Tami melipat sajadah Turkinya setelah shalat Isya berdua dengan Ibunya. Dia lalu berdzikir sembari menyelipkan doa untuk pria asing yang mulai dia tunggu kedatangan keduanya di rumah itu. Dalam diam, Tami berdoa supaya jawaban dari shalat istikharahnya beberapa hari ke belakang cepat terwujud.
"Neng, gimana ada info baru gak dari Razi?" Bu Rahmi bertanya setelah merapikan mukena ke rak khusus peralatan shalat,
"Belum ada Bu," Jawab Tami sambil
melangkah keluar berdua dari kamar berukuran khusus shalat itu, Pak Michael sengaja membuatkan kamar itu hanya untuk ibadah istri dan putrinya,"Kamu udah nitip pesan ke Cece Ling?" Tanya Ibunya lagi setelah mereka di dapur, Bu Rahmi memanaskan sup jamur bening dan membuat telur dadar untuk
makan malam,"Udah Bu, katanya sih Koh Davidnya juga udah nyampein ke Mas Razi. Tapi gak tau belum ada jawaban lagi," Sejujurnya Tami agak kecewa karena dia sangat menunggu kehadiran Razi dan keluarga atau setidaknya kepastian kapan mereka datang,
"Sabar ya Neng, mungkin Razi masih banyak urusan," Bu Rahmi membesarkan hati putrinya yang terlihat agak murung. Tami
lalu membantu memindahkan nasi dan menyusun piring untuk bertiga, tepat ketika ada motor masuk ke halaman menandakan Ayahnya baru pulang dari masjid.********
DUK!
Kertas berhamburan, beberapa pasfoto tersebar kemana-mana, menyelinap ke kolong meja dan lemari. Si empu yang membawa kardus berisi dokumen dan foto tadi hanya bisa pasrah melihat ruangan kerjanya yang sekarang seperti baru diterjang angin tornado, sementara dua krucil yang menabraknya tadi sudah kabur entah kemana,
Astaghfirullah, sabar... sabar...
David Khattab membetulkan kacamatanya lalu mulai mengumpulkan dokumen yang berserakan, sesaat kemudian, Maryam Ling istrinya masuk sambil
membawa dokumen lain yang tidak kalah banyak,"Aiya! aduh Abi kenapa dokumen berantakan semua gini?" Cece Ling menaruh dokumen yang dia bawa ke meja lalu membantu suaminya membereskan dokumen di lantai yang sebenarnya adalah data diri jamaah umrah untuk keberangkatan dua minggu ke depan,
"Toi em cui lah, tadi anak-anak lagi maen terus Abi gak liat." Koh David mencari foto yang tercecer di semua sudut ruangan. Pasangan muallaf itu lalu memasukkan data jamaah ke komputer di meja hingga dua jam lebih. Sambil sesekali menguap, Koh David melirik foto kecil di sebelah komputer, foto pernikahan dirinya dengan Cece Ling. Tak terasa sudah hampir lima tahun usia pernikahan mereka yang awalnya sangat ditentang oleh A Ma karena keluarga Koh David adalah penganut Buddha taat sementara Cece Ling sudah masuk
islam. Koh David sempat akan diusir dari rumah setelah ibunya tahu dia mengikuti jejak Cece Ling bersyahadat. A Yeh bahkan sampai sakit hingga meninggal melihat anak laki-laki kesayangannya meninggalkan agama leluhur mereka. namun kematian ayahnya malah menjadi pembuka pintu hidayah bagi ibu Koh David."Hoahhmmm, Mi, udah jam sepuluh, tidur yuk," Koh David menyenderkan kepalanya ke kursi,
"Tanggung Bi, bentar, ituu Umi
lupa nanya terus, gimana si Razi? kapan dia mau khitbah?" Cece Ling tiba-tiba bertanya soal Razi,
"Doain aja Mi, masih mental," Kata Koh David sambil melepas kacamata minus tiganya,"Kasian ya Razi, Umi gak abis pikir kok anak sebaik itu selalu dapet ujian, kenapa sih ibunya.."
"Sshhhhh Umiii sayang, gak boleh ghibah," Koh David menempelkan jari telunjuk ke mulut istrinya yang langsung beristighfar,Telepon di meja berdering, Koh David mengangkat telepon itu, dari Zafran, asistennya yang juga merangkap sebagai Mutawwif,
"Assalamualaikum Zaf, kenapa? hah??! ah antum jangan bercanda, aduhh Zaf ini kan tinggal dua minggu." Dahi Koh David berkeringat, "Astaghfirullah, syafakallah Zaf, Assalamualaikum."