7

77 26 16
                                    


Satu yang baru kusadari, memperjuangkanmu adalah hal yang harus aku penuhi saat ini.

_________________________________________


Bangunan besar kokoh berdiri, sekolah ini memiliki lahan cukup luas, bagian depan berupa halaman, di sayap kiri ada lapangan futsal juga basket. Di belakang terdapan halaman yang di sediakan khusus untuk anak green house .

Seharusnya murid di sini harus bersyukur bisa masuk ke sekolah ini, SMA Dirgantara memiliki fasilitas yang lengkap, Peraturan yang ketat juga beberapa extra yang mendukung bakat siswa.

Benar benar sekolah impian bukan?

Dua gadis beru saja berjalan di koridor sayap kiri, satunya membawa kumpulan kertas Dan yang satunya lagi membawa beberapa buku. Mereka akan pergi ke kantor, menaruh tugas ulangan dari Bu Tri tadi.

Tak sesekali Wilda menoleh ke kiri, mendapati sekerumunan siswa yang tengah menonton futsal, Pandanganya ia hentikan setelah matanya bertemu dengan mata milik Alka , gadis itu tersenyum sumringah, seolah seperti mendapat sesuatu yang ia inginkan.

Pandanganya menyejukkan, walaupun Alka hanya melihatnya sekilas, tapi tak apa. Wilda selalu suka melihat Alka bermain futsal, ia tak pernah bosan

Wilda akui, sorot mata Alka lah yang menarik perasaanya terlalu jauh, dia sudah diatas batas wajar sebagai pengagum. Gadis itu tersenyum di balik buku yang sengaja ia tutupkan ke wajah.

Dari sinilah Wilda tau bagaimana rasanya menyukai seseorang.  Aneh saja, yang ia rasakan adalah seperti ini

Detak jantung tak normal ketika melihatnya

Senyum senyum sendiri jika mengingatnya

Hatinya berdesir walau hanya menyebut namanya.

Alay?, namun itu yang Wilda rasakan akhir akhir ini. Tak di pungkiri lagi.

Gadis itu benar benar mencintai Alka

Ya, Alka Ramatha, adik dari sesorang yang sangat menyebalkan baginya.

Wilda tersentak ketika tersadar dirinya telah menabrak seseorang, terlalu memikirkan Alka membuat kefokusanya goyah. Dia berlutut, mengambil buku buku yang ia bawa tadi jatuh berserakan.

"Lo gak papa?" tanya seseorang yang tadi ia tabrak. Wilda tak berani berucap setelah melihat siapa bertabrakan denganya tadi.

"Sorry, gue tadi gak liat jalan" Alden merendah, ada yang bisa menjelaskan perasaan Wilda sekarang?, barusan Alden meminta maaf padanya!, satu hal yang mistahil bukan?

"S-sorry, gue tadi yang ngelamun"

Setelah beberapa detik pandanganya mengunci pada sosok tegap di depanya, ia terasadar.

"Nggak, gara gara gue tadi. Sorry, buku lo jadi jatoh"

Seperti bukan Alden, mana bisa orang yang songongnya sejagad bisa merendah meminta maaf kepada seorang perempuan. Wilda tersadar ketika sikutnya di senggol oleh teman sampingnya, Ike.

"Ayo, keburu masuk" ajak Ike, Wilda mengangguk, kemudian berlalu. Dia di buat terheran atas tadi.

Disana, Alden tersenyum sumringah, menatap punggung Wilda yang kian menjauh, lelaki itu mengusap keningnya yang sedikit berkeringat, kemudian berjongkok mengelus ujung sepatunya yang tak sengaja menyenggol sepatu Wilda tadi.

Ujung bibirnya tertarik, membuat senyum kejam disana.

"Gue udah mulai permainanya"

**********

KaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang