02
romeo yang mandi air hujan
―――Mark tersenyum. Tangannya menggenggam benda persegi berserat halus berwarna marun dengan tambahan aksen garis-garis emas meliuk, dan tercetak dua nama dan dua wajah yang ia sangat kenal. Lantas ia beranjak dari sofa dan berlalu. Menggantung langkah tepat di depan pintu karena menangkap intonasi dalam suara Jeno begitu hati-hati.
"Kau akan datang?"
Kepala yang tertutup arang lebat menoleh memertontonkan seringai ganjil ke balik punggung. "Sampaikan saja ucapan selamatku buat Haechan."
Pintu menelan punggung gagah itu. Jeno duduk seorang diri menatap undangan cantik nyaris tak berbentuk tergeletak di atas meja. Di luar, petir menyambar bersahutan dan derai air deras membasahi Bumi. Histeria tangis wanita dalam layar kaca menambah kebisingan. Jeno bergegas menyambar remote, tidak berpikir dua kali untuk menekan tombol off. Dia benci drama melankolis, terutama jika di pagi hari dan itu adalah hari kerja.
***
Mark tidak ingat kenapa dirinya bisa mengisi salah satu dari empat kursi makan dengan meja bundar sebagai sentranya. Ia hanya ingat langsung masuk taksi yang sedang parkir di depan rumah tetangga setelah keluar dari rumah. Lalu setelah menghabiskan berjam-jam mengelilingi pusat kota dan si supir taksi mulai mengumpat menggunakan kosa kata yang menakjubkan, dia turun di taman dekat sebuah komplek perumahan, sementara seluruh persediaan uang tunainya berpindah ke dompet si supir taksi. Duduk di sana meski hujan menambah beban di kepala. Dan entah muncul dari mana, gadis dengan payung transparan itu sudah berdiri di hadapannya, menawarkan semangkuk sup dan cokelat panas.
Mungkin karena dia belum menyentuh sarapannya pagi ini. Mungkin juga ia ingat pesan kakek buyut tentang sopan santun menerima tawaran orang lain. Atau mungkin karena dia tahu gadis di bawah payung transparan itu. Sewajarnya kakak kelas pada adik kelas semasa SMA. Selain karena kakaknya satu kelas dengan Mark, gadis itu pula yang jadi obyek cinta satu arah Jeno. Dan yang paling parah, seorang sahabatnya yang dirundung kasmaran menyebutkan namanya macam maniak hingga kuping Mark pengang.
Bibirnya berkedut disela-sela suapan sup. Ekor mata melirik pintu yang baru saja memuntahkan Jaemin keluar.
"Kalau sudah selesai, ganti baju dengan ini." Jaemin menepuk tumpukan yang ia bawa. Handuk, selimut, dan pakaian rumahan berpindah dari tangan Jaemin ke kursi kosong di sisi Mark. "Kau lihat dari pintu mana aku keluar barusan? Kamar mandi tepat di sebelahnya. Aku tidak mau mengurus orang sakit." Tangannya menyambar handuk kecil di atas kepala Mark, meninggalkannya di dekat bak cuci piring, lalu membereskan piring kering ke dalam kabinet. Dia melakukannya sambil terus mengoceh. Persis seorang ibu menasehati anak umur lima tahun untuk tidak sembarangan memegang pisau.
Mark mulai melihat warna pirang mahkota itu tertutup taburan serbuk kayu manis dan tumbuh memanjang hingga ke pinggang. Nama dan wajahnya tercetak pada undangan marun. Mark bahkan dapat mendengar suaranya mondar-mandir dalam kepala sebagaimana tapak-tapak sepatu di jam sibuk menghentak trotoar, dan rasanya seperti migraine.
Berisik, desis penuh penekanan, berharap dapat mengurangi sakitnya."Jika begitu caramu mengucapkan terima kasih, Tuan; sama-sama."
Ups. Paling tidak sekarang Mark tahu kenapa orang-orang selalu mengasosiasikan Jaemin dengan kucing, selain karena senyumnya itu.
"Jika ada yang bisa kulakukan untuk menebus ketidaksopananku serta membalas budi baikmu, Nona, katakan saja. Melihat pertunjukan jalanan dengan secangkir kopi panas, mungkin?" Ujung-ujung bibir Mark tertarik ke atas, nyengir dengan deretan gigi cemerlang. Tiba-tiba lupa akan denyutan di kepala.
Tawa Jaemin berderai. Bening, seperti lonceng. Bell. Nanabelle. Sesuatu dalam kepalanya berkata lagi. Ha-ha lelucon lama. Sekarang ia mulai berpikir, berada di dekat gadis ini terlalu banyak membongkar kotak ingatan dan itu terdengar tidak sehat.
"Baiklah, akan kutagih tawaranmu saat aku sedang depresi dan duduk seorang diri di taman, di tengah hujan lebat." Jaemin mengambil duduk di seberang Mark dengan semangkuk sup dan cokelat panas jatahnya sendiri.
Mark mendengus. "Kalau begitu yang akan kita lihat bukan pertunjukan jalanan melainkan pelangi dengan pot berisi koin emas di ujungnya."
Gadis itu berhenti meniup sendoknya, irisnya melebar dan senyumnya mekar. "Kedengarannya lebih seru."
Kerlip dalam mata mereka saling melempar kerling jenaka.
◀
▶
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo dan Cinderella
ФанфикCinderella yang kabur dari pesta dansa dan Romeo yang dikutuk hidup tanpa Juliet. Suatu hari, kisah mereka bersilang jalan, sehingga kedua tangan itu dapat saling menggenggam. Remake dari fanfik lama saya dengan mengambil judul yang sama dari lagu V...