🍁 6. Menyangkal Perasaan

446 79 10
                                    

Budidayakan vote sebelum baca dan comment setelah baca!

🍁🍁🍁

Revan beranjak dari kantin dengan emosinya. Kakinya melangkah ke arah rooftop sekolah. Entah mengapa saat melihat Bella tadi, emosi tiba-tiba dirasakannya.

Revan tidak tau perasaan apa yang hinggap di hatinya saat melihat Bella di taman tadi.

Revan duduk sambil merogoh sakunya, Revan mengambil sebuah benda beracun yang selalu membuat pikirannya menjadi 'lebih' tenang. Walaupun Revan tahu bahaya yang ditimbulkan oleh benda beracun tersebut.

Revan tidak peduli, karena setidaknya benda tersebut bisa menenangkan pikirannya sejenak. Revan mulai membakar ujur rokok tersebut dan menghisapnya dalam dalam. Revan menghembuskan asapnya ke udara sambil memejamkan matanya. Meresapi setiap hembusan asap yang dikeluarkannya ke udara.

'Ck, gue gak cemburu. Buat apa gue cemburu ke cewek aneh kayak si Bella. Kurang kerjaan aja.' Batin Revan. Sifat Revan yang tidak peka dan selalu menyangkal perasaannya.

Tak lama berselang, Dimas dan Satya menyusul Revan ke rooftop, karena mereka tahu kalau Revan tidak akan jauh jauh dari yang namanya Rooftop. Tempat paling tenang bagi Revan.

Satya menjitak kepala Revan dengan sangat keras, membuat Revan yang sedang menyesapi rokoknya tersentak kaget.

"Bangsat lo!" Gerutu Revan tidak terima. Sedangkan Satya hanya cengengesan mendapat umpatan dari Revan.

"Nama gue emang Satya, tapi gak pake 'bang' juga kali." Balas Satya. Revan hanya menatap tajam ke arah Satya. Sungguh, lelucon Satya tidak ada faedahnya sama sekali.

"Tanggung jawab lo Van. Gara gara lo gue hampir kena serangan jantung tau gak!." Gerutu Dimas kepada Revan, sedangkan Revan mengangkat bahunya acuh terhadap rutukan Dimas.

"Syukur-syukur gue gak mampus di tempat karena keselak bakso." Sambung Dimas.

"Jangan sampe Dim. Uang jajan gue lagi melarat, jadi gue gak bisa kasih santunan nantinya." Ucap Satya sambil terkekeh.

"Sialan lo Sat."

Sialan itu nama tengah gue.

Bangsat.

Itu nama depan gue. Seandainya Dimas tidak takut dosa, maka ia akan melempar Satya dari atas atap ini.

Revan hanya mendengar celotehan dua sahabatnya itu dengan diam. Bukan menjadi sesuatu asing lagi bagi Revan mendengar segala macam ocehan Dimas dan Satya itu. Tapi setidaknya ocehan garing merekalah yang bisa membuat hidupnya sedikit lebih berwarna dan tidak monoton.

"Van? Tadi lo kenapa emang? Sampe gebrak meja kantin gitu."

Revan mencari-cari alasan untuk bisa menjawab pertanyaan Dimas.
"Oh itu. Gu--gue Cuma tes kekuatan tangan gue. Gak nyangka gue, setelah beberapa hari gak berkelahi ternyata pukulan gue masih kencang juga." Jawab Revan asal. Alasan yang tidak masuk akal. Beruntung karena dengan bodohnya Satya dan Dimas langsung mempercayai alasan Revan yang sebenarnya tidak masuk akal tersebut.
Fyi,Mereka bertiga emang tidak pernah terlepas dari yang namanya berkelahi.

In My FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang