Kilat Tanpa Cahaya

4 0 0
                                    


Suara keras itu membangunkanku dari tidurku. Suara yang selalu terdengar setiap istirahat, suara bel sekolah yang selalu ditunggu siswa-siswi sekolah . Kerumunan manusia itu berjalan seirama meninggalkan kelas mereka masing-masing. Ada yang menuju ke kantin, perpustakaan, ke taman, dan ada juga yang masih mengingat sang kuasa di tengah jam istirahat mereka. Aku bukanlah  salah satu dari mereka semua. Bisa dibilang aku ini anak yang bebas, aku tidak pernah mau menuruti peraturan disekolah ini, akan tetapi tidak semua peraturan kulanggar, bisa-bisa aku dikeluarkan dari sekolah. Sudahlah, biasakan diri kalian karena semua hal negatif itu sudah menjadi kebiasaan bagiku.

Perkenalakan, namaku Yogi, panggil saja Yogi. Nama lengkapku Firmansyah Prayogi, salah satu murid SMA favorit didaerahku, kalian pasti sudah tau bagaimana perangaiku. Yap, aku suka kebebasan, tapi bukan berarti melanggar semua aturan. Harus tetap dalam norma sosial, dan agama.

Siang itu, sewaktu istirahat seperti biasa aku pergi ke kantin terlebih dahulu untuk membeli sarapan. Tak lama berselang salah satu bekantan dari kebun binatang datang menghampiriku.

"Kaya biasanya aja ya mbak, ayam, tempe, sama sayur bening bungkus. Dibayarin Yogi." Sambil memberi isyarat jempol dan kedipan mata dia menoleh kepadaku. Agak jengkel tapi yasudahlah. Biar bekantan itu tau rasanya makan enak, aku ikhlas. Yak, bakantan itu adalah temanku lebih tepatnya sahabatku, namanya Wawan. Anak paling gateli (ngeselin), jahil, dan ga pernah bayar hutangnya. Dan aku punya firasat kayaknya makanan ini gaakan dibayarnya.

"woe cuy, habis ini ke tongkrongan kuy, pasti yang lain udah nungguin." Kata Wawan.

"yowes, ane beli makanan dulu." Balasku sambil meninggalkannya pergi ke kantin sebelah.

"su . . . yang bayar ini siapa cuk?!" omelnya karena kutinggal sebelum mentraktirnya.

Aku dan teman gengku memang punya tempat tongkrongan sendiri, dan tempat tongkronganku bukan tempat yang biasa. Tempat tongkronganku tidak berada di atas tanah, melainkan didalamnya. Kok bisa? Ya itu karena temanku yang beda spesies dengan si Wawan ini tidak sengaja menemukannya, letaknya memang diluar sekolah, tapi pintu masuknya ada di dalam sekolah. Segitu dulu cerita singkatnya.

Oke jadi setelah mengenal bekantan peliharaanku, akan kukenalkan dengan lumba-lumbaku dialah Wahyu. Kenapa kusebut lumba-lumba karena dia adalah anak jenius diantara kami bertiga, dialah yang menemukan tempat tongkrongan kami.

"sudah kalian beli makanannya? Lama amat, cewek-cewek udah ditongkrongan tuh, skuy." Ucap wahyu sambil menenteng bukunya

Meskipun si Wahyu itu jenius tapi dia termasuk murid yang agak nakal, dia terkadang ikut dengan kami membolos yaa walaupun dia bolos karena memang sedang tidak ada pelajaran. Dia malas ikut kegiatan seperti seminar, kegiatan akhir semester, dan kegiatan yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Wahyu lebih memilih membaca buku, baik itu buku pelajaran maupun non-pelajaran.

"Hello ladies, lama ya nunggunya hehe. Aku belikan jajanan yang enak buat klean, pasti klean suka." Dengan muka modusnya si wawan memberikan jajanan yang kubelikan untuk mereka.

"Tapi kan itu ane yang—."

"Hah? Apa yog? Mau satu? Oke nih ane ambilin, hehe." Wawan memotong omonganku dengan cepat. Memang kampret nih anak.

"Halah wan, kami udah tau itu yang beli yogi, bukan kamu. Ya kan, Yog?" jawab Sasky.

"gaapa santai saja, emang aku beliin itu buat kalian kok."

Sasky adalah satu-satunya anak kelas 10 yang secara tidak sengaja menemukan tempat tongkrongan kami. Tapi, aku sempat berpikir, tempat tongkrongan kami ini jarang sekali dilewati, bahkan tukang kebun sekolah kami juga tidak pernah kesini. Cukup aneh memang tapi yasudahlah.

"Makasih ya gi udah beliin ini buat kita, lain kali aku yang beliin, oke?" ucap Luna yang sedari tadi sudah memakan jajan yang kubawa.

Perkenalkan Luna, cewek paling tomboy se-SMAku. Bahkan, saking macho-nya cowok di sekolahku gaada yang mau jadi pacarnya. Padahal, luna ini termasuk cantik, blasteran jerman-indo. Mungkin karena tomboy-nya, jadi gaada yang mau jadi pacarnya.

"Gimana acara di aula udah mulai apa belum?" Wahyu yang sedari tadi diam membaca novelnya, tiba-.tiba bertanya

"Baca novel mulu sih, udah mulai daritadi kali, baca apa sih yu? Novel baru?" tanya Sasky.

"iya nih, dikasih sama seseorang, gatau siapa. Tapi, novelnya lumayan menarik perhatianku sih."

"judulnya apaan?" tanyaku.

"judulnya itu The Day You Died karya , jadi ceritanya tuh tokoh utamanya itu diancam sama pesan-pesan berantai yang isinya itu cuma kata-kata yang rancu. Menarik kan? mangkannya—."

"udah-udah si Yogi Cuma nanya judul, oke? Kok kamu jelasin secara rinci." Wawan yang cukup kesal dengan jawaban Wahyu langsung memotongnya.

"Ya . . . kali aja kalian mau denger, terus ikut baca, terus kita baca bareng-bareng." Ucap wahyu dengan nada sok imut.

"Jijik kali nada bicaramu itu."

Luna yang sedang makan pun sampai terganggu dengan ocehan para hewan kebun bimatang itu.

"Udahlah wan, niatnya Wahyu kan cuma memberi tahu."

"Iya sih, ah yasudahlah," Wawan yang merasa sudah terpojok akhirnya mengalah. "Ada yang udah tugas matematika wajib uji kompetensi 3.1?"

"Oh . . . aku sudah wan, sini aku bantu." Jawab wahyu.

Begitulah kami, siswa remaja yang normal, Cuma agak sedikit nakal. Kami memang sering bertengkar, bahkan kami bertengkar hanya karena hal yang sepele. Tapi, itu tidak membuat persahabatan kami luntur, justru itu yang memperkuatnya.

Namun, itu semua sedang diuji sekarang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 17, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RadioactiveWhere stories live. Discover now