Di halte dekat tempatku bekerja, aku melihat seorang gadis. Gadis itu mengenakan jaket bertudung hitam. Selama aku menunggu bus, dia tidak bergerak barang sedikitpun. Aku menebak bahwa matanya terpaku kepada jalanan yang lumayan padat saat itu. Busku datang, dan bus itu adalah bus terakhir yang berhenti di halte tersebut. Namun, gadis itu tetap tidak bergeming. Lalu sang kernek bus menanyakan apakah ia hendak naik, akhirnya dia tersadar dari lamunannya dan menaiki bus tersebut.
Bus yang aku naiki ini tidak terlalu penuh. Aku melihatnya duduk di dekat jendela. Saat aku memperhatikannya, aku merasa bahwa wajahnya familier. Bibir merah muda yang mungil, pipinya yang tirus, sorot matanya yang sendu. Sepasang iris kelabu itu terus melamun, kepalanya menoleh ke luar tanpa henti. Beberapa waktu berlalu, awan kelabu berarak-arakan menutupi matahari yang bersinar. Lalu, sebutir air mata turun dari matanya bersamaan dengan hujan. Mungkin dia sedang mengingat masa lalu, atau apapun yang aku tidak akan pernah tahu. Toh, itu bukan urusanku. Aku berusaha mengabaikannya, seperti kaum milenial yang tidak tahu simpati. Namun, entah kenapa mataku selalu ingin melihat sosoknya. Benakku mencari-cari siapa dia. Saat aku turun dari bus, aku tahu siapa gadis itu. Gadis itu adalah dia.
Sekelebat memori menari - nari di dalam otakku. Aku terserap dalam angan-angan dan mengulang kembali masa - masa itu. Dalam anganku, aku mendatangi hari dimana hatiku diombang - ambing oleh arus yang ganas, karena dia hilang seakan pergi ke luar planet biru dan menjelajahi alam semesta yang tidak terbatas. Semua upaya telah aku lakukan untuk mencari jejaknya. Aku mendatangi kediamannya, menelepon nomornya, mengirimkan pesan kepada ponselnya, juga mencari sanak saudaranya, dan mencoba untuk menemukan arti dibalik surat yang dia tinggalkan. Namun, nihil. Secarik surat yang dia tinggalkan tidak bisa menghasilkan sebuah petunjuk untuk menemukannya. Surat itu tidak menjelaskan apa - apa. Hanya berisi dua kalimat tanpa makna. Sangat klise sekali, mungkin dia terlalu banyak membaca cerita fiksi yang membuatnya terinspirasi untuk meninggalkanku dengan cara yang sama. Semua pesanku tidak terkirim, nomornya tidak aktif, dan saudara - saudaranya juga ikut mengilang tanpa jejak. Waktuku terbuang sia - sia. Dia tidak bisa ditemukan. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menyerah dan melanjutkan hidupku tanpanya. Dan hari ini, tidak lama setelah aku menyerah, dia kembali.
Aku yang telah menyadari bahwa waktuku terbuang sia - sia tidak akan mencarinya lagi, sebab keesokan harinya retina mataku tidak menemukan sosok itu lagi, juga hari berikutnya, hari setelah hari berikutnya, dan dua minggu setelahnya. Saat itu, aku sedikit berharap dia kembali lagi, namun aku mencoba untuk melupakannya.
Saat genap satu bulan dia menghilang, saat aku telah melupakannya, aku melihatnya di kursi di mana dia duduk terakhir kali aku melihatnya. Hari ini, dia tersenyum kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
tempat pembuangan akhir
Randomkata, frasa, klausa, dan kalimat yang membusuk di kulkas dan harus dibuang