You knew and I knew
That this is not an easy road
It's not that you and I didn't know
That not many flowers bloom on this roadThe flowers that are seen from time to time
I didn't know how precious they were
Because they're so beautiful and lovely
Should we stay here?DAY6 - Hurt Road
.
.
Perjalanan pulang dari Temanggung ke Jogjakarta diselimuti dengan atmosfer ketegangan antara Gino dan Andara. Dari kursi tengah, kadang terdengar suara Andre dan Richard yang berbisik-bisik. Kedua lelaki itu bahkan merasa tak leluasa untuk sekedar mengobrol dengan wajar karena kejadian tidak mengenakan tadi. Pukul tujuh malam, Gino dan Andara sampai di rumah, setelah menurunkan Richard di rumahnya dan Andre di indekosnya.
Awalnya Andre berniat untuk menginap di rumah Andara, tapi ia mengurungkan niatnya karena ingin sahabat dan kakaknya bisa berbicara dan menyelesaikan masalah mereka. "Gue pulang ke kos aja," kata Andre. "Kalian selesain masalah kalian dulu, baik-baik, ya ... jangan berantem."
Sesampainya di rumah, Gino menurunkan carier dan peralatan yang lain. Ia lalu bergegas mandi karena sudah dua hari tubuhnya belum terbasuh air. Selesai mandi, Gino melewati Andara begitu saja. Ia belum ada niat untuk berbicara pada sang istri, karena emosinya yang masih meledak-ledak. Namun, perlakuan Gino membuat Andara frustasi.
"Kenapa kamu diemin aku?" tanya Andara karena sudah tidak tahan. Badannya pegal-pegal, ia ingin segera menyelesaikan masalah ini, bukan malah saling diam saat sampai di rumah.
"Emang apa yang mau diomongin?"
"Kita harus ngomongin soal tadi. Biar masalahnya nggak tambah panjang." Suara Andara meninggi. Rasa lelah dicampur amarah benar-benar tidak baik, itu hanya membuat dirinya jadi lebih sensitif. Batin Andara.
Gino mengamati istrinya yang masih duduk di tepi tempat tidur. Belum beranjak untuk membersihkan badan. "Kamu mending mandi dulu, nanti baru makan."
"Gino!" Andara memekik. "Kamu tahu kan, tadi kamu mukul dosen kamu sendiri? Seharusnya kamu nggak lost control Gino! Aku tahu kamu marah sama sikap Daniel, tapi bukan berarti kamu bisa main kasar sama dia."
"Oh, jadi sekarang kamu bela dia?" tanya Gino sengit.
"Aku nggak bela dia. Dengan kamu mukul Pak Daniel, itu ngebahayain kamu sendiri! Harusnya kamu nggak gegabah. Kalau dia beneran lapor polisi gimana?" Andara mengembuskan napas lelah. Wajahnya terlihat kuyu, ia benar-benar tidak mengerti ke mana jalan pikiran suaminya.
"Aku nggak peduli, Andara!" tukas Gino tajam. "Apa kamu tahu gimana rasanya lihat dia deketin kamu? Lihat dia peduli sama kamu? Lihat dia coba ngobatin kamu? Harusnya itu aku! Aku sebagai suami kamu ngerasa nggak ada gunanya! Kenapa kamu harus bergantung sama laki-laki lain padahal ada aku di situ?! Harusnya itu aku, bukan dia!" Ia meluapkan emosinya, membiarkan Andara tahu perasaan yang berkecamuk di hatinya.
"Aku takut kamu kenapa-napa nanti," bisik Andara, air matanya mulai turun. "Dia dosen kamu, dia bisa lakuin sesuatu dengan status dia. Seenggaknya kamu minta maaf ke dia."
"Nggak akan. Dia yang seharusnya minta maaf sama kita. Dia yang menyalahi aturan. Kenapa harus aku yang minta maaf?" kata Gino bersikeras.
"Ini demi kebaikan kamu," ujar Andara.
"Percuma kamu mohon seratus sekali ke aku, aku nggak akan minta maaf sama dia. Never, sebelum dia ngaku kalau dia salah."
Gino berbalik keluar dari kamar, mengambil kunci motor di atas lemari es, memakai jaketnya, lalu keluar dari rumah. Kali ini Andara tidak menahan lelaki itu, tapi menangis diam-diam seraya mendengarkan gerak-gerik suaminya, sampai suara motor Gino terdengar menjauhi rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not So Husbandable [REPOST]
Ficción General[KAMPUS SERIES | 1] Bagaimana jika dua orang yang tidak saling kenal harus menikah? Bukan karena perjodohan apalagi tragedi hamil duluan. Ada suatu kejadian menarik, yang membuat mereka 'terpaksa' menikah. Bingung, canggung, jengkel, pokoknya nano-n...