7

575 55 0
                                    

15+ yang dibawah umur jangan baca ya udah aku kasih tau, nanti aja bacanya pas umur kamu udah mencukupi yaa, jadilah pembaca yang bijak.

***

•Flashback on• 

(Namakamu) terbangun berkat suara ketukan di pintu, dia tidak tahu sudah sejauh mana dia menggali alam bawah sadar dan sudah berapa lama dia menyia-nyiakan waktunnya dengan tidur tidak berguna ini.

(Namakamu) duduk diam selama beberapa menit di tempat tidur, membiarkan seluruh nyawanya terkumpul kembali. 

Ketika indra pendengaran (namakamu) kkembali mendengar suara ketukan, (namakamu) merasakan ada sesuatu yang ganjil dengan penglihatannya,buru-buru (namakamu) berjalan ke arah cermin untuk mengecek.

”Sebentar!” Teriak (namakamu) saat mendengar suara ketukan lagi.

(Namakamu) tidak tahu siapa tamu diluar, dan (namakamu) berharap kalau orang di luar sana adalah salah satu sahabatnya; Salsha, Steffie, Aldi, atau Bastian. 

Bahu (namakamu) melemas saat menyadari di wajahnya ada yang terlihat aneh, tepatnya di bagian mata. Matanya tidak senormal sebelumnya. Matanya merah dan membesar, percis seperti orang yang baru saja di pukuli. Kalau mengingat kejadian kenapa matanya bisa seperti ini, (namakamu) hanya bisa diam dan tak ingin mengingat hal itu.

(Namakamu) memang seperti itu. Dia tidak bisa menangis tepat dimana ada seseorang yang membuatnya menangis, dia akan menangis setelah orang itu pergi.

Lima detik berlalu, (namakamu) tak ingin membuat seseorang diluar sana menunggu lama dan menghasilkan suara ketukan lagi. Cepat-cepat (namakamu) menyambar blazer untuk menutupi tubuhnya.

”Oh.. Bi Inah, maaf Bi lama, saya baru bangun tidur.” Kata (namakamu), setelah tiga detik saling bertatapan dengan Bi Inah, (namakamu) segera berbalik dan berjalan menuju dapur.

Dia tidak ingin Bi Inah mengetahui wajahnya yang terlihat aneh ini.

”Engga apa-apa neng, seharusnya saya yang minta maaf. Lagi-lagi saya telat.” Bi Inah segera mengambil sapu, kemoceng, dan kain lap.

Setelah itu (namakamu) tidak mendengar suara wanita paruh bayah itu lagi.

Hanya butuh waktu lima detik bagi (namakamu) untuk menghabiskan segelas air, kemudian dia berjalan menuju kamar mandi. Siapa tahu setelah dia membasuh wajahnya, bekas tangisannya yang membekas di matanya agak sedikit menghilang.

*
 
”Aduh neng, biar saya saja, neng mending istirahat di kamar mana tau istirahat neng tadi terganggu karena suara ketukan saya.” Bi Inah terkesiap saat melihat (namakamu) keluar dari kamar dan membawa tumpukan pakaian yang menggunung.

”Gak apa-apa, Bi.”

”Aduh neng, nanti kalau tuan Iqbaal tau, saya bisa kena marah. Tuan Iqbaal juga udah titip pesan sama saya kalau ngelarang neng ngerjain sesuatu yang bakalan ngebuat neng capek.” Mengambil alih tumpukkan pakaian, Bi Inah membawa tumpukkan itu ke arah dapur, dia masih bersuara namun (namakamu) tidak dapatmendengar suara wanita itu lagi.

Mendengar Bi Inah menyebutkan nama laki-laki itu membuat (namakamu) membeku. Bagaimana kabar laki-laki itu ya? Apa dia sudah makan? (Namakamu) tidak ingin pekerjaan Iqbaal terganggu karena pertengkaran mereka beberapa jam yang lalu. (Namakamu) mengaku salah, dia tahu kalau tingkahnya memang kelewatan batas normal. 
(Namakamu) Mengambil ponselnya, dia langsung menekan 12 digit nomor ponsel Iqbaal. Dalam hitungan detik saja panggilan sudah bersambung. (Namakamu) menunggu panggilan terjawab sambil mengigit bibir bawahnya gelisah. Lama sekali! Apa Iqbaal benar-benar marah padanya atau laki-laki itu sedang mengadakan pertemuan? (Namakamu) masih mengingat betul tentang meeting kemarin yang di undur.

PinocchioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang