Chapter 15

5 0 0
                                    


Di malam yang dingin diselimuti kabut, membuat Sika ingin menceritakan isi hatinya pada secarik kertas. Baginya itu adalah tempat cerita ternyamannya. Ia berjalan menuju tempat belajar, lalu mengambil bolpoin dilaci meja.

Kerap waktu yang menjawab tangis, mengganti hal yang buruk menjadi manis. Aku manusia biasa yang memiliki hati serapuh kayu bukan sekeras batu.
-SikaAlexsiya-

Hanya beberapa kalimat puitis itu saja yang berhasil Sika tulis di secarik kertas.

"Angkat Chan."
ucap Sika saat telfonnya tak kunjung mendapatkan jawaban.

Sika kemudian mencari nama Leiy di daftar kontak kemudian menelfonnya. Tak lama kemudian menyambung.

"Leiy, aku takut. Tolong."
kata Sika sembari terisak.

"Tetaplah ditempat aku akan segera kerumahmu. Jangan takut aku akan segera datang."

5 menit berlalu akhirnya Leiy sampai di rumah Sika. Suasana gelap gulita tak ada lampu satu pun yang menyala di rumah itu.

"Dia pasti takut gelap."
Kata Leiy lalu berlari memasuki rumah Sika.

Ia menyalakan senter di ponsel untuk menerangi jalannya.

"Sika kamu dimana?"
Teriak Leiy agar ia bisa dengan mudah menemukan keberadaan Sika.

Teriakan itu terdengar jelas di telinga Sika, ia begitu lega akhirnya Leiy sudah datang untuk menemaninya.

"Aku ada di kamar Leiy, cepat sini."

Leiy segera mengikuti arah sumber suara itu, pada akhirnya Leiy berhasil menemukan Sika. Segera ia membawa Sika keluar dari kegelapan.

"Maafkan aku merepotkanmu."
kata Sika.

Leiy tidak menjawab ia malah memeluk tubuh mungil Sika. Kemudian berkata

"Akan aku lakukan apapun untukmu."

Ucapan itu mampu membuat Sika refleks melepaskan pelukannya dan menatap manik mata Leiy. Seakan disana ia mencari kebenaran tentang kalimat itu.

Leiy tak kuasa menatap wajah wanita dihadapannya, ia tanpa basa-basi mencium bibir ranum Sika. Cukup lama adegan ciuman itu terjadi, lalu Leiy menjauhkan wajahnya dari wajah Sika, sembari tangan Leiy mengusap bibir Sika yang basah terkena air liurnya.

Saat ini Sika seakan bisu, tak ada kata apapun yang terucap. Ia masih heran dengan perasaannya. Bahagia ada, sedih ada ,bimbang ada, gelisah pun juga ada.

"Apa yang aku lakukan, seharusnya bibir ini untuk Chan bukan Leiy."
Batin Sika.

"Kamu tidur di dalam aku akan tidur di sofa."
ucap Leiy ketika mereka sampai di rumah Leiy.

Sika malam ini akan tidur satu atap dengan Leiy. Karena faktor rumah Sika yang listriknya bermasalah. Ia memang anti gelap, yang berbau kegelapan Sika ketakutan. Maka dari itu Leiy mengajak Sika untuk sementara waktu menetap dirumahnya dulu. Kebetulan orang tua Leiy sedang berada di luar kota jadi mereka hanya tinggal berdua serumah.

Berkali-kali Sika memposisikan dirinya agar nyenyak untuk tidur tapi ia tidak menemukan posisi ternyaman itu.

Perutnya yang kelaparan membuat Sika tak bisa untuk terlelap. Ia lalu memutuskan untuk keluar dari kamar. Sika melihat Leiy yang tidur di sofa, terlihat wajahnya yang tampan. Sika mendekat lalu duduk di samping Leiy tidur. Tangannya menekan kuat perutnya agar mengurangi suara berisik yang meminta untuk asupan makanan. Tidak tau kenapa Leiy membuka matanya, ia terbangun.

"Nggak tidur?"

Sika hanya menggeleng menjawab pertanyaan Leiy.

"Aku laper."
kalimat itu lolos keluar dari bibir Sika dengan mulus.

Leiy terkekeh pelan melihat ekspresi Sika yang melas. Ia kemudian mencupit hidung Sika yang sedikit kedalam atau bisa dibilang pesek.

"Bisa ketawa juga ternyata."
Ledek Sika.

Tanpa memperdulikan ocehan tidak mutu dari Sika, Leiy pergi ke dapur untuk membuat makanan. Sedetik kemudian Sika mengikuti langkahnya.

"Mau masak apa?"
Tanya Sika.

"Nasi goreng."

"Aku bantu ya."

Tanpa menunggu jawaban dari Leiy, Sika segera membantunya yang sibuk memotong sayuran semacam kubis dan lain-lain untuk campuran nasi goreng.

"Aw.."
Pekikan Leiy spontan saat pisau mengenai jarinya dan mengeluarkan darah.

Dengan cepat Sika memegang tangan Leiy lalu menghisab jari Leiy yang terluka, agar darah tidak terus menerus keluar.

"Sakit ya."

ucap Sika dengan melihat wajah Leiy sekilas lalu pusat perhatiannya masih di jari Leiy sambil meniupi luka itu.

"Mending kamu duduk, aku aja yang masak."

Sika menyibukkan diri membuat nasi goreng, Leiy hanya memandangi tanpa berkedip, melihat Sika menjadi candu baginya. Wajahnya yang manis, bermata sipit dan tingkahnya yang polos membuat Leiy benar-benar ingin selalu ada disampingnya, melindunginya dan memanjakannya. Tapi tiba-tiba terlintas difikirannya tentang Coco.

"Sahabatku satu itu benar-benar tergila gila dengan Sika, dan apakah mungkin aku juga akan tergila-gila dengannya. Nggak nggak , nggak mungkin. Nggak mungkin aku setega itu menghianati sahabatku, seharusnya aku biasa saja dengan Sika bukan malah sebaliknya. Persahabat lebih penting dari apapun."
ucap Leiy dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

COMFORTABLE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang