Sudah 3,5 tahun berbaring di kasur, hidup dengan bantuan alat-alat medis, membuat Naya dan keluarga akhirnya memilih jalan terakhir. Ya, mereka sudah mendiskusikan ini beberapa kali, mencoba memantapkan hati bahwa pilihan mereka kali ini adalah yang terbaik.
Bukan karena mereka tidak sanggup untuk membayar semua biaya rumah sakit, mereka sanggup bahkan sangat sanggup. Hanya saja, mereka terlalu iba dengan Daffa yang sudah berjuang terlalu lama menemukan pintu untuk kembali. Mereka sama-sama telah berusaha, mereka telah berdoa dan pada akhirnya membiarkan Daffa beristirahat dengan tenang adalah jalan satu-satunya.
Sekuat tenaga naya menahan sakit untuk mengucapkannya. Hal ini dilakukan agar Daffa tidak kebingungan nanti. Naya meminta izin, dan semoga Daffa mengerti.
Naya meraih tangan Kekar sepupunya itu, diusapnya dengan sayang. Dicermatinya wajah Daffa untuk yang mungkin terakhir kalinya.
"El.... lo capek ya?" Ucapnya.
Naya memejamkan matanya erat sebelum kembali berucap."Quiesha aman sama kita. L-lo jangan khawatir lagi."
"El, kalo mau nyerah sekarang, g-gue udah ikhlas. Semaleman kita semua ngerundingin ini, tanpa quiesha tentunya. Kalau elo udah engga bisa lagi cari jalan buat pulang kesini, yaudah El. Ga usah di paksa lagi ya? Istirahat aja yang bener disana, abis ini lo ga bakal kesakitan lagi. Abis ini lo ga bakal capek lagi. Gue, mami, papi ngelepas lo. Ga apa-apa kan? Gue bakal jagain Quiesha buat lo. Rest well, there El."
Pip pip pip Pip pip pip.....
Bunyi EKG yang tiba-tiba serta tubuh Daffa yang mengejang membuat Naya terdiam membisu. 10 menit berlalu hanya karna keterkejutannya mohat respon Daffa.
Apakah Daffa benar-benar akan menyerah kali ini?
Apakah harus sekarang?
Tidak-tidak, Naya tidak siap.Beruntunglah Warren yang sedang bertugas tidak sengaja melewati ruangan Daffa melihat kejadian itu. Lelaki bule itu segera masuk dan melakukan semuanya dengan kilat.
"Oh shit! naya help me!"
"NAYA!" Pekiknya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk memainkan drama. Warren adalah sosok yang sangat profesional jika telah memegang peralatan medisnya. Jadi dimatanya saat ini Naya bukanlah keluarga pasien melainkan seorang rekan dokternya. Berarti saat ini Naya sangat berkewajiban membantunya menyelamatkan pasien, dan tidak ada waktu untuk menangis.
"Stop crying and call others please,now!" Ucap Warren lagi.
Untunglah Naya lebih menggunakan otak daripada hatinya saat ini hingga berbekal dengan kemampuannya dia membantu warren untuk memberikan yang terbaik untuk Daffa.
☁️☁️☁️
"Lo kok ga temenin Naya di rumah sakit?"
"Dia emang ga suka di temenin gue jaga El kalo malem. Katanya mau curhat, kapan lagi bisa curhat sama si kuping lebar itu tanpa diledekin." Balas Sean.
Anya menangguk mengerti. Kini mereka berempat— Anya, Sean, Quiesha, Ray tengah menyantap makan malam- errr, makan tengah malam mereka di apartemen Rayi.
Sesekali candaan terucap dari mulut mereka. Entah itu hanya sekedar melucu, atau bahkan sampai mengejek satu sama lain kecuali Quiesha. Gadis itu merasa sangat tidak baik— malam ini, perasaannya begitu berat, seperti sesuatu yang besar akan terjadi. Dan perasaan ini tepat terjadi sesaat sebelum orang tuanya pergi untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby,Good Night! (Completed)
FanficCukup. Hanya itu. Cukup bahagia, cukup tertawa. Hingga kecewa dan sedihpun tak akan terlalu terasa dalam dan menyakitkan. ''Harusnya dulu, gue ga memaksa keadaan untuk di samping dia setiap waktu'' Dan ketika katanya keajaiban itu hanya datang sekal...