Sore yang ramai. Jalanan penuh sesak, didominasi oleh pegawai kantoran yang ingin segera sampai dirumah. Untuk beristirahat atau malah mengerjakan pekerjaan rumah yang sudah menunggu sejak tadi pagi ditinggalkan. Ada juga sebagian dari mereka yang memilih untuk mampir ke kedai kopi, menikmati rasa dan sensasi yang diciptakan oleh minuman berkafein tersebut.
Namun bagi Audi, wanita yang bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, jam kantor merupakan waktu baginya untuk segera pulang. Banyak hal yang harus dia kerjakan dirumah, salah satunya memasak untuk makan malam.
Butuh waktu lima belas menit bagi Audi untuk sampai dirumah. Membayar ongkos transportasi online yang ia pesan, ia lalu melangkah masuk, melewati pagar yang tidak dikunci sama sekali.
Pintu utama rumah adalah tujuannya. berdiri didepan pintu tersebut, lalu merogoh ke dalam tasnya. Mencoba mencari kunci rumah yang biasanya selalu berada didalam tas yang tengah ia pakai.
Dahinya berkerut saat tidak kunjung menemukan kunci tersebut. Ia bahkan sampai mengeluarkan beberapa barang yang ada didalam sana. Namun sepertinya tidak ada kunci yang terselip. Dia berfikir, mengingat-ngingat dimana keberadaan kunci tersebut. Dan satu-satunya hal yang mungkin adalah bisa saja ia menjatuhkan atau meninggalkan kunci itu diatas meja kerja miliknya.
Menghela napas pasrah, ia lalu mengeluarkan ponsel, mencoba menghubungi seseorang yang bisa membantunya membukakan rumah yang tengah terkunci ini.
Sembari menunggu, fikiran Audi kembali menerawang. Ke masa dimana ia memiliki kisah dengan seseorang. Dan kisah itu dimulai dari Audi yang kehilangan kuncinya.
Saat itu, Usia Audi baru menginjak angka 18 tahun. Masih sangat muda dan baru mencoba untuk mandiri dengan memutuskan kuliah di kota yang berada jauh dengan orangtuanya. Sebagai seseorang yang selalu di manja orangtuanya, ada beberapa hal yang membuat Audi kesulitan.
Dia harus membeli makanan sendiri karena tidak ada Ibu yang akan menyiapkan makanan untuknya. Dia juga harus mencuci sendiri pakaian miliknya. Dan masih banyak hal lainnya lagi yang harus ia kerjakan sendiri. Namun meski begitu, Audi menikmati semuanya. Ia menganggap semua itu adalah sebuah proses untuk menjadi Audi yang lebih baik lagi.
Audi baru saja menyelesaikan perkuliahan saat jam menunjukkan pukul dua belas lewat tiga puluh menit. Seperti biasa, dia akan langsung pulang ke kosan yang ia huni. Jaraknya tidak jauh dari kampus tempat ia belajar. Lebih tepatnya kosan Audi berada tepat dibelakang kampus. Jadi dia hanya perlu berjalan kaki sebentar saja untuk sampai di kosan.
Begitu sampai didepan kamar kos miliknya, ia lalu merogoh tasnya dan mulai merasa panik saat tidak bisa menemukan kunci. Ia bahkan sampai mengeluarkan semua isi tasnya. Baru jauh dari orangtua, kehilangan kunci kamar, dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa membuat Audi gelisah. Meski begitu, ia mencoba untuk tetap tenang. Alih-alih meminta bantuan teman kosnya, ia justru memilih untuk kembali menyusuri jalan yang ia tempuh saat perjalanan pulang ke kos tadi.
Audi fokus mencari, ia menunduk sepanjang jalan. Tidak peduli dengan keadaan sekitar. Ia bahkan tidak sadar telah memasuki lingkungan kampus lagi.
"Nyari apa dek ?"
"Jangan nunduk terus dek ntar nabrak."
"Mau abang bantu cari gak dek ?"
Beberapa pertanyaan usil dari para pria yang berada disana mulai mengusik ketenangan Audi. Ia menoleh sebentar lalu melempar senyum tipis sebagai rasa hormat kepada pria-pria tersebut yang lebih didominasi oleh senior. Beberapa dari mereka masih diingat Audi karena menjahilinya di masa-masa orientasi.
Audi terus melangkah, tujuannya adalah lantai tiga. Ia tadi mengikuti perkuliahan disalah satu ruangan yang berada di lantai tiga.
"Nyari apa sih ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah dibalik Kunci
Short StoryHanya kisah seorang pria, wanita dan sekumpulan kunci yang hilang ~