnya bagai seruling itu, entahlah.... kufikir aku takkan mendapatkan apa-apa bila hanya mengandalkan bangku kuliah ini.

Hari yang melelahkan seharian ini, merebahkan tubuh sejenak mngkin pilihan yang tepat, kubuka layar handphonku, disana masih slalu kuharapkan mendapatkan notifikasi dari org yg sama meski terasa mustahil adanya. Masih tetap pada satu orang.boy

Langit-langit sudah gelap, jam dinding menunjukan angka 18:24, tak terasa mata terpejam begitu lamanya, masih dilangit kamar yang sama dengan suasana yang tak pernah berubah beberapa tahun terakhir ini, jua dengan perasaan yang sama pula, aku terkurung, terbelenggu dengan banyaknya beban, dibungkus rapat dengan iman yang menentramkan setiap kali mencoba merasa putus asa....

...............................................................

Matahari terlihat ramah pagi ini, bekerja sama dengan lingkunan pas sajian embun yang mempesona, oleh hati yang kosong tak sepatutnya menikmati nuansa romantis saat ini, serasa mengejek, namun aku perlahan mengelabui keadaan hatiku dengan menikatindahya suasana dipagi ini.

"Mbg, sudah makan?" seorang gadis jelita dengan sunyum tipis menyapaku pagi ini.

"blom ndug, kenapa?"

"saya punya makanan mbg, ayok makan bersama" dengan logatnya yang sayu tak melunturkan sedikit kelembutan yang gadis bernama vina ini.

"baiklah" jawabku singkat karna ingin menghargai ketulusannya.

Vina Seorang gadis jelita dengan bibir tipis dan mata sayu yang kerap kali menemani hariku di pondok ini, mengapa tidak, bahkan hampir seluruh waktuku hanya diisi bersamanya, yah... kita satu asrama, yaitu asrama pengurus pondok putri.

"mbag nanti kuliah?" tanyanya disela sarapan kita.

"mungkin, kenapa ndug"

"ndag mbag, sekedar bertanya saja" singkat cerita, dapat kulihat sedikit logat yang membuat hatiku tak nyaman dibuatnya. Meski demikian aku memasang ekspresi biasa agar tak menimbulkan kecutrigaan.

"seiring berputarya waktu, rasaku masih tetap sama melingkari porosnya" ku klik tombol di hpku, baru sajja aku memposting sebuah kata di story whatsapp, ku otak atik benda kecil di depanku sekedar mengulur waktu, kadang dengan melihat gambar2 yang berteteran di galeri hp sampai ratusan bahkan jika digabungkan semuanya hampir ada seribu foto, bukan hal yang lumrah jika melihat hp seorang wanita dan tentunya lebih banyak terdapat foto selfi, dan begitu jua denganku. CRIINGGG, tanda notifikasi whatsapp di hpku masuk, dengan sigap langsung kuperiksa siapa yang membawa kabbar, dan benar saja, seseorang yang sllu kutunggu hadirnya meski bagai bayang-bayang kkini namanya tertera di notifikasi hpku "boy", segera kubuka apa yang ia bahas kali ini "ping" hanya sekedar tulisan itu, kubalas dengan emoticon senyum, dan kuharap dapat kukirimkan senyum trmanisku, tapi yang namanya emoticon di hp yah gitu-gitu saja, gambar kuning berbentuk bulat dengan dua titik sebagai mata dan garis melengkung bagai senyum ditambah sedikit kemerah-merahan tnda keramahan.

"sibuk ndag" balasannya.

"kebetulan kau yang sedang kutunggu" kuberanikan diri membalas demikian, dan menyeruak rasa tak menentu didadaku.

"kenapa begitu?"

"yah.... begitulah" ingin kuungkapkan apa yang kurasakan sejauh ini tentangnya, tentang setiap detikku slalu memikirkan tentangnya, namun hanya kata itulah yang mampu kuketik, aku sadar siapa aku baginya.

"ada appa?" lanjutku.

"tak apa, sibuk ndag?"

"ndag kok" balasku singkkat, dapat kutebak bahwa ia hanya hadir untuk menyapaku setelah melihat stats yang kutulis beberapa menit yang lalu, dan kini tak bisa kupungkiri rasa bahagia dihatiku karna dapat berbalas pesan dengannya.

Waktu berlalu, sejak hari itu, kami selalu sering memballas pesan meski percakapan singkat, tak jarang perasaan ikut kami sertakan dalam obrolan-obrolan santay, tak jarang pula seyatan kecewa kerap kali melihat storynya mengenai cinta yang ia rasakan, yang kutahu bukan aku dihatinya. Namun hal demikian sangatlah jarang kurasa, sebab ia lebih sering mengunggah postingan seorang pemberani politikus dibandingkan kisah asmara dan hal seperti itu malah menambah kekagumanku terhadap sosoknya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 20, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

jangan panggil aku ustadzahWhere stories live. Discover now