DCKD 28

5.5K 292 0
                                    

"Alfa, Om punya permen. Alfa mau nggak?" Irfan menyembunyikan tangan di balik tubuhnya ketika ia memangku Alfa.

"Mau dong, Om!"

"Tadaaaa." Irfan mengacungkan sebuah lolipop yang langsung disambar girang oleh targetnya.

"Bilang apa, sayang?" Salsa yang duduk di jok depan samping Baim menoleh ke belakang.

Alfa menaikkan kedua bola matanya. Kayu pada permen lolipop yang baru saja diberikan om-nya ia tempelkan di pipi. "Mmm ...."

"Kalo dikasih sesuatu sama orang lain, kita harus bilang?" Salsa kembali memberikan clue.

"Telima kasih," jawab Alfa dengan pengucapan R yang masih seperti L hingga membuat orang-orang di dalam mobil tertawa.

"Anak pintar," tukas Salsa.

Irfan tersenyum seraya memeluk gemas keponakannya.
Sejak tadi, Baim yang duduk di belakang kemudi sesekali melihat om dan keponakan itu dari kaca mobil. Jujur, ini pertama kali Baim melihat Irfan bermain dengan anak kecil. Yaa walau terlihat agak kaku-kaku gimanaaa gitu. Tapi dari gelagatnya, ia terlihat berusaha untuk tidak membuat Alfa menangis dan ... selalu ingin membuatnya senang.

Meski tadi siang Alfa sempat menangis, kali ini ia sudah bisa akrab dengan Baim, Irfan dan Salsa seolah lupa akan penyebab tangisannya tadi siang. Bahkan dalam perjalanan mereka menuju Bandara pun Alfa tidak susah dibujuk untuk duduk di mobil sahabat Om-nya. Sementara Adri dan istrinya menaiki mobil yang mereka bawa persis di belakang mobil mereka.

Hari ini adalah hari dimana Irfan menuliskan bahwa ia amat bahagia. Pertama, ia bebas menikmati masa libur yang hanya satu hari bersama keponakan pertamanya. Alfa, si laki-laki kecil jiplakan Bang Adri. Begitu Irfan menyebutnya. Bahkan Adri berkenan ke Jakarta untuk bertemu orang tuanya. Dengan begitu, langsung saja Irfan mengambil alih anak Abangnya untuk ikut ke dalam mobilnya. Meski pada awalnya istri Adri terlihat khawatir, suaminya berhasil meyakinkan bahwa Irfan pun bisa menjaga anak kecil.

Maha baiknya Allah sang Maha Pencipta kehidupan. Dengan skenarionya nan indah dan bermula dari keengganan Irfan untuk berlibur, ternyata Pantai Kukup adalah titik temunya dengan Adri.

***

Selama kepergiannya enam tahun terakhir, pelataran rumah yang dikelilingi taman bunga berumput hijau itu masih sama persis seperti dulu. Citra, Ibu Irfan teramat suka dengan bunga-bungaan. Bahkan kalau dilihat jumlahnya kian bertambah. Terlebih dengan pagar tanaman yang mengelilingi pembatas tembok rumah mereka. Dulu, pagar tanaman belum ada. Tapi sekarang, entah terinspirasi darimanakah pagar tanaman yang pada umumnya hidup di pedesaan sudah terjajar rapi di sana.

Hilma hampir mulupakan suaminya yang telah berdiri di samping pintu mobil, siap menggandeng tangannya. Beribu-ribu perasaan berkecamuk di dada. Tentu wanita itu tidak lupa. Malam pertama usai Adri mengucap ijab qobul, ia ceritakan semua asal-usul dirinya yang kabur dari rumah.

Telapak tangan Hilma bergetar, hawa dingin menyelimuti tubuhnya. Adri pun demikian. Namun, sebagai seorang laki-laki dewasa yang sudah memiliki anak, ia berpendirian tegas untuk melindungi dan membimbing keluarga kecilnya di jalan yang benar. Adri meraih telapak tangan Hilma, ia gandeng istrinya mendekati pintu rumah yang sudah terbuka lebar. Sementara Alfa, putra pertama mereka sudah lebih dulu masuk bersama om-nya.

"Assalamu'alaikum ...." sapa Irfan begitu memasuki rumahnya. Kosong. Tidak ada siapa-siapa di dalam rumah.

"Assalamu'alaikum ..." Alfa menirukan suara Om-nya.

Sayang. Rumah sebesar separuh dari istana ini memang sepi sejak dua anak Ayah dan Ibu pergi entah kemana, dan setahu Ibunya, baru Irfanlah yang kembali ke rumahnya. Adri entah di mana, tak tahu jua kabarnya.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang