Sebuah sekuel dari flash fiction milik saya, yang berjudul "Ada Yang Selalu Ada"
Hal yang aneh kan, kalau tiba-tiba pasangan kalian menyatakan "selesai" dengan alasan yang tidak masuk akal?
Okey, mungkin banyak yang nggak paham. Tapi kalian akan mengerti, betapa sakitnya hatiku saat dia bilang..
"Lebih baik, kita udahan.."
Freak! Bayangkan, hubungan yang hampir berujung ke pelaminan harus selesai begitu saja. What the hell?!
"Maksud kamu?" tanya ku heran. Lengkap dengan alis terangkat, dan kening berkerut. Apa ada yang salah denganku?
"Ayahku nggak setuju, Fy.."
Mataku membulat sempurna dalam waktu sedetik. Ini aneh, bagaimana bisa ayahnya tak setuju?
"Ka..kamu bercanda, kan?" tanyaku terputus-putus, berusaha menemukan sebuah senyum tertahan yang kerap ia sembunyikan saat mengerjaiku. "Mamah kamu udah ketemu sama keluarga aku, dan...dan--"
"Tapi nggak ada ayahku, kan?" potongnya bertanya. Yah, aku mengangguk.
Memang benar. Kedatangan ibunya hanya didampingi kakaknya, dan ayahnya memang tak ikut serta saat itu.
***
"Gila, Fy! Seenaknya aja Alvin ngomong kayak gitu?!"
Aku tak mampu menjawab, hanya diam dalam posisi menunduk. Tanganku memijit pangkal hidungku dengan teratur. Berusaha menghilangkan migran mendadak karena rasa tak menyangka yang begitu besar. Bagaimana bisa, bagaimana bisa, bagaimana bisa? Hanya dua kata itu yang terus berdatangan silih berganti dalam otakku.
"Gimana bisa dia bilang papahnya nggak tau soal hubungan kalian? Kalian sudah hampir menikah, dan," Sivia mengambil jeda dalam kalimatnya. "Dan mamahnya dia udah nemuin keluarga lo, terus...papahnya bilang nggak tau soal hubungan kalian? Ini aneh, Fy..aneh!"
Hahh..sudahlah Sivia. Aku bahkan sudah mengatakan kalimat itu berulang kali didepan Alvin.
"Ini aneh, Al! Aneh! Kalau kamu emang pengen ngebatalin pertunangan kita, jujur. Nggak usah pake alasan yang nggak masuk akal kayak gitu!"
Dan aku segera pergi meninggalkan nya setelah berucap demikian.
"Fy, Fy, Ify!"
Aku tersadar. Telapak tangan Sivia yang putih itu melayang-layang didepan mataku.
"Are you okay?"
Aku mengangguk. "Yah, i'm okay. Don't worry, Vi."
Sivia menghela nafas, terdengar berat di telingaku. "Jadi..sekarang.."
Aku menggigit kecil bibir bawahku. Apalagi yang mesti dipertanyakan dalam sebuah hubungan yang sudah jelas-jelas berakhir? Nothing, kan?
"Batal!" jawabku datar, diiringi senyuman getir.
Aku nyaris menyelesaikan semua persiapan pertunangan kami. Bahkan, mamah sudah membeli bermeter-meter kain untuk bahan dress cout yang akan dikenakan keluarga ku pada acara pernikahan ku nanti. Persiapan yang luar biasa jauh, kan? Tapi akhirnya...
"Padahal...elo tau banget kan, Vi? Betapa mamah udah nyiapin semuanya dari jauh-jauh hari, bahkan sampe masalah ke pernikahan."
Aku mendesah panjang.
"Nggak nyangka, yang gue harepin justru harus berakhir seperti ini.."
Sivia menepuk-nepuk pundakku. "Dia bukan jodoh lo, Fy.."
Aku tertawa hambar. "Kalau dia jodoh gue sih, mungkin bulan depan pertunangan itu bakal tetep berlangsung kali, Vi."
"Sorry, maksud gue--"
![](https://img.wattpad.com/cover/1972651-288-kd6f96f.jpg)