❝ It was you who finally found it. ❞
➣ Yang Jeongin dan Han Jisung berjalan beriringan memasuki gedung itu. Dengan cepat bau menyengat memasuki rongga hidung keduanya. Jisung mengerang kesal.
"Aku masih tidak dapat terbiasa dengan bebauan seperti ini," pria yang mirip dengan tupai itu mengeluarkan sebuah protes. Jeongin yang mendengarnya hanya terkekeh pelan.
"Kamu akan segera terbiasa," sebuah suara lainnya menyahut.
"Hyunjin!" Jisung berteriak dengan senang. Lengannya ia kalungkan di leher pria yang disebutnya Hyunjin dengan erat. Sebuah senyuman tidak luput dari wajahnya.
"Woah, easy there little boy," Hyunjin berujar dengan sebuah kekehan pelan. Keduanya berpelukan cukup lama hingga Jeongin berdehem cukup keras.
"Oh, ayolah, kalian akan berpelukan tanpa aku?" Jeongin berujar. Sebelah alisnya terangkat.
Hyunjin terkekeh pelan. "Sini."
"Ew, tidak, aku hanya bercanda," Jeongin berujar. Tangannya mengeluarkan sebuah gestur penolakan. "Dimana Chris?"
"Lantai tiga, ruangan lima, bersama kekasihnya," ujaran Hyunjin disambut dengan sebuah anggukan dari Jeongin.
Murid laki-laki itu melangkahkan kedua tungkai panjangnya menuju lift yang tersedia. Sebelum memasuki benda silver itu, ia melambaikan tangannya ke Jisung dan Hyunjin yang kemudian melambai balik padanya.
Pintu lift tertutup. Jeongin menyenderkan tubuhnya kemudian menutup matanya. Jemarinya yang berada di dalam kantung jaketnya tengah memainkan sebuah botol kaca kecil dari luar plastiknya.
Suara dentingan halus membuat Jeongin membuka matanya. Pandangannya mengarah menuju layar yang menunjukkan nomor lantai padanya. Kedua tungkai panjangnya melangkah keluar ruangan itu segera setelah otaknya memberi tahunya jika ia telah berada di lantai yang benar.
Dalam kurun waktu tiga menit, Jeongin telah mengetuk pintu kamar yang memiliki ukiran angka lima di depannya. Pintu itu terbuka dengan sebuah deritan panjang. Sebuah suara menyambutnya. "Masuk."
Jeongin memasuki ruangan itu. Tidak terlalu besar dan mewah tapi tidak juga kecil dan kumuh. Standar kamar hotel biasa.
"Chris," Jeongin berujar. Matanya masih sibuk menjelajahi seisi ruangan itu. Mengabaikan eksistansi dua anak adam yang terduduk di atas tempat tidur.
"Ah, Jeongin, 'kan? Ada apa?" suara itu sedikit serak, suara yang sangat Jeongin tandai.
"Silahkan duduk, aku akan membuatkan teh untukmu," suara yang sangat lembut memasuki telinga Jeongin. Suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya.
Jeongin menatap tajam sebuah punggung sempit yang tengah berjalan ke kamar mandi dengan sebuah pemanas air di tangannya. Ia tahu suara itu berasal dari mana. Namun ia tidak tahu siapa pemilik suara itu.