Part 24

3.2K 195 12
                                    

Pukul 03.00 dini hari, Raden Kerta Kesuma terjaga dari tidurnya. Ia memang kerap bangun di jam-jam itu. Dikedipkan matanya berkali-kali agar pengelihatannya menjernih. Dadanya kembang kempis mengeluarkan sebersit rasa di hatinya yang tiba-tiba menyergap. Ada relung yang terasa hampa di sana, namun seketika terasa penuh sesak. Dalam keheningan, suasana hatinya semakin tak menentu. Membuat nafasnya keras terdengar bergemuruh. Ia berusaha mengatur tempo bernafasnya agar tak mengganggu istrinya.

Dilihatnya wanita yang tertidur di sampingnya. Wanita yang teramat ia cinta.
Ia memandangi punggungnya saja. Badannya yang ramping, rebah ke samping. Ia ingat, beberapa jam lalu Ajeng Kamaratih masih sulit memejamkan matanya. Setiap malam ia sering melamun dan menghabiskan waktunya untuk bersedih.

Kedua matanya berkedap kedip, bola matanya memutari seisi ruangan. Ia dapati kekosongan yang mencekam. Kekosongan yang dahulu pernah diisi dengan bacaan sholat, dan petuah dari Ahmad. Ah... malam-malam hangat itu sudah hilang. Terganti oleh dingin yang suram. Kian lama, hatinya semakin dihantui gelisah. Seperti ada yang meremas perut dan jantungnya bersamaan. Perlahan badannya bergerak ke tengah, ia menatap lagi ke samping kanannya. Matanya menemukan badan istrinya masih terbaring membelakanginya. Ia pandangi terus seolah ingin mengurangi resah. Ia tak mau terlalu larut menyesali keputusannya memulangkan Ahmad ke rumah. Padahal hatinya sendiri berkata, ia masih sangat membutuhkannya. Tetapi ia bersikeras mengelak. Sergapan-sergapan rasa bersalah dan penyesalan terus menghantui. Ia putuskan untuk menepisnya saja. Ekor matanya mengamati. Wanita di sampingnya tertidur pulas sekali.

Sedari tadi ia mencoba menahan laju nafasnya dan mengatur temponya. Tetapi, kenapa telinganya malah mendengar suara-suara seperti memburu, dan semakin menggebu. Suara gaduh di hatinya tidak seribut itu, meskipun sekarang dadanya yang bergemuruh belum reda, tetapi ia yakin kalau bunyi itu bukan bunyi degup jantungnya atau dengusan nafasnya.
Ia pasang lagi telinganya baik-baik. Setelah didengarkan dengan seksama, suara itu mirip dengkuran. Dan... datangnya dari arah... samping kanannya. Raden Kerta Kesuma tak percaya. Mustahil istrinya yang mendengkur. Sepengetahuannya, Ajeng Kamaratih tidak pernah tidur mendengkur, tapi di kamar itu hanya ada dia dan istrinya saja. Lantas suara siapa itu ?

Badannya masih bergeming. Ia kembali memandangi tubuh istrinya. Terkejut. Sebab ia mulai menyadari, tubuh wanita di sisinya semakin besar tak seramping tadi. Ia amati lagi, rambutnya pun berubah. Rambut hitam, halus sepinggang, kini tampak kusut melewati bokongnya. Ah... ia mengedipkan matanya untuk kesekian kali. Suara mendengkur itu mengoyak keheningan menciptakan kebisingan yang terdengar mengancam dan mengerikan. Kedua matanya melotot dan memicing bergantian. Selain bising, ia juga pusing melihat pemandangan yang terasa sangat asing. Padahal ia tahu, tubuh wanita di sisinya ialah istrinya yang tengah berbaring.

Sulit rasanya memahami dan mencerna situasi seperti ini. Ia pun membangunkan istrinya guna memastikan. Tangannya mulai mencengkram pundak istrinya dan menguncangnya pelan. Mulutnya sesekali memanggil lirih namanya, "Diajeng, diajeng."

Tubuh wanita itu terasa amat beku. Selain tak bergerak, jemari Raden pun menyerap hawa dingin di sekujur telapak tangannya. Raden terus berupaya mencairkan suasana. Ia memanggil-manggil wanitanya dan menyentuh pundak dinginnya. Istrinya ssmakin mematung. Tubuhnya juga kian berat. Tangan sang Raden tak lagi mampu mendorongnya atau menggoyang-goyangkan bahunya. Lelaki itu pun mulai sadar. Kemungkinan wanita di sampingnya bukanlah istrinya.
Dan, beberapa saat setelah ia terdiam, sesudah tangannya berhenti mengguncang. Ia mendengar kasurnya berdecit. Tubuh wanita di sampingnya semakin membisu. Tidak mau terlalu lama menunggu, ia akhirnya memanggil seorang rewang. Ia panggil-panggil sampai seluruh keberaniannya habis, tak ada sahutan dari luar.

Nyalinya memang besar dan tak terbantahkan. Tetapi, sepertinya keberaniannya telah terkuras saat mencoba membangunkan istrinya tadi. Ada rasa bergidik manakala kulit tangannya merasa dingin dan sekaligus asing.

Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang