Gadis itu melangkah dengan percaya diri keluar dari mobil mewahnya, beberapa karyawan yang melihat nya melintas dengan segera membungkuk kan badannya memberi salam formal kepada satu-satunya putri CEO perusahaan ini. Yang diberi salam pun hanya tersenyum tipis sambil berjalan sedikit terburu-buru karena ingin segera bertemu sang ayah dan menyelesaikan sedkit urusan.
Singkat cerita, tadi beberapa saat lalu setelah Dian menyelesaikan sarapan nya sang Ayah meneleponnya dan memintanya untuk berkunjung ke kantor, sekaligus sang Ayah ingin mempertemukannya dengan seseorang—katanya sih begitu tadi di telfon.
Saat sudah sampai di lift handphone yang di pegangnya pun bergetar menandakan ada telefon masuk—benar dugaannya sang Ayah lah yang menelefon.
" Halo, iya Ayah? Iya iya ini Dian udah mau sampai. Tunggu aja diruangan Ayah, iya Ayah sabar " jawabanya bertubi-tubi karena merasa kesal di buru-buru
Lagian mau di temuin sama siapa sih buru-buru amat katanya bermonolog dengan diri sendiri.
Sampainya di lantai ruangan sang ayah Dian langsung di sambut oleh beberapa pengawal ayahnya yang ternyata telah menunggu nya sejak tadi.
" Selamat pagi, Nona muda. Bapak Ketua sudah menunggu Anda sejak tadi. Mari saya antar " katanya dengan sopan
" Ya, terima kasih. " jawab nya datar
Sesaat setelah aku memasuki ruangan Ayah, terlihat dia sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang hanya terlihat punggungnya saja dari belakang.
" Sayang, kamu sudah datang? Ayo sini-sini, ada yang sudah tidak sabar mau ketemu sama kamu" kata Ayah dengan antusias
Sesaat setelah pria itu membalikkan badannya menghadapku, yang bisa kulakukan hanya terdiam mematung memandangnya.
Wajahnya itu... terlihat seperti mirip dengan seseorang, tapi siapa ya...
" Halo Tanti, eh Dian ya sekarang? Masih ingat saya? Sudah lama ya gak ketemu. Kamu makin cantik aja " sapanya beruntun
Mendengar itu aku hanya terdiam dan memasang wajah bingungku karena tidak mengenal siapa yang mengajakku bicara barusan.
" ah.. kamu lupa sama saya? Saya Farrell, teman SMA kamu. Ingat? "
Mendengar nama Nya kembali di sebut, aku hanya diam tak bisa berkata-kata. Seperti ingin berucap namun tak terucap, seperti ingin membalas sapaannya namun masih terlalu sakit rasanya untuk kembali berbagi senyum dengan Nya.
Perasaan itu masih ada.
Bukan, bukan perasaan cinta dan sayang seperti dulu, melainkan perasaan sakit, sakit yang luar biasa, sakit yang sudah berhasil aku kubur dan sudah hampir terobati namun, terbuka kembali seketika hanya karena pertemuan singkat ini.
Menyebalkan, memang.
" ah.. iya rell. Saya ingat kamu. " jawabku lirih
" wah kalau gitu kenapa kalian gak makan bareng aja di Kafetaria kantor bawah, sekalian bincang-bincang tanya kabar, udah lama juga kalian gak ketemu kan "
Mendengar penuturan Ayah aku hanya bisa membelak kan kedua mataku pertanda protes.
" emm.. kayanya aku gak bisa yah. Aku udah ada janji sama Osen. " jawabku mencoba menghindar
" loh kok gitu sih Nak, sebentar saja minum kopi atau teh gitu. Ayah mau ketemu klien lain dulu sebentar, baru mau rapat lagi sama Farrell. Mangkanya kamu temani dulu ya selagi ayah bertemu klien dulu. Mau ya sayang? "
Sial batinku. Pinter banget nih ayah ngelesnya
" yaudah deh iya, iya " kataku akhirnya ngalah dan pasrah
" ayo kita ke bawah, Kafe nya di bawah " kataku ketus sambil berjalan mendahului
Mendengar itu Farrell hanya tersenyum tipis dan membungkuk pamit kepada sang Ayah.
Ck Ayah katanya.
Sampainya di Kafetaria kita berdua hanya terdiam canggung, tak tau apa yang harus mulai di bicarakan. Aku dengan fikiran ku, dia dengan fikiran nya.
" Dian? Gimana kabar kamu? Udah berapa lama ya kita ga ketemu? 5? 6 tahun ? " tanyanya memulai pembicaraan
" Baik " hanya satu kata itu saja yang sekarang mampu aku keluarkan dari bibirku. Aku terlalu malas dan enggan menjawab pertanyaan basa-basinya
Mendengar itu Farrell hanya tersenyum masam, sekaligus merasa tidak enak.
" kamu... masih marah dengan saya? Atau bagaimana ? "
Mendengar pertanyaan itu ingin rasanya aku siramkan teh panas ini ke wajah tampannya,
Ck, masih marah katanya. Aku lebih dari sekedar marah sama dia.
Rasanya pengen teriak dan mencaci-maki dia, tapi apa boleh buat. Ini masih di kantor Ayah, yang ada malah aku mempermalukan diri sendiri.
" kalau kamu cuman mau membicarakan hal yang gak penting lebih baik saya pergi. Saya masih ada janji sama orang " kataku ketus
" oh, buru-buru banget Di? "
" Ya " jawabku cepat
" kalau gitu saya boleh minta nomer handphone kamu yang bisa di hubungi? Kalau bisa kapan-kapan kita bisa keluar bareng gitu "
" Jangan mencoba sok akrab. Saya tadi hanya bersikap baik sama kamu karena ada Ayah " tembakku tepat
" Mau bagaimana pun, Saya dan Kamu tidak akan bisa menjadi teman biasa. Saya tidak tertarik " lanjutku
Aku langsung melesat pergi meninggalkan Nya yang hanya terdiam dengan jawab ku tadi.
Hm, sudahlah, aku tidak peduli.
Walau harus aku akui jika... pertemuan singkat tadi sedikit mengundang rasa yang tak seharusnya ada.
Pertemuan ini sedikit mengundang Kerinduan... ku pada Nya.
YOU ARE READING
Suara Hati
ФанфикDua pria dan Satu wanita. kisah ini tentang perdebatan antara hati manusia, kisah tentang bagaimana tuhan membolak-balikan hati manusia, kisah tentang rumitnya kisah cinta orang dewasa. Di saat sang wanita telah berhasil menyembuhkan lukanya di masa...