~Aku hanya perlu mengejarmu jika kamu terus menghindar~
-
***
"Bentar tunggu aku" teriak Catherine tetapi tidak dihiraukan oleh adiknya. Adiknya itu ternyata sudah berjalan di lorong kelas.
Duk...
"Aduh" Chalysta meringis ia lalu mengusap keningnya sakit.
"Kau tak apa?"
"Iya, maafkan aku" Chalysta membungkuk kepalanya sakit entah apa yang tadi ia tabrak tapi itu tadi sangat keras.
"Sepertinya kau kesakitan, ayo ku antar ke uks" ia langsung memegang tangan Chalysta dan membawanya pergi.
"Eh, kau siapa? Aku tak apa-apa. Lepaskan tanganku" Chalysta mencoba melepaskan pegangan orang itu. Ia tak tahu siapa orang yang kini memegang tangannya.
Lalu ia melihat di sebelah tangan pemuda itu sedang membawa helm. Sepertinya yang tadi mengenai kepalanya ialah helm miliknya makanya kepalanya terasa sangat sakit.
"Hei, kau ini siapa?".
Pemuda itu menghentikan langkahnya. Karena pemuda itu langsung memberhentikan langkahnya tiba-tiba Chalysta menubruk pemuda itu."Aduh"
"Kau kan sudah tahu namaku" Chalysta mendongak, dia pemuda gila yang bertemu dengannya di perpustakaan. Belum sempat Chalysta berpikir, pemuda itu langsung menarik tangannya. Sesampainya di UKS, pemuda itu membawanya ke ranjang dan menyuruh ia untuk tidur.
"Aku tak apa-apa, aku mau pergi ke kelas"
"Tidurlah sebentar. Aku akan menemani kau di sini jadi tak perlu khawatir" Arsen tersenyum.
Chalysta bergidik ngeri, "Karena kau di sini makanya aku khawatir"
"Kenapa?"
"Kau orang asing"
Arsen mengerutkan kening ia sepertinya sedang berpikir serius. Rasanya Chalysta ingin tersenyum melihat Arsen berpikir tapi ia menahannya.
"Kalau begitu ayo kita jadi sahabat"
"Hah?!"
"Ayolah, lagipula aku belum punya teman di sini"
Chalysta langsung turun dari ranjang. Astaga hari pertama masuk ia langsung kejatuhan sial dengan bertemu dengan pemuda ini.
"Kau mau kemana?"
"Kelas"
"Kalau begitu aku antar"
"Tak perlu"
Chalysta langsung keluar dari UKS. Ia berjalan terus melewati lorong kelas.
"Ternyata jalanmu cepat juga untuk seorang perempuan"
Chalysta menoleh dan mendapati Arsen ada di sampingnya. Ia lantas mempercepat jalannya.
"Apa kau ingin lomba lari?"
"Menjauhlah"
Untung saja sekolah tidak terlalu ramai jadinya tak ada kehebohan saat ia berteriak di lorong siswa. Sesampainya di kelas Arsen masih mengikuti Chalysta. Chalysta benar-benar geram.
"Cepatlah pergi aku sudah di kelas".
Arsen menengok ke dalam kelasnya di sana hanya ada Caroline, sahabat Chalysta yang menatap mereka heran."Baiklah" Arsen langsung menjauh dari kelas.
Saat Chalysta masuk di sana Caroline sudah menatapnya penasaran. Ia yakin pasti sahabatnya itu akan bertanya segala macam pertanyaan kepadanya.
"Chalysta, kau sudah punya pacar?" Chalysta memutar bola matanya bosan.
"Tidak""Tapi tadi kau diantar-, wah sepertinya kalian ini ditakdirkan berjodoh"
"Apa sih maksudmu Carol?"
"Iya, kamu lagi kencan sama Arsen, anak peringkat satu di sekolah. Ini seperti takdir"
Peringkat satu?! Arsen peringkat satu? Dia jauh lebih pintar darinya. Ia kira yang mendapatkan peringkat satu ialah Fera, teman angkatannya yang selalu mendapat peringkat satu setelah itu baru dia. Tapi ternyata Arsen yang mendapatkannya. Ini sedikit sulit untuk dipercaya.
"Aku tidak berkencan dengan dia.
Aku tidak mengenalnya dan Caroline berhentilah berbicara kau terlalu banyak bicara hari ini"Caroline cemberut tapi Chalysta tak terlalu peduli. Ia masih berpikir bagaimana bisa anak seperti Arsen itu bisa jadi peringkat satu sekolah.
***
Keesokannya Chalysta berangkat ke sekolah sendiri karena ia ingin meminjam buku di sekolah. Sekolah terlihat sepi hanya ada beberapa anak yang datang.Ia bersyukur hari ini pembelajaran tidak ada karena masih awal masuk sekolah.
Chalysta langsung masuk ke dalam perpustakaan. Setelah mengambil buku yang ia cari, ia langsung duduk di bangku favoritnya. Lantas membuka laptopnya ia akan melanjutkan tulisannya. Ia mulai mengetik tangannya bergerak lincah di keyboard.
Entah sudah berapa lama ia mengetik sekarang ia mengantuk. Lalu kemudian ia tertidur dengan laptop yang masih menyala.
Arsen hendak ke perpustakaan ia ingin membaca komik. Saat di perpustakaan ia tak sengaja melihat petugas perpus. Ia lantas mendekat di sana juga ada Chlysta tapi gadis itu sedang tertidur. Sedangkan petugas itu malah membuka laptop."Bu, sedang apa?"
Petugas itu menoleh, "Arsen"
"Ibu, kenapa menangis?" Arsen binggung karena ibu itu sepertinya habis menangis.
Petugas itu menyerahkan laptop, "Ini, cerita ini bikin sedih, kata-katanya benar-benar mendalam"Arsen mengernyit lantas membaca cerita itu. Baru membaca Arsen sudah tertarik. Lalu itu men-scroll ke bawah ada nama pengarang di sana tertulis Chalysta. Lantas ia melihat ke arah Chalysta, gadis itu masih saja tidur.
Chalysta membuka mata perlahan ia melihat Arsen menatapnya. Ia menggeleng mimpinya aneh sekali kenapa ia melihat Arsen."Kau sudah bangun?"
Chalysta mendengarkan suara Arsen. Tadi ia melihat pemuda itu sekarang ia malah mendengar suaranya. Sepertinya ia benar-benar gila.
"Hei, apa kau tuli aku tahu kau sudah bangun" Chalysta mengerjap itu memang Arsen ia ada di depan matanya.
"Sedang apa kau di sini?" Tanya Chalysta.
"Memang tujuan untuk ke perpustakaan itu apa lagi selain membaca?" Chalysta menggeleng seharusnya ia tak usah bertanya pada Arsen.
"Kau cocok untuk jadi penulis" Chalysta menoleh.
"Apa maksudmu?"
"Jika kau mau kau bisa mengirimkan ceritanya kepadaku. Aku punya kenalan seorang penerbit"
"Apa sih maksudmu?"
"Aku tadi sudah membaca ceritamu itu sangat bagus. Kenapa tidak kau terbitkan?"
Chalysta melotot lantas ia mencari laptopnya. Laptopnya ada di depan Arsen."Kembalikan laptopku"
Sedangkan Arsen malah mengabaikan Chalysta, "Apa kau pernah menyerahkan ceritamu ke pernerbit?"
"Tidak, kembalikan laptopku Arsen"
"Baiklah"
Setelah laptop itu sudah berada di tangannya, Chalysta langsung saja mematikan laptopnya. Sekarang ia benar-benar malu ada orang lain yang mengetahui bahwa ia suka menulis. Ia takut jika nanti ada yang mencemoohnya.
Saat Chalysta berdiri tangannya dicekal oleh Arsen. Ia menoleh, pemuda itu malah tersenyum kepadanya."Akan ku buat ceritamu bisa masuk ke penerbit"
"Tidak perlu"
Chalysta langsung beranjak pergi meninggalkan Arsen. Sedangkan pemuda itu menatap punggung Chalysta yang sudah menjauh dengan tersenyum.
.
.
.
.
Holla moga suka ya^_^