4

653 60 0
                                    

Tempat itu gelap tanpa ada penerang sedikitpun, tak ada setitik cahayapun yang terlihat di tempat itu.

(Namakamu) tidak tahu dia sekarang berada dimana, dan harus melangkah kemana. Dia benar-benar takut, selain gelap tempat ini juga begitu pengap. Dia seakan dipaksa buta lantaran gelapnya tempat ini.
 
Dan tiba-tiba saja (namakamu) terbangun dari mimpinya. Seorang wanita paruh bayah dengan celemek yang terletak di bahunya, sepertinya dia yang membangunkan (namakamu).
 
(Namakamu) menguap, ”udah jam berapa, Bi? Maaf saya ketiduran.”
 
”Seharusnya saya yang minta maaf, neng. Saya mau pulang makanya saya banguni neng. Sekarang jam empat sore.”
 
(Namakamu) merubah posisi tidurnya menjadi duduk, dia kembali menguap lalu berkata. ”Gak apa-apa, Bi, lagian saya kebo banget udah sore gini belum bangun,” (namakamu) tertawa aneh, kemudian dia berjalan menuju cermin untuk menyisir rambutnya yang sedikit berantakan karena tertidur.

”Oh ya, Pak Iqbaal udah pulang?”

”Belum, neng. Tapi tadi Pak Iqbaal nelpon, karena neng lagi tidur jadi saya angkat, terus Pak Iqbaal nanyain kabar neng. Saya bilang neng lagi tidur, lalu Pak Iqbaal titip pesan sama saya untuk sampein sama neng (namakamu) kalau tadi Pak Iqbaal nelpon.”

Agak sedikit belibet dan susah berbicara, ucapan Bi Inah membuat (namakamu) ingin tertawa tapi (namakamu) mengurungkan niatnya, takut Bi Inah tersinggung lagian menertawakan orang tua itu kan tidak sopan.

”Hm, kalau gitu. Bibi sama siapa?”

”Sama anak, tuh dia udah nunggu di depan.” 

(Namakamu) celingak-celinguk kearah jendela, barusaha melihat seseorang diluar sana, namun tirai jendela yang hampir tertutup itu membuat (namakamu) tidak bisa melihat keluar dengan jelas.

”Kalau gitu Bibi pulang terus, kasian anaknya udah nungguin.”

(Namakamu) nyengir, sedangkan Bi Inah sedikit membungkuk kepada (namakamu) sebagai rasa hormat kepada majikan, lalu wanita paruh bayah itu berpamitan dan menghambur keluar.

Walaupun Bi Inah sempat telat satu jam, karena kata Iqbaal Bi Inah akan datang jam sembilan tapi nyatanya wanita paruh bayah itu datang jam 10, dengan alasan rumah (namakamu) yang terlalu jauh.

(Namakamu) bisa menerima alasan itu, karena memang benar rumahnya jauh dari perkotaan.

(Namakamu) baru selesai mandi dan langsung keluar dari kamar. Dia hanya mengenakan baju terusan berwarna cream dan rambutnya dia biarkan tergerai indah. Rumahnya sudah rapi, bersih, sejuh dan sangat layak untuk di tempati.

Saat sedang berjalan ke ruang keluarga, (namakamu) baru teringat sesuatu kalau dia harus menghubungi Iqbaal. Di ambilnya, ponsel yang tergeletak di meja kecil dekat sofa yang paling panjang.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tersambung, tiga kali bunyi sambungan terdengar seseorang di sebrang sana langsung mengangkat panggilan dari (namakamu).

”Halo..” Sapa (namakamu) kikuk. 
Tidak ada suara.
 
”Halo Iqbaal?” (Namakamu) kembali memanggil seseorang di sebrang sana, namun sama sekali tidak ada jawaban.

Tiba-tiba setelah hampir sepuluh detik (namakamu) membiarkan sambungan ponselnya, terdengar suara ketukan, seperti ada seseorang yang sedang menancapkan paku ke papan dengan martil. Dan sambungan terputus.

(Namakamu) memperhatikan ponselnya. Mengigit bibir bawahnya dengan gelisah, (namakamu) barusaha berpikir kalau mungkin saja Iqbaal sedang berada di salah satu gedung yang sedang di bangun, menangkat panggilan darinya, kemudian seseorang memanggil, dan Iqbaal meninggalkan ponselnya dengan sengaja.

PinocchioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang