2 : Cicak di Hatiku

12.9K 230 4
                                    

Mulut tajam milikmu itu, membuat jantungku berdebar-debar, Tuan Anfa.

—Aleeya

.
.
.

"Yang benar saja! Kau mau melamar menjadi penyanyi di sini?"

Dari papan nama yang tertempel di dadanya, Aleeya bisa tahu kalau pria itu bernama Anfa Irtiza. Dengan dibalut kemeja berwarna hijau toska, pria itu terlihat lebih fresh. Dan sejauh mata memandang, Aleeya tak bisa mengusir segala macam pikirannya, Tuan Anfa Irtiza dengan dada yang bidang.

"Tentu saja." Jawabnya.

Kalau boleh jujur, saat ini Aleeya sedang gugup. Ia merasa deg-degan.

"Okay, let's see your talent." Anfa tersenyum, senyuman yang terlihat aneh di mata Aleeya. Dia merasa kalau pria itu tidak pantas untuk tersenyum. Dan Aleeya yakin kalau Anfa tidak pernah tersenyum semasa hidupnya.

***

Uji coba menyanyi itu sudah selesai beberapa menit yang lalu.

"Gimana? Gak malu-maluin kan?" Tanya Aleeya.

Anfa melirik, menatap ke arah Aleeya tanpa minat. "Gak malu-maluin, ya?"

Aleeya menatap dalam ke arah matanya, ugh sialan! Wanita itu mengumpat. Apa-apaan pria ini?

"Jadi kapan saya bisa mulai bekerja, Tuan Anfa?"

"Bekerja?"

"Ya, sebagai penyanyi di sini."

"Kau gila ya?" Anfa bertanya, menampilkan senyuman mengejeknya.

"Apa?"

"Dengan suara seperti cicak terjepit tembok, dan kau ingin menjadi penyanyi di sini? Mimpimu terlalu tinggi, Nona."

Bibir Aleeya terkatup rapat. Suaranya? Suaranya seperti apa tadi? Cicak terjepit tembok? Muka Aleeya merah padam, wanita itu ingin sekali memukul pria di hadapannya ini. Berani-beraninya dia menghina Aleeya. Ya Tuhan! Sialan sekali dia!

"Eh? Kenapa mukamu merah begitu?"

"Sudahlah, aku mengundurkan diri." Katanya singkat.

"Apa? Kau mengundurkan diri? Diterima saja belum."

"Sudahlah Tuan, aku mengerti. Kau tidak punya cukup uang untuk menggajiku bukan? Jadi, abaikan sajalah!" Sahut Aleeya sembari mengibaskan tangannya.

"Apanya yang harus kuabaikan?" Tanya Anfa dengan tak sabaran.

Aleeya tersenyum, "Tawaranku yang tadi, lagipula sepertinya akan buang-buang waktu bila aku bekerja di sini."

"Hei!"

"Tapi, kurasa bokongmu boleh juga." Aleeya tersenyum cabul, wanita itu mengedipkan sebelah matanya. Lalu menjilat lidahnya sendiri. Dan Anfa, hanya menatap kosong ke arah Aleeya.

"Apa?! Kurang ajar kau!" Teriak Anfa saat Aleeya sudah mencapai pintu kafe.

Aleeya berbalik, "Sampai jumpa di ranjang, Tuan Anfa!" Aleeya balas berteriak, tidak mempedulikan suasana ramai di kafe itu.

***

Bibirnya mengerucut, merasa bodoh karena harus kabur dari rumah pada waktu yang tidak tepat. Aleeya tetap memaksakan kakinya untuk melangkah, dia harus mencari setidaknya apartemen yang harganya sangat murah, yang tentunya bisa ia bayar dengan sisa uang dalam dompetnya. Aleeya mendesah, berapa jauh lagi dia akan berjalan?

Namun, saat ia melangkah yang kesekian ratus, Aleeya masih tetap memaki pria yang baru saja menolaknya bekerja. Seharusnya dia diterima di sana, dengan suara emasnya ini. Tapi what the hell! Pria itu justru menghinanya, dan Aleeya bersumpah ia tidak akan mau bekerja di sana. Oh, satu lagi, Aleeya tidak akan sudi bertemu dengan pria yang bernama siapa? Kanva? Kamsa? Atau, ah Anfa! Gadis itu memukul dahinya pelan, Aleeya selalu bodoh dalam urusan mengingat nama seseorang.

"Hei gadis mesum!"

Aleeya kembali mengumpat, baru saja ia kembali mengingat pria bodoh yang barusan menolaknya, sekarang Aleeya malah mendengar suaranya. Jujur saja, Aleeya sangat ingin menyumpal bibir tipis lelaki itu dengan lidahnya, dan Aleeya berharap untuk merealisasikan keinginannya itu.

"Hei!"

Sialnya, teriakan itu semakin jelas. Mau tak mau, Aleeya menengok dan mencari asal suara tersebut. Dan, bingo! Pria barusan, ada di depan matanya. Tengah tersenyum cabul. Apa? Cabul?

"Siapa kau!" Aleeya balas berteriak, pura-pura tidak mengenal.

"Apa kau seorang kriminal dengan mobil hitam dan plat palsu? Oh, jangan-jangan kau penjahat kelamin!" Aleeya kembali berteriak, menunjuk-nunjuk Anfa dengan rasa tak acuh.

Pria itu melotot, bertambah marah saat ini. Dasar perempuan mesum gila!

"Heh, bisa-bisa kau kulaporkan ke polisi atas kasus perbuatan tidak mengenakan." Dari dalam mobil, Anfa membalas.

"Oh, silahkan saja,"

"Aku bisa membalas dengan kasus niat untuk melecehkan seorang gadis cantik yang berbokong seksi." Tambahnya.

Anfa tambah melotot, dan sepertinya bola mata itu akan segera keluar dari kelopaknya. Sialan gadis satu ini!

Buru-buru Anfa melepas sabuk pengaman yang sedari tadi melilit dada bidangnya, dan segera membuka pintu mobil. Mengetahui gelagat Anfa yang akan turun dari mobil, Aleeya langsung berlari dari posisi awalnya. Sungguh, ini bukan perkara yang mudah. Aleeya berlari payah sembari menggeret tas gemuknya yang berisi pakaian. Dan Aleeya kembali merutuki kebodohannya yang harus membawa banyak sekali pakaian.

Ketika Anfa turun, dan melihat Aleeya sudah tidak ada di sebrangnya, pria itu berdecih. Kemudian sudut bibirnya terangkat.

"Dengan tas penuh begitu dia mau lari? Dasar kurang pemikiran." Decak Anfa.

Masih terlihat jelas punggung ramping gadis yang baru saja berlari menghindarinya. Oh, apa-apaan makhluk kecil itu? Anfa tidak akan menggigitnya, setidaknya untuk malam ini.

"Hei, berhenti!"

Daripada terus-terusan mengoceh seorang diri, Anfa memilih untuk mengejar gadis itu. Kaki panjangnya dapat menyamai langkah Aleeya dengan mudah. Dan, hap!

"Kena kau, bocah." Desis Anfa.

Merasa ada yang memeluknya dari belakang, Aleeya buru-buru menoleh. Dan bukan hal sulit untuk menebak siapa pria yang tengah melilitkan kedua tangannya di dada Aleeya. Demi Tuhan! Tangan besar itu sepertinya terlalu longgar jika untuk menyentuh dadanya.

*

Gdstya,
Dec 28 '18

My Naughty Girl ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang