Jeongin bergerak tidak nyaman dalam tidurnya dan mengerang. Cahaya matahari menyilaukan matanya dan badannya tidak lagi setuju untuk tetap berada di sofa yang ia duduki. Jeongin memaksa matanya terbuka, secara insting ia mendongak untuk melihat jam yang ada di dinding. Pukul satu siang. Jemarinya mengusap wajah kemudian menyisir rambutnya dengan tangan. Kemudian pandangan matanya jatuh pada sosok yang sedang duduk di tempat tidurnya.
Jeongin yang baru bangun terkejut, ia sedikit terlompat kebelakang membuat sepasang manik cokelat hangat yang tengah menatapnya melebar. Ternyata semua ini nyata, ini bukan sekedar mimpi gila yang Jeongin buat sebagai upayanya melarikan diri dari dunia. Sosok bersayap yang ia temukan sedang duduk di tempat tidurnya. Sepasang sayap yang dimiliki sosok itu sama menyilaukannya seperti sebelumnya. Sepasang doe eyes itu menatap Jeongin lurus, tetapi Jeongin masih belum mempercayai pengelihatannya.
***
"Apa kau malaikat?" Jeongin berhasil mendorong kata-kata melewati bibirnya setelah beberapa menit mereka saling menatap.
"Ne" Sosok didepan Jeongin menjawu singkat disertai anggukan kecil.
Suara yang keluar dari bibir merah si malaikat sama persis dengan suara yang menyerbu pikiran Jeongin sebelumnya, hanya saja sekarang suara itu terdengar penuh kehidupan.
"Siapa namamu?" Pertanyaan lain keluar dari bibir Jeongin.
Mungkin harusnya Jeongin merasa takut dengan apa yang terjadi saat ini, tapi daripada takut terhadap sosok didepannya, Jeongin lebih takut ia menakuti sosok itu.
"Hyunjin" si malaikat menjawab.
Jeongin mengulang-ulang nama sosok itu dalam kepalanya. Hyunjin, bukan nama yang aneh tetapi nama itu rasanya terlalu biasa jika disandingkan dengan malaikat didepannya.
"Kau pasti Jeongin, kan?" Kali ini pertanyaan itu datang dari si malaikat.
Jeongin mengangguk dengan mata terbelalak.
"Jangan khawatir, aku tidak membaca pikiranmu. Aku tidak punya kekuatan untuk melakukannya. Aku melihatnya dari surat-surat di atas meja,” Sosok itu menjelaskan segera dan menunjuk ke arah furnitur kayu di sebelah pintu di mana segala sesuatu mulai kunci, buku, surat, dan cangkir kopi kosong berserakan.
Anehnya, semua mug bekas kopi kosong sudah hilang, barang-barang lainnya ditempatkan dengan rapi dalam satu baris.
"Saat kau tidur aku membereskannya, hmm... pasti sebuah kebiasaan yang aku tidak tahu kumiliki. Kuharap kau tidak keberatan" Malaikat itu, Hyunjin berbicara lagi
Jeongin memandang sekeliling apartemennya. Apartemennya tidak pernah serapi ini semenjak dia pindah lima tahun lalu. Jeongin sama sekali bukan orang yang jorok, tetapi ia tidak punya cukup kesabaran atau keinginan untuk menjaga apartemennya tetap teratur.
Sekarang semua buku dan majalah yang sebelumnya acak-acakan sudah ditempatkan rapi dalam rak. Mug-mug kopinya yang berserakan sudah dikumpulkan dan dicuci. Lampu yang sebelumnya terguling sekarang sudah kembali ke tempatnya dan tempat tidur Jeongin telah dirapikan kembali. Jeongin harus mengedipkan matanya berulangkali untuk memahami situasi ini.
"Tidak, aku tidak keberatan" ujar Jeongin setengah berbisik, matanya kembali menatap Hyunjin. "Bagaimana lukamu?"
Jeongin baru menyadari perban yang membalut luka Hyunjin sudah hilang dan ditempat dimana seharusnya ada lubang menganga yang berlumuran darah sekarang hanya tersisa sebuah bekas luka kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
heaven on earth || hyunjeong ✔️
FanfictionJeongin terjebak dalam sebuah tempat dimana ia tidak bisa merasakan apapun -tidak kebencian, tidak pula cinta- hanya sebuah kegelapan mutlak. Jeongin tidak bisa pergi kemanapun... sampai surga sendiri datang dan menjadi bagian hidupnya. A Pieces of...