TEKA-TEKI NENEK

53 3 0
                                    

Aku berdiri di jendela kamarku. Menanti kedatangan nenek. Nenek akan pulang hari ini. Ya, bagaimana mungkin ia tega meninggalkan cucunya untuk waktu yang lama. Dua hari saja sudah sangat lama bagiku.

Jujur aku masih bertanya-tanya. Aku tidak bisa menebak apa yang nenek lakukan di kampung. Nenek sebelumnya tidak pernah mengatakan sesuatu tentang rencananya untuk pulang kampung, dan aku juga sama sekali tidak berpikir bahwa suatu hari nenek akan rindu kampung halamannya.

Iya, mungkin nenek pulang karena ingin sekedar melepas rindu, suasananya terasa sangat berbeda saat di rumahku dan di kampung. Itu saja pikirku yang sempat ku tegaskan dalam hati, tidak ada hal lain. Karena untuk memikirkan alasan lain pun, aku tidak tahu.

Lamunanku terhenti saat mendengar suara pintu. Akhirnya nenek kembali.

"Assalamu'alaikum, Shafiyah... Fia..." Teriak nenek.

"Wa'alaikumussalam, iya nek." Jawabku dengan raut muka gembira. Akhirnya aku bisa dengar suara nenek.

"Nenek mau liat muka cucu nenek yang polos, sedih ya nenek tinggal?"

"Ga nek, aku ngerti kok kalo nenek homesick"

"Iya nenek pilek Fia" sambil memegang hidung dan melebarkan senyum.

"Maksud Fia... nenek pasti rindu kam.."

"Sudah.. tolong bawakan tas nenek ke kamar ya, nenek mau cerita banyak nih sama kamu!" nenek memotong pembicaraan dan mengajakku masuk.

Aku membawa tas dengan penuh semangat dan menyusul nenek ke kamarnya, dengan rasa penasaran yang sudah lama sekali ingin ku pecahkan.

Aku menyimpan tas di dekat ranjang, nenek lalu berjalan ke arahku dengan membawa sebuah kertas. Aku sungguh penasaran. Tanpa berbicara sepatah kata pun, nenek langsung menyodorkan kertas itu kepadaku. Dan tanpa banyak tanya, aku langsung membuka dan membaca apa isinya. Ternyata sebuah surat.

Fia, sebelum raut mukamu berubah setelah membaca surat ini, ayah mohon agar kamu bisa menerima apa yang ayah tetapkan untukmu. Ini semua bukan permintaan atau paksaan, melainkan sebuah keputusan. Ayah ingin melihatmu bahagia bersama dia yang memang benar-benar ingin membahagiakanmu. Perlu sebuah nyali untuk memaksamu berbicara dengan ayah, maka ayah menulis ini untuk memohon agar kau bisa memaafkan kesalahan ayah di masa lalu. Ayah ingin Fia tumbuh menjadi anak kebanggaan keluarga meski tanpa ada sosok ibu di samping Fia. Ayah tau, sampai saat ini Fia belum bisa menerima kehadiran Tante Nina sebagai sosok ibu yang bisa menggantikan posisi ibu yang melahirkan Fia.

Ayah cuma mau Fia tegar dan bisa menerima keputusan ini. Ayah telah memilih lelaki yang cocok untuk kamu nak. Lelaki yang sudah berjanji akan membimbingmu dengan ikhlas dan mengharap ridhoNya. Ayah tau, ini sangat berat untukmu. Tapi ingat satu hal nak, tidak ada ayah yang ingin melihat anaknya menderita. Ohiya, ibumu juga sudah tahu perihal perjodohan ini jauh sebelum kita memutuskan untuk berpisah.

Ayah hanya ingin melihatmu bahagia. Kalian akan menikah setelah lulus kuliah. Lelaki itu siapa? Itu pasti jadi tanda tanya besar dalam hatimu. Ayah dan ibu sepakat untuk menjodohkan putri kecilnya dengan pangeran yang bijaksana. Dia adalah Awan. Teman kecilmu. Ayah dan ibu sudah membicarakan hal ini dengan keluarga Awan, dan kami setuju untuk menjodohkanmu dengan Awan. Awan? Dia juga setuju akan hal ini Fia. Ayah menulis ini dengan penuh isak tangis dan memohon agar kamu bisa menerima keputusan ini. Awan akan segera melamar Fia, yang ayah dan ibu inginkan cuma melihat kebahagiaan Fia di masa kini dan masa depan nanti, dan itu bersama Awan.

dari ayah yang bahagia dan ibu yang sudah di Surga;

Untuk putri kecilnya, Shafiyah Husein.


Setelah membaca surat itu, aku tidak bisa menahan tangis dan langsung memeluk nenek.

"Nak, maaf nenek tidak bisa merubah keputusan ayah dan ibumu. Sebelumnya ayah dan ibumu memang pernah membicarakan ini pada nenek. Dan alasan nenek pulang kampung salah satunya juga karena surat ini. Kemarin ayahmu menelpon nenek, dia ingin berbicara padamu nak. Tapi pasti kamu tidak mau berbicara kepadanya. Kemudian ayahmu meminta nenek untuk pulang kampung dan memberikan surat ini disana."
Nenek memeluk erat sambil menceritakan kisah di balik surat itu kepadaku.

Aku tidak menyangka, ayah dan ibu mengambil keputusan yang begitu besar untukku. Untuk hidupku.

Aku masih menangis di pelukan nenek.

Nenek sungguh membuatku bertanya-tanya saat ia tiba-tiba pulang kampung, kemudian ia kembali membuatku merenung, dan membuat kepalaku berat sekali untuk memikirkan semua yang terjadi pada diriku.

"Lalu bagaimana dengan Reza?" ucapku dalam hati sambil melihat fotonya yang menjadi walpaper di ponselku.

BerpindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang