27. Kembali

1.3K 61 5
                                    

Jika rindu yang terpaut karna allah
maka akan damai dirasa
Jika rindu mengharap balas cinta hambanya, maka jangan salahkan jika mendapat Luka.
Karena Allah adalah tempat terbaik untuk berharap

Selamat membaca❤️

♥️♥️♥️

Awan berbaris dalam bentangan langit. Mentari siang ini nampaknya cukup terik. Lelaki berjaket cokelat itu berjalan menelusuri setiap tanah yang ia pijak. Beberapa kali ia mencari alamat yang tertera dalam kertas yang ada ditangannya. Tibalah ia di pusat kota Bandung, ia melepaskan pandangannya. Berbagai kegiatan yang sedang berlangsung berhasil ia tangkap. Ramainya keluarga yang sedang bermain di alun-alun, para pedagang yang beraneka ragam, mulai dari makanan, aksesoris, hingga pakaian. Ia terus berjalan menikmati kota yang menyimpan sejuta kenangan untuknya. Langkah kakinya terhenti setelah beberapa meter berjalan dari pusat kota. Ia menemukan Masjid yang cukup besar. Ia tersenyum lebar. Menghembuskan nafasnya pelan.
David berkata dalam hatinya
Masjid ini? Dulu, aku mengantarmu untuk beribadah kesini. Jika dulu yang aku lakukan hanyalah memandangmu dari luar, memperhatikan setiap gerak Indah tubuhmu ketika berinteraksi dengan Allah. Merasakan damainya menunaikan ibadah itu. Dan kini aku yang akan melakukannya. Aku akan menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya di masjid ini. Tujuannya satu, hanya untuk beribadah dan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim.
Kumandang Adzan menggema, pertanda bahwa insan muslim harus segera memenuhi panggilannya. Panggilan istimewa, yang jika kau tau allah memanggil Kita melalui perantara mua'dzin untuk menghantarkan kita menuju kemenangan yang Allah telah ridhai.
David berjalan pelan, ia menuju pintu masjid yang cukup megah. Kaki kananya telah berpijak dilantai bagian dalam masjid. Seperti yang ia ketahui bahwa ketika masuk masjid lebih diutamakan untuk mendahulukan kaki kanan. David mendirikan shalat sunnah qobliyyah dzuhur sembari menunggu imam datang. Shalat sunnah ini termasuk shalat sunnah rawatib yang pelaksaanya untuk mengiringi shalat yang lima waktu. Kenapa kita harus melaksanakan shalat sunnah ini? Salah satunya adalah untuk menyempurnakan shalat fardu kita. Dan shalat adalah amal yang paling dicintai Allah. Akhirnya imam telah datang, dan semua jam'ah berdiri melaksanakan shalat dzuhur berjama'ah, termasuk David. Setelah selesai, ia mengambil mushaf Al-Quran kemudian mulai membacanya. Ia sudah cukup lancar karena setelah dirinya masuk Islam ia langsung belajar bagaimana adab juga tatacara membaca Al-Qur'an yang baik dan benar sesuai tatanan tadjwid nya. Atas izin allah, Ia telah lancar membacanya, Dan sekarang ia mulai menghafal nya sedikit demi sedikit.
Seseorang berdiri bersebrangan dengannya. Ia nampak memperhatikan lelaki berjaket cokelat dengan mushaf berwarna emas yang sedang khusyu' dibacanya. Seseorang itu menghampirinya.
"Assalamu'alikum" Ucapnya.
"Wa'aliukumsalam" Seketika David menghentikan aktifitas membaca Al-Qur'an nya. Ia mendongak, menatap seseorang pemilik suara itu.
"Azlan?" Senyumnya mengembang.
"David? Kamu David?" Azlan terperangah kaget. Bagaimana mungkin seorang David yang baru saja ia temui beberapa bulan lalu Dalam keadaan terpuruk. Sekarang seakan keadaanya berubah 180°. Apa ini? Kenapa ia berada di masjid ini? Dengan Al-Qur'an? Semua orang pasti akan tahu siapapun yang masuk ke rumah Allah yang agung ini dan melaksanakan ibadah tentu ia adalah seorang dengan agama islam. Azlan langsung saja menarik kesimpulan dari apa yang berhasil ia tangkap melalui indera matanya.
David mengangguk cepat, Dan senyumnya yang merekah.
"Kamu sudah masuk islam?" Mata Azlan berbinar
"Alhamdulillah" Jawab David dengan anggukkan kepala. Mendengar jawabannya, Azlan merengkuhnya, ia memeluk David dengan sesekali menepuk nepuk punggungnya. Dengan perasaan yang sangat bahagia dan bersyukur.
"Maa syaa Allah. Ta barakallah. Aku bahagia mendengarnya" Azlan tak kuasa menyembunyikan rasa bahagianya.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Azlan beralih menatap dua bola mata biru milik seseorang yang sekarang berkeyakinan Sama dengannya.
"Alhamdulillah, atas izin Allah. Aku telah mendapat petunjuk kebenaran melalui cahaya hidayah-Nya" Ucap David tulus.
"Sungguh indah kuasa-Nya. Ia memberikan hikmah dibalik ujian yang menimpamu." Azlan tersenyum tulus.
"Hanif harus tahu tentang ini. Karena bagaimana pun kamu sudah kami anggap sebagai saudara sendiri"
Tiba-tiba nama Hanif terlintas dibenaknya. Ia merogoh benda yang selalu dibawa oleh sejuta umat kemana pun dan dimanapun mereka berada. Ya Handphone. Ia mencari kontak dengan bertuliskan Hanif. Ia mencoba menghubunginya beberapa kali. Namun naas tidak ada tanda-tanda sekali jawaban dari panggilannya.
"Tidak ada jawaban" Ujar Azlan.
"Akan ku hubungi lagi nanti, mungkin ia sibuk dengan kegiatan di Pesantren" Ujar Azlan menjelaskan.
"Ah, aku juga ingin bertemu Hanif" David berucap semangat.
"Qodarullah. Hanif nya ngga aktif. Mungkin nanti sore" Ujar Azlan. Mereka berjalan keluar dengan perbincangan yang masih melingkupinya.
"Aku mencari-cari alamatmu, tapi ga ketemu juga" Kekeh David sembari menalikan sepatunya.
"Oh ya, ikutlah bersamaku. Kebetulan aku akan pulang" Jawab Azlan dengan posisi berdiri di depan kaca masjid seraya membenarkan posisi peci yang ia kenakan.
"Wah, Bener nih?"
"Ya" Singkatnya. Mereka berjalan menuju halaman masjid, disana terparkir mobil dengan warna hitam milik Azlan. Setelah keduanya masuk, Azlan menyalakan deru mesin ya. Mobilnya telah melenggang ke jalanan. Selama didalam perjalanan mereka masih berbincang ringan.

***

Tibalah mereka, didepan rumah minimalis yang tidak begitu mewah dan tidak pula kecil. Sederhana saja, namun sekarang rumah ini adalah tempat pulang ternyaman bagi Azlan. Ia mengarahkan David untuk mengikuti langkahnya.
"Assalamu'alaikum..."
Azlan lupa bahwa dirumah tidak ada siapa-siapa. Sebelum ia pamit untuk meeting disalah satu cave yang terletak di pusat kota Bandung, Yasna telah meminta izin untuk berkunjung ke rumah orang tua-Nya. Ia baru saja mendapat kabar bahwa papanya ada dirumah, untuk itu ia memohon izin kepada suaminya karena rindu papa katanya.  Azlan mendapati kunci pintu tersimpan disela-sela ventilasi. Tubuhnya yang cukup tinggi tidak membuat nya susah payah untuk mengambilnya. Ia hanya perlu mendongak dan meraih kunci itu dengan uluran tangannya. Diruang tengah mereka nampak berbincang cukup lama.
"Rumah kamu sepi ya" Ujar David dengan edaran arah mata yang menyisir setiap pojok ruangan.
"Istriku sedang dirumah keluarga nya" ujar Azlan sambil membuka pintu lemari es dan membawa beberapa makanan ringan beserta minuman untuk disuguhkan.
"Hmm.. padahal aku ingin tahu" gumam David.
"Wanita itu pasti beruntung bisa memiliki suami sepertimu. Lelaki sholeh, cerdas, mapan, dan paham agamanya" Tutur David menuju ruang tengah yang telah ditunjukan Azlan sebelumnya.
Mendengar ucapan David, senyumnya mengembang "Aku yang bersyukur dan beruntung bisa memiliknya"
"Sepertinya kalian pasangan yang begitu serasi" Ucap David sembari megunyah kacang polong yang disuguhkan David.
"Aamiin" Azlan mengaminkan ucapan David yang ia anggap sebagai do'a. Karena ia yakin bahwa baik buruknya suatu ucapan adalah sebagian Dari do'a. Maka dari itu, menjaga lisan adalah suatu keharusan.
"Lantas, bagaimana denganmu?" Azlan berbalik tanya.
David menghela nafas panjang, mata nya ia fokuskan dengan satu objek yang terbentang ketika matanya memandang.
"Aku berniat untuk segera mengkhitbahnya" David menjawab Yakin.
"Maa syaa alloh, niat yang sangat mulia" Ujar Azlan.
"Rencananya kapan?" Lanjutnya.
"Secepatnya. Tapi.." David tertunduk dan menggantung ucapannya.
"Tapi apa?" Azlan mengerutkan keningnya heran. Baru saja ia melihat lelaki yang sedang menjadi lawan bicaranya bercerita bahagia, sekarang raut wajahnya berubah menampakan wajah kesedihan yang sama sekali ia tak tau apa penyebabnya.
"Jangankan untuk mengkhitbah. Kabar tentangnya pun aku tak tau." David tersenyum miring.
"Selalu ada jalan bagi mereka yang mau berusaha. Jangan menyerah Dav, perjuangin cinta kamu" Azlan menepuk pelan bahu lelaki itu. David kembali tersenyum mendengar apa yang baru saja diucapkan Azlan. Ia tidak akan berhenti. Langkahnya telah mencapai beberapa tahap untuk menuju pelabuhannya. Ya, pelabuhan hati yang sejak dulu ia nanti.


Takbir Cinta [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang