Rasa

262 27 5
                                    

Waktu dan rasa. Sesuatu yang kau tahu.

Seokjin pernah berandai, bagaimana rasanya jatuh cinta dengan Kim Namjoon.
Ia pernah berpikir, mungkin rasanya akan sangat manis. Seokjin akan melayang ke angkasa, hingga ia lupa dimana tempatnya bernaung. Seokjin akan merasa sangat indah, sebab katanya jatuh cinta membuatmu terlihat lebih menarik dan indah. Dia tak bisa membayangkannya, tapi sekiranya itu terjadi Seokjin mau untuk merasakannya.

Kendati demikian, hal itu tak pernah terjadi.

Namjoon menatapnya dengan pandangan datar, bibirnya mengatup rapat. Seokjin tahu, Namjoon lelah. Lelah dengan segala omong kosong Seokjin, lelah dengan hidupnya, dan lelah dengan perasaannya sendiri.

"Kita sudahi saja," Namjoon bersuara. Seokjin masih terdiam. Ia berniat untuk membalas perkataan Namjoon, tapi yang selanjutnya terjadi benar-benar membuat dia kelu.

"Pada akhirnya, kau tetap tidak mencintaiku."

.

.

.

Ketika kabar mengenai putusnya Seokjin dengan Namjoon menyebar, satu kampus heboh. Pasalnya Namjoon termasuk orang yang populer di kampus karena kepintarannya. Seokjin dianggap sebagai orang bodoh karena putus dengan Namjoon.

Ya ampun! Bagaimana mungkin dia putus dengan orang sehebat Namjoon!

Seokjin! Apa kau tahu kalau kau telah membuat hidupmu sia-sia?

Ku kira mereka akan menikah nantinya.

Tahu begini Namjoon untukku saja.

Seokjin hanya menanggapinya dengan diam. Dia tak habis pikir dengan orang-orang di sekitarnya. Hei, putus dengan Namjoon bukan berarti kiamat dunia. Bisa jadi saat ini Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang baik untuknya.

Lagipula, ia tidak pernah menyukai Namjoon. Ia menerima Namjoon karena Namjoon terlihat sangat berharap. Seokjin pikir seiring waktu berjalan, ia dapat mencintai Namjoon. Ternyata tidak. Tak ada yang berubah. Ia tidak bisa melihat Namjoon sebagai pasangannya, dan Namjoon terlanjur sakit hati dengan perlakuan Seokjin. Namjoon memutuskan menyerah, sehingga mereka putus.

Rumor menyebar dengan sangat cepat dan Seokjin berusaha untuk tidak peduli. Ia melangkahkan kakinya ke perpustakaan,kemudian menemukan seorang laki-laki yang sedang berkutat dengan buku tebal berisi materi makroekonomi.

Seokjin tersenyum dan menepuk pundak laki-laki itu dengan pelan. "Hei."

Yang dipanggil menoleh, kemudian tersenyum mendapati Seokjin di belakangnya.

"Hai juga."

.

.

.

Namanya Kim Taehyung. Bukan orang yang populer, hanya sekali mendapatkan nilai C di ujiannya, anak Fakultas Ekonomi, yang sialnya berhasil membuat Seokjin nyaman di dekatnya.

Mereka duduk berhadap-hadapan. Seokjin sedang menyelesaikan paper-nya, sedangkan Taehyung berkutat dengan buku tebalnya. Mereka berbeda jurusan, tetapi mereka tidak merasa aneh saat mengerjakan tugas yang berbeda. Terasa nyaman dan tak ada rasa canggung.

Taehyung mencondongkan tubuhnya ke arah Seokjin, mengintip paper Seokjin. "Paper lagi?"

Seokjin mengangguk singkat. "Hubungan Internasional penuh dengan paper."

Taehyung hanya bergumam paham. Ia menutup bukunya, kemudia membuka buku yang lainnya. "Apa ada sesuatu yang ku lewatkan?"

Seokjin beralih fokus ke Taehyung. "Apa?"

"Tentang kisah asmaramu yang kandas."

Seokjin terkekeh. "Banyak yang bilang begitu. Tapi aku merasa baik-baik saja. Aku tidak menangis seperti orang gila."

Taehyung memangku dagunya dengan tangan kanannya. "Kalau Namjoon melihatmu seperti ini, dia akan menangis."

"Dia sudah sering melihatku seperti ini," ujar Seokjin. "Aku sudah sering membuatnya menangis. Aku merasa bersalah, tapi di satu sisi aku tidak bisa memaksakan perasaanku untuk menyukai dirinya."

Taehyung paham akan hal itu. Bahwa Seokjin tak bisa mencintai Namjoon. Taehyung menghela napas. "Laki-laki yang jatuh cinta padamu harus siap sakit hati dulu."

Seokjin menanggapinya dengan senyuman kecil. Ia mengikat surai panjangnya, kemudian menatap Taehyung. "Terkadang sebagai perempuan aku ingin jatuh cinta juga. Aku ingin mencobanya dengan Namjoon, tapi semua sudah berakhir berapa kali pun aku mencobanya."

Taehyung menatap Seokjin dengan pandangan lembut. Ia mengenal Seokjin dari hari pertama mereka kuliah dan pertemanan mereka terus terjalin sampai saat ini. Ia tidak mengerti bagaimana bisa mereka bertahan, tetapi semuanya berlalu begitu saja. Hanya Taehyung teman lawan jenis yang benar-benar akrab dengan Seokjin.

"Namjoon pernah bilang padaku untuk menjadi pacarmu saja. Ia merasa gagal sebagai pacar."

Taehyung tertawa. "Lalu, kau bilang apa?"

"Tidak ada. Aku hanya tersenyum dan menganggap itu lelucon."

Seokjin menghentikan pergerakannya. Ia menatap Taehyung dalam sekali,sangat dalam. Taehyung lupa untuk bernapas.

"Aku pernah berpikir kalau seandainya kau yang menjadi pacarku," Seokjin tersenyum sejenak. "Ku rasa akan jauh lebih mudah untukku mencintaimu."

Perkataan Seokjin terdengar begitu merdu di telinga Taehyung. Sesaat, ia merasa perutnya melilit seperti kegirangan. Ada yang mendesak di sini, dan entah kenapa terasa begitu indah, menyenangkan. Taehyung merasa kaku dan bahagia di saat bersamaan.

"Mungkin," Taehyung menggenggam tangan Seokjin. "Kita bisa mencobanya. Kau tahu, jika itu denganmu, aku tak keberatan."

Semua berlalu begitu saja, dan Taehyung tak mampu menyembunyikan senyumnya. Ia dapat mendengar tawa merdu Seokjin dan genggaman tangannya yang mengerat.

Saat itu mereka menyadari, bahwa mereka tak menemukan kesulitan untuk saling jatuh cinta satu sama lain.

.

.

.

The End

.

.

.

Gabut :D

Untuk kalian yang mengikuti fict aku, aku bener2 mohon maaf. Saat ini aku lagi tahap dimana aku sibuk banget, yaitu kelas 12 :)
Aku harap kalian tetap menikmati ceritanya. Makasih yg udah mau mampir ;)

Rasa || ksj. kth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang