Hari sudah menjelang gelap saat Luna dan lainnya tiba di permukaan. Udara busuk dan asap langsung mengitari mereka. Desa dipenuhi api dan asap tebal, serta bergelimpangan mayat–mayat elf yang sudah kaku. Pohon–pohon tumbang, tempat itu sudah bukan lagi tempat tinggal yang damai. Mereka memandang ngeri, peperangan yang terus berlanjut di depan mereka. Lalu di dalam hati merasa murka dan sedih.
“Tidak kumaafkan!!!” teriak Elfino penuh dendam, dia berlari memasuki area peperangan. Marine dan Sorant mengikuti Elfino.
“Kalian jangan kesana!!” teriak Luna kepada ketiga elf itu, tapi ketiga elf itu tidak memperdulikan teriakan Luna. Luna terdiam, ia tidak percaya tentang apa yang terjadi di depannya. Porak poranda, makhluk tidak bersalah menjadi korban. ‘Inikah kekejaman Nornilk?’ pikirnya kalut. Jari Luna bertautan, tergenggam erat didada. Dalam hati dipenuhi kemarahan, ketakutan, dan kesedihan. ‘Kejadian ini harus diakhiri…Ryon…dimana kau? Cepatlah datang!’ kata Luna dalam hati, ia juga diliputi perasaan bersalah. Ia merasa lemah, tidak bisa menolong siapa-siapa. Ia hanya berharap Ryon selamat dan menolong semuanya. Memang ia terkesan egois, tapi apa? Apa yang harus ia perbuat?
“Luna!! Awas!!” teriak seseorang, saat itu juga tubuh Luna terdorong ke samping kiri dan jatuh ke tanah dengan keras.
“Aww…” Luna mengerang sambil memegang bahu kirinya yang sakit karena benturan.
“Kau tidak apa-apa?” tanya seseorang yang menyelamatkan Luna.
“Thora…?” Luna terkejut mendapati Thora yang menyelamatkannya. “Te-terima kasih..”
“Ayo, kita mencari tempat yang aman!” kata Thora sambil memapah Luna ke semak-semak tinggi. “Kau tidak apa-apa?” tanya Thora sekali lagi, Luna hanya mengangguk. “Bagus. Sekarang pergilah dari sini. Selamatkan dirimu!”
“Tapi, Thora! Aku tidak mau pergi! Aku akan ikut bertarung!!” seru Luna tanpa berpikir. Ia nekat memutuskan akan bertarung walau ia tidak memiliki kekuatan apa-apa. Ini janjinya terhadap semuanya. Ia akan menyelamatkan semuanya!
“Tidak bisa Luna! Kau harus selamat demi Ryon. Oke?”
“Kenapa..? Kenapa demi dia aku harus mengorbankan para elf yang lain?” tanya Luna lirih, airmata turun perlahan membasahi kedua pipinya. Sebenarnya ia juga marah terhadap Ryon yang menghilang entah kemana disaat kacau seperti ini. Disaat Luna membutuhkan kehadirannya.
“Luna, bukan seperti itu. Jika kau mati, justru kami semua yang akan bersedih. Kau dan Ryon sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Dan diantara keluarga kami, yang paling sedih jika kau mati, adalah Ryon…” kata Thora pelan seraya mengusap pipi Luna
“Ta-tapi..”
“Tenanglah. Kami semua tidak akan mati dengan mudah. Kami tidak ingin kejadian yang sama terulang lagi…cukup hanya Taichou yang berkorban untuk kami semua…”
“Apa maksudmu? Ada apa dengan Taichou…?” tanya Luna, mendadak ia merasakan firasat buruk. Thora hanya terdiam termangu. “Thora, ada apa? Katakan yang sebenarnya!” kata Luna memohon.
“Beliau…dibunuh…” kata Thora akhirnya, lirih, tidak bisa menyamai suara teriakan perang tapi tetap saja membuat Luna seperti jatuh ke jurang dan Thora merasa sakit saat mengulang kata-kata itu.
“Ba-bagaimana bisa…? Siapa pelakunya?” tanya Luna tercekat. Akhirnya ia dapat melontarkan pertanyaan itu. Pertanyaan itupun merupakan segenap kekuatan yang akhirnya bisa ia kumpulkan.
“Aku tidak tahu….aku diberitahu oleh Suzanne sesaat sebelum ia pergi.”
“Apa yang lain sudah tahu…?”