Seorang gadis manis, berparas cantik, dan berperilaku ramah. Namanya pun sesuai dengan sifatnya, Affa. Ia mempunyai sahabat yang menyayanginya, guru-guru yang mencintainya, serta orang-orang yang suka padanya.
Teman-temannya yang selalu ada untuknya, menjadi juara kelas, dan selalu dihormati karena keramahannya. Ia mungkin adalah sosok bidadari yang sempurna, bagi orang yang tak mengerti dirinya.
Padahal, di rumah ia seperti monster dalam kurungan, dikekang dalam kesendirian, dan diperlakukan tidak wajar. Itulah Affa yang sebenarnya, jadi tidak ada yang namanya sempurna bagi seorang manusia.
Dan untuk mengatasinya, ia membunuh orang yang membuatnya seperti itu, orang yang membesarkannya, merawatnya, dan menghidupinya. Orang tuanya sendiri.
Ia pikir itu akan membuat dirinya tenang seperti dulu, saat ibu kandungnya masih ada, dan belum tergantikan dengan ibu tirinya. Tetapi ia malah dimasukkan ke ruang rehabilitasi, yang membuat jiwanya semakin tidak tenang.
Hanya butuh beberapa bulan di sana, dan baru-baru ini ia keluar karena pandai bersandiwara. Sungguh anak yang cerdas, cerdas dalam berpikir tetapi bodoh dalam bertindak. Baginya, orang yang menghambatnya tidak pantas hidup, dan orang yang ia butuhkan masih bisa hidup.
Affa, seorang gadis manis, berparas cantik, dan berperilaku ramah. Ralat. Affa, seorang gadis pembunuh, berkamuflase dalam kecantikannya, dan menjadi musuh dalam selimut karena pandai bersandiwara.
***
"Affa, nginap di rumahku, ya! Ada Carmon dan Destya juga kok, ya? ya? ya?" pinta Hanny dengan manja, maksa pula.
"Kok tiba-tiba? Biasanya sehari sebelum hari yang ditentukan sudah mengabari?" tanya Affa dengan lembut.
"Yah, gimana ya? Gini, gini, kemarin mamaku beli daging kebanyakan, jadi dia bilang ajak kalian untuk makan bareng, sekalian nginap gitu. Nanti di sana kita bakar-bakar, pesta barbeqyu!" jelas Hanny dengan meloncat senang.
Affa tersenyum, "Barbekyu, Hanny! Iya, aku usahakan datang."
"Yeaaaay! Oke, aku tunggu kamu di rumah ya! Daah," Hanny melambai pada Affa, lalu masuk ke dalam mobil pribadinya.
Affa tersenyum, ia pun menghentikan taksi yang ada di depannya. Setelah sampai di rumah, ia masuk ke kamar dan mengemas baju untuk ia menginap di sana.
Tepat jam enam lewat lima belas menit, Affa turun untuk makan malam bersama perawat yang menjaganya. Meskipun disebut perawat, Affa telah menganggapnya sebagai ibunya sendiri.
Sebenarnya, ia sudah tidak perlu perawat, tetapi ia harus konsultasi seminggu sekali untuk tetap terkontrol. Tentu saja Affa tak melakukannya, jadi ia harus pulang dengan satu perawat yang akan mengontrolnya.
Mania, seorang gadis yang berhati lembut. Ia tak pernah marah pada Affa, dan Mania tak pernah melukai Affa, bahkan saat Affa hilang kendali, ia tidak pernah menyuntik Affa.
Karena, ia tau bagaimana rasa sakit saat jarum itu masuk ke kulit. Ya, Mania juga seorang mantan psikopat. Ah, jangan tenang dulu, mungkin ia masih bisa membunuh orang, tetapi pasti ada alasannya, karena ia sudah bisa mengontrol dirinya.
Mania melihat Affa yang turun membawa sebuah tas yang lumayan besar, ia tersenyum lalu segera menyiapkan piring untuk Affa.
"Mau kemana?" tanya Mania setelah Affa duduk.
"Boleh nggak, kalau aku nginap di rumah Hanny?" tanya Affa hati-hati.
Mania sudah tau siapa itu Hanny, bahkan ia tau siapa saja yang Affa ingin bunuh. Itulah sekilas gambaran kedekatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stories
LosoweBerbagai macam genre, berbagai macam masalah, berbagai macam penyelesaian, dan berbagai macam karakter. Merasakan marah, sedih, senang, ataupun takut. Tapi janganlah dibawa stress, karena cerita ini hanya untuk menghibur. Meminum jamu bersama mbak M...